JTF; 17

2.9K 103 4
                                    

​"Friendship is the wine of life."
Edward Young

"Kau mau ke mana?"

​Ellie yang sedang memakai sepatu hak melirik Alec sekilas sebelum menghiraukannya. Ia sedang tidak ingin banyak berdebat karena Alec pasti akan melarangnya pergi. Hal terakhir yang ingin Ellie lakukan adalah berdiam diri di rumah dan menangis. Jadi ia tidak akan melakukannya, setidaknya malam ini.

​"Ellie?" tanya Alec lagi.

​"Ada janji dengan temanku," jawab Ellie sekenanya.

​Tapi Alec selalu tahu jika gadis itu sedang berbohong. Alec memperhatikan Ellie dari atas ke bawah lalu berkata, "Kau tahu kau ini pembohong yang buruk."

​"Alec," Ellie mendesah. "Sekali ini saja biarkan aku sendiri, oke? Aku sedang tidak ingin bertengkar denganmu."

​Alec mengangkat kedua tangannya ke udara. "Aku hanya bertanya."

​"Dan aku sudah menjawab," ujar Ellie membuka pintu hendak keluar dari apartemen.

​"Ellie, ada apa?" Alec menembak. "Kau baik-baik saja?" ia seakan bisa membaca raut wajah Ellie.

​Ellie terdiam di tempatnya.

​"Aku akan terus menahanmu di sini sampai aku tahu apa yang terjadi padamu. Hubunganmu dengan Nate baik-baik saja?"

​Tanpa bisa ditahan, air mata Ellie mengalir dan ia terisak. Ellie menutup wajahnya dengan kedua tangan dan menahan diri untuk tidak menangis lebih kencang lagi. Ia tidak mau menarik perhatian tetangga dengan menangis di depan pintu.

Dengan panik, Alec menghampiri Ellie dan mendekapnya. "Hei-hei, jangan menangis. Kau bisa ceritakan apa pun padaku."

Alec menarik Ellie untuk duduk di sofa. Gadis itu sedang menenangkan diri dan menghapus air mata yang merusak riasannya. Dengan sabar Alec menunggu Ellie bercerita.

"Kurasa hubunganku dengan Nate sudah berakhir," ujar Ellie lirih.

"Oh," Alec kehilangan kalimat.

Ellie tertawa pahit. "Ironisnya adalah dia menganggapku punya hubungan lebih denganmu."

"Benarkah?" Alec tampak terkejut. Tapi kemudian ia berpikir lagi. Nate ada benarnya untuk menuduh seperti itu mengingat apa yang mereka lakukan tempo hari.

"Apa Nate tahu kita...kau...um," Alec tidak berniat menyelesaikan kalimatnya.

Ellie menggeleng. "Tidak, dia tidak tahu. Dia hanya melihat pesan teks kita saat kita bertengkar dan menyimpulkan sendiri."

Alec mengerucutkan bibirnya sambil mengangguk. "Ya, dia ada benarnya juga," ujar Alec. "Tingkahmu kemarin benar-benar sukses membuat gadis-gadis ketakutan padaku."

Ellie terkekeh. "Ya, saat yang menyenangkan."

Hening di antara mereka. Ellie tenggelam dalam pikirannya. Kini setelah bercerita pada Alec, ia baru menyadari kalau perilakunya kemarin memang sedikit melewati batas, meski itu hanya candaan. Tentu saja Nate akan mengganggapnya selingkuh hanya dengan membaca pesannya dengan Alec. Bodohnya ia tidak berpikir sejauh itu. Selama ini Ellie merasa Nate tidak pernah keberatan dengan hubungannya dengan Alec. Tapi rasanya wajar jika Nate merasa terancam dengan keberadaan Alec di hidup Ellie. Hanya saja Ellie tidak akan pernah meninggalkan Alec demi orang lain, seberapa pun ia menyukai seseorang.

"Kau tidak mau bertemu temanmu, 'kan?" tanya Alec memecah keheningan. "Kau mau mabuk, bukan?"

Ellie tidak menjawab.

"Ellie," ujar Alec tidak sabaran karena Ellie hanya terdiam di tempatnya. "Kau tidak boleh terus melakukannya setiap kali kau punya masalah."

"Aku hanya mau minum," Kilah Ellie. "Aku tahu memang sikapku berlebihan. Aku baru kenal Nate berapa lama? Satu bulan? Tapi aku rela melakukan apa pun dan merasa putus asa saat tidak bisa memberikannya apa yang ia mau."

Jump Then Fall ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang