JTF; 02

7.5K 285 12
                                    

"They look at women's bodies, evaluate, move on; their own bodies are not looked at, evaluated, and taken or passed over. But there is no "rock called gender" responsible for that,"
Naomi Wolf

•BEFORE—High School•

​"Aku hanya tidak yakin, oke?"

​Peter mendekatkan dirinya pada Ellie, memangkas lagi jarak di antara keduanya. Kini lutut keduanya beradu.

​Ellie berada di rumah Peter, menghabiskan Sabtu malam bersama-sama. Orangtuanya sedang pergi sehingga mereka di rumah sendirian. Keduanya sudah berpacaran sekitar tiga bulan. Peter salah satu atlit sekolah. Tubuh atletis dan kepopulerannya tentu saja menarik banyak perempuan di sekolah. Entah berapa banyak gadis menyebalkan yang mencoba menyabotase Ellie—termasuk Lena.

​Karena Ellie tinggal di kota kecil. Kebanyakan teman-temannya adalah orang-orang lama yang sejak awal dikenalnya. Lena masih saja mengganggap Ellie jelek, seperti yang selalu dikatannya saat SMP.

​Masuk SMA, Ellie menjadi populer, bahkan sebelum ia berpacaran dengan Peter. Ketidaksukaan Ellie terhadap tubuhnya menjadi alasan ia ingin berubah. Semenjak masuk SMA, Elie semakin rajin berolahraga dan selalu dalam diet ketat hingga tubuhnya kini menjadi idaman banyak gadis di sekolah. Meski bukan seperti yang ia harapkan—seperti model—setidaknya ia bisa membuat iri gadis lain. Bahkan ketua pemandu sorak pun mengajak Ellie secara langsung untuk menjadi anggota. Hanya saja ia tidak berminat bergabung. Ellie tidak mau mempertontonkan kekurangannya di hadapan orang banyak hingga orang lain bisa memperhatikan dan mulai menghakimi.

​Kembali ke Peter, sejak awal mereka resmi berpacaran, ia selalu mengajak Ellie untuk bercinta. Bukan Ellie tidak mau. Ia sungguh menginginkannya. Banyak gadis bersedia melakukan apa saja untuk tidur dengan Peter, Ellie tidak mungkin melewatkan kesempatan.

​Hanya saja, sesuatu dalam dirinya masih menolak. Pikiran-pikiran buruk selalu menghampiri Ellie ketika ia memikirkan hal yang berkaitan dengan tubuhnya. Ellie tidak mau Peter melihat dirinya lalu punya hal untuk diejek di depan teman-temannya. Tentu saja Ellie tahu obrolan para lelaki di ruang ganti baju. Demi Tuhan ia tidak mau menjadi salah satu objek pembicaraan mereka.

​"Kenapa kau tidak yakin? Ini kali pertamamu?" tanya Peter.

​Ya. Tapi Ellie menggeleng. Aturan pertama, jangan pernah beri tahu lelaki kalau kau masih perawan.

​"Babe, kita sudah berpacaran tiga bulan. Bukankah kurasa ini waktunya?"

Ellie tidak menjawab. Pikirannya berkecamuk.

​Peter menangkupkan tangannya ke pipi gadis itu, "Tidak ada siapa pun yang kuinginkan kecuali kau, Ellie. Kau membuatku gila, kau tahu itu?"

​Seketika Ellie merasakan wajahnya memerah. Ellie seharusnya tahu Peter hanya berkata manis untuk melancarkan aksinya. Tapi rasanya menyenangkan melihat laki-laki merayu dan bertekuk lutut kepadanya.

​"Kau hanya mengatakannya agar aku mau tidur denganmu, bukan?" goda Ellie.

​Peter menyeringai. "Aku tidak akan melakukan apa pun tanpa persetujuanmu, meski itu menyiksaku."

​Ellie terdiam. Peter mulai memainkan tangannya mengusap rahang gadis itu lalu turun perlahan ke tengkuknya. Ellie masih tidak merespon meski napasnya kini dua kali lebih cepat dan ia menggigit bibirnya erat.

​Peter melihat perubahan pada wajah Ellie. Ia menyeringai dan menggoda, "Kau menyukainya?"

​Ellie mengangguk kecil.

​"Aku menginginkan jawaban yang jelas," goda Peter.

​"Ya," jawab Ellie pelan—nyaris seperti sebuah bisikan.

Jump Then Fall ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang