°
°
°Seperti hari-hari biasanya, Terang di sibukkan dengan pekerjaan yang tidak ada habisnya.
Setelah meeting dengan tim marketing, lalu dengan semua direksi, Terang kini kembali ke ruangannya dengan setumpuk dokumen yang perlu ia periksa dan tanda tangan.Lalu, Julian datang dengan dua papper cup berisi kopi dan meletakkan salah satunya di meja Terang.
"Gue sudah kosongin jadwal lo buat besok," ucapnya yang membuat Terang menatapnya dengan heran.
"Emang gue ada suruh lo buat kosongin jadwal gue?"
Julian menggeleng kecil.
"Gue cuma mau lo istirahat.""Gue nggak setuju. Batalin dan buat ulang jadwal gue besok."
"Nggak. Lo besok harus libur. Kita ke Bandung buat ketemu dokter Jion."
"Ngapain?"
"Katanya ada yang mau dia omongin secara langsung."
Terang menghela napas panjang.
"Kenapa ngga lewat telepon aja? Atau dia yang kesini temuin gue? Heran gue! Lo juga, kenapa mau mau aja di suruh sama Jion," omel Terang yang membuat Julian sedikit takut dengan tatapan atasannya itu."Katanya ini yang butuh lo, Ter. Ini tentang Bintang."
Terang kembali menghentikan pekerjaannya. Ia menatap Julian dengan tatapan bertanya.
"Gue juga nggak tau. Makanya, besok kita cari tau.""Oke. Lo atur semuanya." Pada akhirnya ia akan menurut jika itu tentang Bintangnya.
°
°
°Pagi ini, kabut embun tampak menyelimuti lingkungan komplek Jion. Ia tengah menyiapkan sarapan untuk Asa yang saat ini mungkin masih bergelung dengan selimutnya.
Jion dengan lihai memotong sayuran itu, memasaknya hingga siap untuk di makan.
"Papa masak apa?" Jion menoleh, pada sosok yang masih dengan rambut berantakan khas bangun tidur.
"Sayur sop sama ayam goreng. Asa suka kan?"
"Apapun masakan papa, Asa suka. Soalnya enak."
Ucapan manis itu berhasil membuat Jion tersenyum senang. Bangga dengan bakat memasaknya.
"Yaudah sana, kamu cuci muka dulu."
"Eum." Setelah beberapa menit, Asa kembali dan duduk di seberang Jion. Mereka pun menikmati sarapan dalam diam.
"Asa mau aksel pa. Kata teh Rere, Asa bisa ambil aksel dengan kemampuan Asa. Boleh, kan?"
Teteh Rere itu guru homeschooling Asa. Sejak Asa sudah mampu untuk kembali belajar, Jion memutuskan untuk menyekolahkan Asa di rumah saja. Demi keamanan dan kenyamanan Asa tentunya.
"Boleh, papa selalu dukung apa yang terbaik buat Asa."
"Terimakasih pa, papa sudah baik banget sama aku."
Jion tersenyum.
"Kamu itu kebahagiaan papa, Sa.""Papa boleh ngomong sama kamu?"
"Dari tadi kan papa sudah ngomong."
"Ayah kamu nanti mau main kesini."
Ucapan Jion berhasil membuat Asa menghentikan makannya dan menatap papa dengan tatapan yang sulit di artikan.
"Kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta Asa
ChickLitTentang perpisahan, dan usaha-usaha mereka untuk kembali bersama