°°
Juna dan Zero, kedua pemuda sebaya itu sudah saling kenal sejak smp. Juna yang pendiam dan Zero yang suka julid dan cerewet, membuat keduanya sangat serasi untuk menjadi partner pertemanan. Saling melengkapi istilahnya.
Juna juga tidak menolak ketika Zero menawarkan diri untuk menjadi kawannya. Mereka sering main dan belajar bareng.Dan ketika masuk SMA, mereka sama-sama memutuskan untuk tinggal di asrama sekolah. Menentang orang tua masing-masing yang tidak menyetujui keputusan mereka. Dan tak di sangka, mereka satu kamar dengan siswa akselerasi. Siswa miskin yang jauh dari kehidupan mewah mereka. Asa datang dengan kesederhanaan. Dengan senyuman yang tak hentinya mereka abaikan. Entah kenapa mulut cerewet Zero, ia pakai untuk menghina Asa, dan Juna pun acuh tak acuh.
Sore itu, saat Zero benar-benar penasaran atas pertanyaan yang ia pikirkan saat ia berada di apartemen Terang, ia mendatangi Juna yang sedang latihan basket. Ia menunggu Juna di kursi gor. Tak berapa lama kemudian, Juna berjalan mendekatinya. Zero melemparkan sebotol air dingin dan dengan sigap Juna menangkapnya.
"Lo nggak les?" Tanya Juna sembari duduk di kursi yang berjarak dua kursi dari Zero karena ia berkeringat banyak, takut membuat Zero risih. Padahal, keringatnya tidak bau sama sekali.
"Bolos," jawab Zero. Juna mengernyitkan dahinya, tidak biasanya teman cerewetnya ini bolos.
"Oh." Emang dasar si dingin Juna. Dia hanya jawab seadanya. Tidak terlalu kepo dengan urusan Zero.
"Lo nggak tanya gue ngapain disini?"
Juna mengangkat kedua bahunya tak ingin tau.
"Dasar, si paling cool," dumel Zero.
"Jadi, alasan Lo benci Asa, apa?" Tanya Zero serius.
"Gue nggak benci Asa," jawab Juna.
"Nggak benci? Kita sama-sama acuh sama Asa anjir. Selalu ngacangin dia setiap kali dia ngomong," balas Zero tak terima. Bagaimana Juna tak benci? Orang perlakuannya selama ini seperti membenci.
"Gue emang banyak ngomong? Gue biasa aja, cuma nggak suka kalau dia sok akrab dan suka ikut campur urusan gue. Lagian, kenapa gue harus benci Asa? Kurang kerjaan banget."
"Tunggu... Jadi, cuma gue yang benci Asa nih?"
"Lo tanya aja sama diri Lo sendiri." Juna kemudian bangkit, lalu mengambil tasnya dan berlalu dari sana.
Zero jadi berpikir, kenapa ia begitu membenci Asa ya? Ia jadi berasa bersalah karena membenci Asa seorang diri. Mulai dari sekarang ia harus bersikap seperti Juna. Harus!!!
°°°
"Bintang." Asa menoleh ke asal suara. Sedikit terkejut akan kehadiran wanita paruh baya yang ia kenal sebagai ibu dari dokter Jion dan kak Zero.
Duduk di depan pos satpam. Tadi, ada seorang satpam mendatanginya. Memberitahu bahwa ia ada tamu. Ia kira, itu dokter Jion."Tante." Asa mendekati Tante Astrid dan menyaliminya.
"Tante salah panggil ya? Tante mau ketemu kak Zero kan?"
"Tidak. Saya ingin bertemu kamu. Ada yang mau saya obrolin dengan kamu."
Kemudian, Tante Astrid membawanya menuju Lamborghini. Asa hanya menurut, ketika di bawa ke rumah mewah tante Astrid.
"Ini rumah Tante?" Tanya Asa yang begitu takjub dengan rumah besar ini. Tak tahukan ia bahwa keluarga besarnya punya sebuah mansion.
"Ya.. ini rumah saya. Mari masuk." Tante Astrid menyuruhnya untuk duduk. Di depannya ada banyak sekali makanan mewah.
"Seharusnya tadi juga aja kak Zero Tan. Makanannya banyak sekali," ucap Asa.
"Zero lagi les. Saya nggak mau Zero melalaikan kewajibannya," balas Astrid yang membuat Asa terdiam.

KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta Asa
ChickLitTentang perpisahan, dan usaha-usaha mereka untuk kembali bersama