°
°
°"Hai Bintang, bagaimana perasaannya?" Jion datang setelah dua perawat selesai melepas alat yang di gunakan untuk pengobatan Asa.
Jion tersenyum sembari meletakkan stetoskop pada dada Asa.
"Wah, Bintang sudah nggak takut lagi kan lihat darah Bintang yang keluar?""Sudah terbiasa dok. Tapi masih agak takut sih," jawab Asa lemas. Rautnya nampak pucat, Jion memaklumi itu karena Asa baru saja melakukan cuci darah. Hal yang harus rutin Asa lakukan setiap seminggu sekali.
"Ayah kemana dok?"
"Lagi ambil obat kamu."
"Asa boleh langsung pulang?"
"Boleh, sekitar tiga jam lagi, nunggu infusnya habis."
Asa memanyunkan bibirnya, tiga jam itu terlalu lama untuk dirinya.
"Kurang lama ya?" Tanya Jion sembari menarik turunkan alisnya, berniat menggoda bocah di depannya ini.
"Ish dokter, tiga jam itu lamaaaa."
"Nggak lama kalau Bintang buat tidur. Pasti capek kan? Ayo tidur! Dokter temani disini."
Asa mengangguk menurut. Tubuhnya luar biasa sakit dan dirinya pun sangat lemas. Maka dari itu, istirahat adalah jalan satu-satunya untuk memulihkan tenaganya.
Selang beberapa menit, Terang datang dengan kantong kresek berisi obat Asa.
"Tidur kak?" Tanyanya."Heum, baru tidur. Jangan di bangunin! Nanti aja kalau infusnya sudah habis."
"Nggak rewel kan?"
"Gue malah pengen dia rewel, soalnya gemes."
Terang memutar bola matanya malas, menanggapi dokter sekaligus temannya ini.
"Thanks sudah mau jagain Bintang, sekarang lo boleh pergi."
"Jam kerja gue sudah habis." Niatnya sih, Jion ingin menemani Asa.
"Gue nggak nanya ya. Sana gih, gue mau duduk di tempat lo." Terang merebut kursi samping blankar yang di gunakan Jion untuk duduk. Sementara Jion mendengus sebal.
"Pelit banget Lo. Padahal, sebelum ketemu lo, Bintang itu adek gue ya."
"Dari pada kakak, lo lebih pantas di panggil pak de kak."
"Sialan lo. Udah ah, nanti kalau infusnya sudah habis, panggil perawat, jangan di cabut sendiri infusnya. Dah, gue pergi dulu."
Setelah Jion berlalu dari sana, ruangan kembali hening. Terang menatap anaknya yang terlelap dengan wajah yang luar biasa pucat. Seperti tidak ada aliran darah dalam tubuh anaknya.
Terang menggenggam tangan Asa. Ia menciumnya berkali-kali.
Cuci darah adalah satu-satunya pengobatan yang paling efektif untuk penderita gagal ginjal parah sembari menunggu pendonor yang entah kapan ada.
Semoga, Bintangnya bisa bertahan hingga waktu itu, waktu dimana ada ginjal baru yang cocok untuk Bintangnya. Ya.. semoga saja.°
°
°Asa menunggu ayahnya di halte depan sekolah. Karena Zero dan Juna ada les bareng, jadi, ia menunggu sendiri.
Sekolah sudah sangat sepi, ia bersenandung kecil untuk mengusir kebosanan. Hingga sebuah mobil berhenti tepat di depannya.Asa yang sedari tadi menunduk, teralihkan oleh sosok pria paruh baya yang membuatnya sangat terkejut dan juga takut. Dia adalah kakeknya.
"Kakek," ucapnya dengan terbata. Asa reflek berdiri dan berjalan mundur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta Asa
Chick-LitTentang perpisahan, dan usaha-usaha mereka untuk kembali bersama