JTF; 11

3.2K 122 6
                                    

"Fear is the paralyzing emotion that inhibits or restricts normal feelings of love, confidence, and well-being."
— Tim LaHaye

•MATURE CONTENT•

Ellie masuk ke apartemen dengan erangan frustasi. Ia menjatuhkan diri di samping Alec yang sedang duduk di sofa, bermain game di ponselnya.

Alec memperhatikan Ellie lewat ujung matanya, dengan perhatian masih fokus pada permainan di ponselnya. "Apa yang terjadi?"

"Aku pergi makan malam dengan Nate."

"Lalu kau pulang ke apartemennya, berhubungan seks, tapi Nate hanya bisa bertahan tiga menit?"

Kesal, Ellie merampas paksa ponsel Alec.

"Hei!" protes Alec.

Ellie mengerang frustasi. "Aku hanya tidak ingin terus terbebani dengan semua ini, kau tahu? Ugh, aku sangat menyukai Nate. Kini semuanya terancam hancur karena ketidakmampuanku dengan hal dasar, hal esensial dari insting semua makhluk hidup!"

"Tenang sedikit!" Alec mencoba menenangkan. "Tidak semuanya tentang seks, kan?"

Ellie tertawa pahit. "Kata seorang Alec yang selalu melihat wanita sebagai objek seks."

Alec menghela napas. "Baiklah, Ellie. Aku tidak tahu apa yang kau alami. Tapi cobalah untuk tenang dan jangan berpikiran buruk. Dunia tidak akan kiamat hanya karena kau tidak menikmati seks."

"I am calm!" seru Ellie jauh dari apa yang dikatakannya. "Hanya saja aku tidak bisa terus-menerus menolak Nate, kau tahu? Ia akan curiga dan pada akhirnya akan meninggalkanku."

Alec mengangkat bahunya. "Mungkin dia memang bukan yang terbaik?"

Ellie mendecak mendengar respon Alec. Ia lalu mengatur napasnya sejenak dan berkata, "Kau harus membantuku."

"Tentu saja aku membantumu. Memangnya yang aku lakukan sejak kemarin—"

"Bantu aku merasa percaya diri," ujar Ellie dengan suara datar hingga Alec tidak yakin apa maksud kalimat gadis itu.

"Maksudmu?"

Ellie berkata lagi. "Kau mendengarku! Bantu aku! Kita harus melakukannya."

Alec tertawa tidak percaya. Ia segera bangkit dari sofa dan menjauh dari Ellie. "Kau sudah gila, Hutley."

"Aku tidak gila!" seru Ellie. "Latihan membuat semuanya lebih baik."

"Kau tidak mabuk, kan?"

Ellie menghampiri Alec dengan tiba-tiba. Tangannya mencengkram kedua bahu Alec hingga Alec berusaha untuk menjaga jarak. "Hanya kau yang bisa membantuku. Hanya kau lelaki yang tidak akan membuatku sakit hati meski kau mengejek tubuhku."

Alec kebingungan. "A-apa aku pernah mengatakannya?"

"Mengatakan tubuhku jelek?" Ellie bertanya memastikan. "Pernah. Tapi bukan itu poinnya. Aku tidak akan peduli bagaimana kau menilaiku. Ternyata hanya padamu aku bisa bercerita tentang semua ini. Lagipula, hanya kau yang tahu masalahku ini. Jadi kau harus membantuku."

"Tidak, Ellie. Aku tidak mau melakukannya," ucap Alec bersikeras. "Aku juga punya moral dan batasan, kau tahu? Kau butuh terapi!"

Ellie mendecak kesal. "Aku tidak akan jadi menyukaimu setelah ini. Kuharap kau juga begitu."

"Aku tidak menyukaimu!" tegas Alec. "Maksudku, aku suka padamu, tapi bukan dalam hal itu."

Ellie memotong kalimat berbelit Alec. "Ya, ya, ya aku mengerti. Sekarang cepat bantu aku!"

Jump Then Fall ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang