bagian 12

227 34 0
                                    





°°

Bagaskara bersinar di angkasa sore ini. Seolah mewakili perasaan Terang yang sedari tadi menunggu empu yang di carinya di depan gerbang sekolah mewah ini.
Sedari tadi, netranya menatap satu persatu siswa yang keluar. Dan tepat beberapa saat, Asa berjalan keluar. Membawa tas punggung yang sepertinya berat itu.
Dengan cepat, Terang keluar dari mobil dan menghampiri Asa.

"Bintang." Terang menarik As ke dalam pelukannya. Asa terkejut, ia mencoba melepaskan pelukan yang tiba-tiba itu. Tapi nihil, ia kalah dengan tenaga pria dewasa itu.

"Bintang, ini ayah nak." Suara itu, suara yang enam tahun ini ia rindukan. Iya, itu suara ayah. Ayah yang ia tinggalkan enam tahun lalu.

Asa terbuai dalam pelukan penuh kehangatan ayah. Asa merasa terlindungi, rasa yang telah hilang selama enam tahun. Kini, Asa merasakan lagi. Bolehkah Asa egois, ia ingin waktu berhenti detik ini juga.

Air mata keduanya menetes. Entah perasaan apa yang pantas untuk mendeskripsikan mereka.
Terang sangat bersyukur di pertemukan kembali dengan Bintangnya.

Terang melepas pelukan itu. Ia menangkap pipi yang sedikit menirus itu, menghapus air mata di pipi Asa dan mengecup kening yang tertutup oleh rambut lebat Asa.

"Ayah sangat merindukan Bintang," ucapnya dengan senyuman kebahagiaan.

"Asa juga rindu ayah. Maaf sudah meninggalkan ayah," balas Asa.

"Seharusnya ayah yang minta maaf. Ayah sudah gagal menjaga putra ayah."

"Ayah nggak gagal. Asa sudah SMA yah, Asa dapat beasiswa penuh disini."

Terang kembali berkaca-kaca. Ia mendongakkan kepalanya, menahan agar air matanya tidak menetes kembali.

"Anak ayah hebat, putra ayah hebat."

Kemudian, Terang mengajak Asa untuk memasuki mobilnya. Di sana, ia di sambut oleh seorang pemuda yang pernah bertemu dengannya dulu, Julian.

"Kakak," ucap Asa.

"Hai Asa, kita berjumpa lagi," ucap Julian dengan senyuman lebarnya. Asa membalasnya dengan senyuman pula.

"Kakak temannya ayah?"

"Posisi kakak ada dua. Jadi sahabat ayahmu dan babu ayahmu," balas Julian.

"Nggak usah sembarangan ngomong deh. Cepat antar ke apartemen, pesankan makanan dan habis itu Lo boleh cabut," ucap Terang. Ia masih saja menempel pada Asa.

"Gue nggak boleh gabung?"

"Gue mau familly time sama anak gue."

Julian menghela napas pelan. Dalam hati, ia mengumpat pada bos songongnya itu. Ia kan juga ingin mendengarkan cerita dari si hebat Asa.

"Iya iya, si paling familly time," ucapnya kesal.

Setelah beberapa menit, mereka telah sampai. Julian pun melaksanakan tugasnya dengan benar dan kembali pulang ke rumah.

Saat ini, Asa telah berada di kamar Terang. Dengan baju Terang yang sangat kebesaran di pakai di tubuhnya.
"Ayah, bajunya besar."

Terang yang memainkan ponsel pun menoleh, tertawa gemas melihat sang anak yang sangat imut di matanya.

"Anak ayah kenapa lucu banget sih. Sini, duduk." Terang menepuk tepian tepian ranjang yang di dudukinya. Asa pun menoleh.

"Bintang bagaimana kabarnya nak?" Tanyanya lembut. Ia mengelus surai Asa dengan sayang.

"Baik ayah, sangat baik."

"Bintang tinggal dimana selama tidak bersama ayah?"

"Maaf ayah Asa tidak terbiasa dengan panggilan Bintang. Tapi its oke. Asa masih di Bali, Asa tinggal di panti."

Semesta AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang