JTF; 18

3.2K 115 2
                                    

"How I'm feeling and my pride is the one to blame. And I still don't understand. Just how your love could do what no one else can."
— Beyonce

•MATURE CONTENT•

​"Nate, aku mengirimkan naskah yang sudah disunting. Ted menginginkan naskah itu dikirim ke bagian penerbitan secepatnya. Kau bisa mengeceknya sebelum pulang?" Ellie sebisa mungkin menahan diri agar suaranya tidak gemetar. Tatapan Nate membuatnya terintimidasi. Kemarahan masih menguasai Nate.

​"Akan aku cek secepatnya," ujar Nate dingin.

​"Nate..." sela Ellie sebelum Nate berjalan meninggalkannya. "Aku tidak mau hubungan kita berakhir tidak baik. Kau bosku, aku tidak bisa bekerja dengan situasi seperti ini."

​Helaan napas Nate membuat jantung Ellie seakan dihantam batu besar. "Ya, kurasa hubungan kita seharusnya tidak pernah terjadi. That's on me. I'm sorry."

​"Bukan itu maksudku...Nate—" sela Ellie namun tiba-tiba seorang wanita menghampiri mereka. Ellie ingat wanita itu dari salah satu rapat. Kalau tidak salah namanya Aubrey dan ia seorang pimpinan redaksi bagian non-fiksi.

​"Hai, Ted menunggumu di ruang rapat," ujar Aubrey pada Nate.

​Ellie memperhatikan wajah Nate yang sontak tersenyum begitu melihat Aubrey. "Ya, sebentar lagi."

​"Oh, ya. Aku sudah pesan meja di Portale untuk makan malam. Kali ini kau harus datang tepat waktu! Aku tidak mau ditinggalkan sendirian."

​Makan malam? Nate berdua saja dengan Aubrey? sesuatu dalam diri Ellie bergejolak.

​Entah apa yang ada dipikiran Nate, pria itu memegang lengan Aubrey dan meremasnya pelan di hadapan Ellie. "I promise," ujarnya mengecup cepat pipi Aubrey.

What? The? Fuck?! batin Ellie mengumpat kesal.

​Begitu Aubrey pergi dan Nate hendak berjalan ke ruangannya, Ellie berseru. "So, that's it? Hubungan kita berakhir begitu saja dan kau sudah punya penggantiku?"

​"Apa yang kau harapkan? Aku tidak bisa berpura-pura melupakan apa yang aku lihat sementara kau tetap tinggal dengannya. Aku tidak mau terseret dengan hubungan anehmu dengan teman serumahmu itu," ucap Nate ketus.

​Tahan, Ellie! Kau tidak boleh menangis di sini! batin Ellie menguatkan diri.

​Secepat mungkin Ellie merapikan barang-barangnya. Pandangannya mengabur, tapi ia berusaha menahan agar tidak menangis. Dadanya sesak.

​Tidak kuat dengan kondisi dirinya yang dilanda syok, Ellie berlari ke kamar mandi dan menuangkan seluruh emosinya di sana. Beruntung kamar mandi kosong karena jam pulang kerja sudah lewat.

Kenapa juga ia harus menangisi hal bodoh seperti ini? Batin Ellie. Dalam hatinya ia merasa menyesal harus tertarik pada Nate. Seharusnya ia tidak pernah repot-repot jatuh cinta pada pria. Pria manapun tidak mungkin mengerti keadaannya.

Setelah lebih baik, Ellie menghubungi Alec untuk meminta menjemput, tapi cowok itu tidak juga menjawab. Akhirnya Ellie keluar dari kantor, memberhentikan taksi dan menuju ke apartemen. Sepanjang jalan tangisnya tidak henti. Meskipun ia tahu supir taksi pasti bertanya-tanya, ia tidak peduli. Ia bersyukur supir taksi itu tidak bertanya apa pun.

Alec baru menghubunginya kembali saat Ellie sampai di apartemen.

"Hei, maaf tidak menjawab. Aku baru selesai pemotretan," ujar Alec.

"Tidak apa," suara Ellie parau dan serak.

Alec menyadari itu dan bertanya, "Ellie, ada apa?" nada suaranya khawatir.

Jump Then Fall ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang