JTF; 25

2.3K 106 7
                                    

"He could no longer pretend not to have been brought to his knees by her blows, and he could no longer avoid the sentiments that his heart forced him to feel."
— Mirella Muffarotto

Pada akhirnya, Alec mengalah dan meminta maaf karena bertindak terlalu posesif terhadap Ellie. Meski Alec sebenarnya ingin menyeret Ellie dan membawanya pulang ke apartemen, tapi ia menahan diri. Mungkin ada baiknya Ellie pergi dan bersenang-senang. Mungkin hal itu bisa membuat sang gadis teralihkan dari pengalaman buruknya.

Ellie bersikeras agar Alec ikut dengannya. Tapi pria itu tetap menolak. Alec sedang tidak ingin berpesta. Yang ia inginkan sebenarnya adalah menghabiskan waktu berdua saja dengan Ellie dan mungkin mendengarkan gadis itu berceloteh tentang apa pun. Alec lebih senang jika bisa melihat Ellie di apartemen, dalam keadaan senang dan sadar.

Alec menatap sosok Ellie yang masuk ke dalam taksi. Pria itu menahan pintu mobil sejenak, "Jangan terlalu mabuk dan usahakan untuk pulang, oke? Kau masih harus bekerja besok!"

"Yes, dad!" cibir Ellie.

Alec mengerang. Ia kesal karena Ellie tidak mendengarkannya. "Serius, Ellie! Dengarkan aku atau aku akan menjemputmu paksa ke sana dan menyeretmu pulang."

"Alec!" sergah Ellie. "Aku bisa jaga diri. Lagipula aku bersama teman-temanku. Kita hanya akan minum-minum, bersantai, dan mengobrol. I promise."

"Fine," ujar Alec pasrah. "Hubungi aku jika kau butuh apa pun."

Ellie mengangguk. "Tentu. Bye, Alec."

Menjelang dini hari, Alec terbangun dari tidurnya. Ia tidak bisa tidur dengan nyenyak karena kepalanya terus memikirkan Ellie. Ia mengecek ponsel, tidak ada notifikasi apa pun dari Ellie.

Alec bangkit dari kasur. Ia melihat jam di nakasnya lalu berjalan keluar kamar. Suasana ruang tengahnya sepi. Alec mengetuk pintu kamar Ellie. Setelah beberapa kali mengetuk tanpa jawaban, ia membukanya. Pintunya tidak dikunci dan ranjangnya rapi. Ellie belum pulang.

Berjalan ke pantri, Alec mengisi gelas dengan air dan mengeluarkan ponsel untuk menghubungi Ellie. Tidak ada jawaban, hanya nada monoton yang terdengar. Perasaan Alec tidak enak. Panik mulai menghampirinya.

Alec tahu bukan kali pertama Ellie bertindak seperti ini. Bahkan, ini yang selalu dilakukan Ellie dulu. Pergi ke bar, mabuk, dan pulang saat dini hari. Entah apa yang dilakukannya semalaman di luar sana, Alec tidak pernah mau tahu dan peduli.

Hanya saja setelah Alec tahu apa alasan di balik kebiasaan Ellie, setelah apa yang Nate lakukan padanya, Alec tidak mau Ellie kembali ke kebiasaannya dulu. Entah mengapa ia merasa sangat bertanggungjawab dengan kondisi Ellie dan bersikeras harus menolong sang gadis.

Begitu Alec mencoba menghubungi Ellie lagi, pintu apartemen terbuka. Ellie masuk sambil sempoyongan dan menghela napas saat melihat Alec berdiri di pantri.

"Kau tidak tidur?" tanya Ellie.

"Dari mana saja kau ini?!" Alec balik bertanya dengan nada marah.

Ellie mengangkat telunjuknya ke depan bibir. "Sshh, jangan keras-keras," gumamnya. Jalannya sedikit sempoyongan dan matanya setengah terpejam.

"Kau mabuk, Ellie?!" seru Alec.

Menjatuhkan diri di sofa, Ellie mengerang. "Alec, aku mohon! Jangan mempersulit, oke?" ucapnya merujuk pada situasi mereka. "Be a good boy and bring me water."

Alec menghela napas. Ia mengambil gelas dan mengisinya dengan air. Setelahnya ia mengambil botol aspirin lalu menghampiri Ellie.

"Terima kasih," gumam Ellie sambil menerima gelas dari Alec. "Apa jadinya duniaku tanpamu."

Jump Then Fall ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang