°°°°
Waktu berlalu begitu cepat. Sudah dua tahun sejak tragedi yang membuat Terang kehilangan putranya.
Walaupun ia belum sepenuhnya menerima takdirnya, tetapi, ia menjalankan kehidupannya seperti biasa.Ia kembali memimpin perusahaan orang tuanya. Setiap harinya, ia di sibukkan oleh pekerjaan sehingga ia sedikit bisa melupakan kesedihannya.
Namun, sesekali ia mengingat dukanya yang masih terasa sakit itu. Ketahuilah, perpisahan yang sangat menyakitkan itu, ketika dipisahkan oleh kematian.
Sebagai direktur utama di sebuah perusahaan industri terbesar di Asia, ia memiliki sifat yang sangat tegas dan dingin. Ia kembali menjadi Terang yang tidak tersentuh. Ia jarang tersenyum, kecuali saat ia sedang mengingat kenangan indahnya dengan Bintangnya.
Jika Asa menganggap dirinya adalah semestanya. Maka, ia juga menganggap Asa sebagai semestanya. Dan kini, semestanya telah pergi, dunianya menjadi gelap dan tidak terarah.
Hanya Julian yang dengan tulus menemaninya sampai sekarang.
Julian yang menghandle pekerjaannya saat ia tidak mampu untuk menghadapi dunia.Terang kini menjadi pacandu alkohol juga rokok. Ia sering merusak diri, agar ia secepatnya bisa bertemu dengan Bintangnya.
Seperti saat ini. Entah, ini sudah botol yang ke berapa. Julian juga sering membuang alkohol yang di simpannya di almari es. Tapi, entah dari mana Terang bisa mendapatkan botol-botol minuman keras itu.
"Lo kalau kangen sama Bintang nggak usah kayak gini! Emang Bintang senang lihat Lo kayak gini?" Julian mengomel sembari menyingkirkan botol yang belum tersentuh, sementara sang empunya sudah teler.
"Cuma ini satu-satunya cara biar gue nggak ingat lagi sama Bintang. Hati gue sakit setiap kali merindukan Bintang."
"Terus biar apa? Biar ginjal Lo rusak lagi gitu? Lo nggak ingat, ginjal yang ada di tubuh lo itu milik Bintang. Seharusnya lo jaga dengan baik Ter. Lo nggak boleh kayak gini lagi. Ini sudah dua tahun, seharusnya lo sudah bisa menerima semuanya."
"Maaf... Maafin ayah Bintang, maafin ayah." Terang menangis sembari menggumamkan kata maaf.
Julian menghela napas panjang sebelum menyeret Terang ke kamar.
Setelah membereskan kekacauan yang di lakukan oleh Terang, Julian membersihkan diri, kemudian duduk di balkon sembari menggenggam mug berisi cokelat panas.
Julian menatap bintang-bintang di langit yang nampak Terang dengan bulan bundar yang terlihat sempurna.
"Bintang, lihat ayahmu, dia hancur, dia nggak baik-baik saja sejak kamu pergi. Pengorbanan kamu, itu sama sekali nggak buat ayahmu bahagia.
Tapi, kakak janji, kakak nggak akan ninggalin ayahmu sendiri. Dan kamu juga harus janji, janji untuk bahagia di sana," batinnya.°
°
°Sehabis menonton pertandingan basket Juna bersama Zero tadi, Jion langsung kembali ke Bandung. Sudah hampir dua tahun ia di pindah tugaskan di salah satu rumah sakit di Bandung.
Mungkin, dua bulan setelah kepergian pasien kesayangannya.
Jion memasuki rumah minimalis modern yang ia beli di Bandung. Kebiasaan barunya saat ia kembali ke rumah, yaitu mencari sosok mungil yang sangat ia lindungi.
Sosok itu tengah memainkan piano dengan merdunya.
"Asa, papa pulang." Ia langsung menerjang tubuh mungil itu dengan pelukan. Bau minyak telon langsung menyeruak. Ia suka bau bayi yang di miliki secara alami oleh bocah enam belas tahun itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta Asa
ChickLitTentang perpisahan, dan usaha-usaha mereka untuk kembali bersama