°°°
Menatap gemerlapnya bintang di langit malam adalah suatu ketenangan bagi Terang Dewangga.
Ketika suasana hatinya sedang sedih, ia hanya harus menatap bintang sembari membayangkan senyuman Bintangnya, itu akan membuat hatinya kembali hangat.Ah... Terang memang sangat merindukan Bintang, putranya yang kini entah ada dimana.
Sudah sejak ia menemukan kebenaran atas kebohongan orang tuanya, ia mencari keberadaan Bintang."Udah rokok yang ke berapa?" Julian datang dengan membawa secangkir kopi duduk di sebelahnya dan ikut menikmati Bintang.
"Sebungkus rokok ini ada dua belas. Hitung aja sisanya," balas Terang sekenanya.
"Lo mau rusak diri Lo?"
"Nggak usah ngomel. Gue tau batasan diri gue buat ngonsumsi rokok."
"Terserah." Julian menyeruput kopinya. Kemudian mengambil sebatang rokok dan ikut menikmatinya.
"Dokter Jion telepon gue. Katanya, ada yang mau di omongin sama Lo."
"Kenapa nggak langsung telepon gue aja?"
"Ponsel Lo mati. Oh ya, katanya mau ngomongin tentang ginjal Lo."
"Oke, thanks." Terang beranjak dari balkon dan mematikan rokok yang tinggal setengah itu.
Ia mengambil ponselnya dan menghubungi dokter Jion.
"Halo kak, Lo ada dimana?" Tanya Terang setelah panggilan terhubung.
"Rumah sakit lah."
Terang melihat jam tangan yang sudah menunjukkan pukul dua belas malam.
"Sift malam?"
"Nggak. Lagi jadi wali buat pasien gue."
"Kata Julian tadi lo mau ada yang di omongin."
"Ini perihal pertanyaan lo tempo lalu. Yang lo tanya kenapa harus selalu rutin cek ginjal padahal lo sudah sembuh total."
Terang menghela nafas pelan. Membiarkan Jion untuk melanjutkan penjelasannya.
"Ternyata, operasi yang lo lakuin itu ilegal karena ginjal yang ada di tubuh lo itu, usianya masih sangat kecil. Kemungkinan, orang yang donorin ginjal ke lo itu usianya masih di bawah umur dan belum mencapai syarat untuk jadi pendonor."
"Tapi kata mama, orang yang donorin ginjalnya ke gue itu orang yang sudah mati otak."
"Bukannya gue berprasangka buruk sama mama lo ya Ter, tapi... Setelah gue minta tolong riset sama teman gue yang kerja di mana lo melakukan operasi dulu, itu, nggak ada. Lo nggak terdaftar dalam operasi apapun dan nggak ada pasien mati otak pada saat itu."
"Terus... Gue harus gimana kak? Gue merasa bersalah sama orang yang sudah di paksa mama buat ngerelain ginjalnya ke gue."
"Kita masih belum tau kebenarannya, oke. Gue janji bakal menyelidiki kasus ini."
"Oke kak, thanks. Gue juga nggak akan tinggal diam kok."
"Yaudah. Ini aja yang mau gue sampaikan. Gue masih ada urusan."
Kemudian telepon pun terputus. Terang sangat merasa bersalah setelah penjelasan Jion tadi. Pikiran-pikiran buruk mulai menghantuinya.
"Nggak, semoga bukan ini bukan ginjal Bintang," gumamnya."Ter, lo kenapa?" Julian berlari menghampiri Terang yang pandangannya kosong itu.
"Tolong bantu gue, buat cari keberadaan dokter yang mengoperasi gue dulu. Segera!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta Asa
Chick-LitTentang perpisahan, dan usaha-usaha mereka untuk kembali bersama