Bagian 14

226 31 4
                                    

°°°

Terang menggenggam tangan Asa yang terasa dingin. Sembari berlari, ikut mendorong blankar Asa bersama para perawat.
Terang menatap Asa cemas, putranya itu kini tak sadarkan diri setelah muntah darah tadi.

Terang berhenti tepat di depan ruang UGD. Menatap tubuh anaknya yang perlahan terhalang oleh pintu.

"Terang." Terang menoleh, di dapatinya Jion yang menatapnya dengan khawatir.

"Siapa yang ada di dalam?" Tanyanya. Terang menggenggam tangan Jion dengan bergetar, netranya menyiratkan akan kesedihan.

"Tolong anak gue kak!"

"Anak Lo?"

Terang mengangguk. Jion agak terkejut karena berita ini begitu tiba-tiba.

"Oke, gue akan berusaha tolong anak Lo." Kemudian, Jion memasuki ruang UGD itu. Begitu terkejutnya ia ketika di dapatinnya pasien yang ia anggap seperti adik sendiri ini, yang berbaring lemah.

Ternyata, Bintangnya adalah anak dari Terang.
Tidak di sangka, mereka berada pada lingkup yang begitu dekat tetapi baru di pertemukan.

"Dokter, detak pasien melemah," ucapan suster berhasil membuatnya tersadar pada lamunan. Kemudian, ia mulai memeriksa tubuh Asa.

"Bintang bertahanlah, kebahagiaan akan menyambutmu setelah kamu sadar, ucapnya dalam hati

Sementara diluar, Terang menunggu dengan cemas. Asa adalah anak yang kuat. Bahkan, ia tidak menunjukkan raut kesakitan saat ia sekarat tadi.

Hampir satu jam ia menunggu. Julian pun sudah menyusul beberapa menit yang lalu.
Jion telah keluar dengan raut lelahnya. Menghampiri Terang dan mengajaknya untuk ke ruangannya untuk membicarakan kondisi Asa secara lebih rinci.

"Lian, tolong jaga Bintang!"

Julian mengangguk. Kemudian ia memasuki ruang UGD.
Julian duduk di kursi sebelah blankar. Memperhatikan wajah Asa yang tertutup masker oksigen. Menatap iba pada pria kecil itu.

"Kamu hebat banget Asa. Kalau kakak jadi kamu, mungkin kakak akan menyerah dengan cepat," ucapnya dalam hati.

°°°

"Bintang anak Lo?" Mereka kini telah berada di dalam ruang kerja Jion.

"Iya. Anak kecil yang akan Lo angkat jadi adik Lo itu anak gue kak. Sebelumnya, gue makasih banget karena Lo sudah sepeduli itu sama Bintang."

Jion tersenyum tipis.
"Jadi... Rencana gue untuk angkat Bintang jadi adik gue gagal dong." Ucapan Jion berhasil membuat Terang menatapnya sinis.

"Lo tenang aja. Bintang sudah nolak. Katanya, gue lebih pantas jadi om nya ketimbang jadi kakaknya karena ayahnya lebih muda dari gue. Waktu itu, gue nggak ngeh dan bingung. Tapi, Bintang berhasil mengalihkan pembicaraan." Jion menjelaskan.

"Jadi, gimana keadaan Bintang kak?"

"Ginjalnya tinggal satu dan itu sudah rusak. Sebenarnya, gue nggak nyaranin Bintang buat beraktivitas berat. Tapi, Lo tau sendiri kan, gimana keras kepalanya Bintang yang nurun dari Lo."

Terang fokus mendengarkan penjelasan dari Jion. Tidak merasa terpancing dengan ucapan Jion yang kadang menjengkelkan.
 

"Dia bisa sembuh kan kak?"

Jion menghela nafas pelan.
"Bisa. Setelah mendapatkan donor, setidaknya satu. Bintang akan bisa hidup lebih lama dengan ginjal barunya walaupun hanya satu."

Terang mengacak rambutnya frustasi. Ia sangat merasa bersalah karena ia lah yang menyebabkan situasi ini terjadi.

"Terang, Lo tenang! Gue akan berusaha semaksimal mungkin untuk cari pendonor ginjal yang cocok untuk Bintang."

"Lo tau nggak kak, ginjal yang ada di tubuh gue itu punya siapa? Punya Bintang kak." Terang menatap Jion dengan tatapan kosong. Sementara Jion, ia sangat terkejut dan tidak mampu berkata lagi.

"Orang tua gue memang gila," lanjutnya.

"Ini bukan salah Lo, Ter. Lo boleh merasa bersalah tapi jangan lama-lama. Bintang butuh Lo buat lindungi dia. Bintang butuh rasa aman dan itu bisa dia dapatkan dari Lo."

Ucapan Jion benar juga. Untuk apa meratapi masalalu? Yang harus ia lakukan adalah memberi yang terbaik untuk Bintangnya. Menjaganya, dan merawatnya. Ia harus menebus enam tahunnya dengan seumur hidupnya.

"Lo benar juga kak. Thanks, sudah kasih masukan. Tolong bantu gue kak, tolong sembuhin anak gue."

Jion mengangguk.
"Itu pasti. Tanpa Lo minta pun, Bintang pantas untuk sembuh."

Setelahnya, Terang pamit. Ia ingin segera bertemu anaknya.

°°

Terang berjalan menuju ruang rawat anaknya. Kata suster tadi, putranya telah di pindahkan ke ruang rawat.

"Zero," ucapnya kala melihat Zero dan satu temannya berada di depan ruang rawat Asa.

"Kak Terang, Asa gimana?" Tanya Zero dengan khawatir.

"Nggak papa. Ini sudah biasa untuk penderita gagal ginjal."

"Gagal ginjal?" Serentak Zero dan Juna.

"Kalian belum tau?" Keduanya menggeleng.

"Maaf kak," ucap Zero pelan.

Terang mengangguk mengerti.
"Tidak perlu minta maaf. Ayo, kalian mau jenguk Bintang kan?" Terang mempersilahkan masuk.

Zero masuk terlebih dahulu. Kemudian Terang, tangannya di tahan oleh Juna. Juna ingin membicarakan sesuatu sepertinya.

"Jadi, Asa beneran anak lo?"

Lo? Sepertinya kata itu sangat tidak sopan karena keluar dari mulut teman anaknya.
Terang hanya berusaha memakluminya.

"Iya," jawab Terang seadanya.

"Lo sudah kasih tau kak Hanne?"

Terang membelalakkan matanya. Bagaimana pria kecil ini tau tentang Hanne?
Seperti paham apa yang ada di kepala Terang, Juna kembali berucap.

"Gue Pramudya Juna."

"Kamu... Kamu adiknya kak Hanne?"

Juna mengangguk.
Terang kembali tercengang. Jadi, Juna yang dulu sering ia ajak main, sudah sebesar ini.

"Jadi, gue yang kasih tau apa lo kak?"

Ucapan Juna berhasil membuat Terang kembali tersadar dari lamunan singkatnya.

"Ini masalah ku dan kak Hanne. Kamu nggak perlu ikut campur, Juna. Aku yang akan menjelaskan semuanya kepada kak Hanne. Dan satu lagi, apa kak Hanne mengajarimu berbicara tidak sopan dengan orang dewasa?"

Juna memanyunkan bibirnya. Sadar akan kesalahannya.
"Maaf," ucapnya dan kemudian menyusul Zero yang sudah terlebih dahulu masuk.

"Astaga... Kok bisa dia sedingin itu," gumam Terang. Apa Terang tidak sadar bahwa ia juga sedingin itu sifatnya.

°°

Semesta akan kembali berpusat pada Asanya;))))

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semesta akan kembali berpusat pada Asanya;))))

°°°

Btw, di tempatku 43° guys😭😭 panas poll 👍👍

Semesta AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang