Chapter 1 - Pertemuan

48 8 9
                                    

"S—Siapa kamu?!" Aruo terkejut ketika melihat seorang anak yang berpenampilan sama persis seperti dirinya.

"Aku? Aku adalah serpihan kaca yang kamu bersihkan setiap harinya," menundukkan kepala, " terima kasih untuk itu."

Aruo menatapi anak itu. Dia merasa bahwa anak tersebut adalajzdfh sebuah sosok yang disebut sebagai Yuo. Namun, Aruo masih belum yakin dia baik atau buruk.

"Tidak. Jika dia berada di kamar kakek dan dibiarkan pada tempat terbuka, pasti tidak berbahaya atau baik," ucap Aruo sendiri kepada dirinya.

"Angkatlah kepalamu," tersenyum, "bisa jelaskan siapa dirimu?"

Makhluk itu terkejut. Untuk anak berusia 10 tahun, Aruo sungguh pemberani. Dia tersenyum dan mulai memperkenalkan dirinya, "aku adalah sebuah serpihan dari cermin legendaris. Karena kamu selalu membersihkanku setiap hari, secara tidak langsung aku telah mengikat kontrak denganmu."

"Kontrak?"

"Ya, kontrak." Yuo itu berjalan mendekati Aruo dan berlutut, "mulai sekarang kamu adalah tuanku. Berikan perintah apa saja kepadaku."

"Tuan?" Aruo terdiam sejenak lalu kemudian terkejut, "jangan mengada-ada. Tolong bersikaplah biasa saja," ucapnya panik.

"Tidak bisa. Kontrak ini sangat penting dan berharga bagiku. Tuan Aruo adalah orang yang pantas memerintahku. Tolong berikan aku perintah."

Aruo berusaha untuk mencerna situasinya. Setelah berhasil memahami apa yang terjadi, dia memberikan perintah pertama. "Kalau begitu, perintah pertamaku adalah mengubah penampilanmu. Memakai wajahku itu seperti menatap diriku sendiri."

"Maaf, tapi sayangnya itu tidak mungkin. Karena saya sebuah serpihan, saya hanya bisa menirukan tuan saya agar mempunyai wujud manusia. Jika tidak, saya hanya bisa menjadi sebuah serpihan."

"Hm, begitu ya ...," Aruo mencoba untuk menerimanya.

"Akan tetapi ...."

"Hm?"

Sebuah asap hitam tipis perlahan menyelimutinya dan menghilang dengan menunjukkan penampilan seorang gadis kecil. "Saya bisa meniru tuan dalam wujud perempuan, saya harap ini dapat memberikan sebuah perbedaan."

Aruo berpikir sejenak. Dia berpikir bahwa dirinya yang berubah menjadi perempuan itu sama saja dengan saudara kembar, jadi itu bukanlah dirinya. "Baiklah, aku terima."

Menunduk, "terima kasih. Apa lagi yang dapat saya bantu, tuan?"

"Tolong jangan panggil aku tuan, panggil  saja aku Aruo. Aku tidak ingin kita formal."

"Baik, Aruo," menunduk memberi hormat.

Sedikit merengut, "termasuk sikap, cara bicara dan pola pikirmu. Buatlah posisi kita setara," ucap Aruo.

"Aruo memang berbeda dengan anak seusianya, tetapi aku tidak bisa mengubah hingga seperti itu. Hal itu dapat dianggap sebagai pelanggaran kontrak dan merupakan sebuah hal buruk."

"Begitu ...," Aruo berusaha berpikir, "bagaimana jika kamu menjadi adikku? Wujud perempuan yang kamu ambil dapat dianggap sebagai saudara kembar, lalu jika aku dianggap lebih tua karena lahir terlebih dahulu tidak ada masalah, kan?"

Dia mengangkat kepalanya, "anda memang cemerlang. Baiklah, saya menerima usulan itu."

Aruo langsung tersipu malu. Sepertinya dia akan melakukan sesuatu, "k—kalau begitu, to–tolong panggil aku ka—kakak," ucapnya malu-malu.

Pecahan cermin itu menatap Aruo polos, lalu tersenyum ketika berhasil mengetahui artinya. Itu adalah salah satu keinginan tersembunyi dari Aruo.

Dia mencoba mencari tahu apa yang Aruo inginkan, lalu tersenyum ketioa mengetahui jawabannya. "Baiklah, kakak!" itu adalah keinginan tersembunyi dari lubuk hati Aruo.

Aruo berbalik. Dia merasa sangat senang dan malu mendengarnya. Karena kakaknya selalu sibuk sedari kecil, Aruo sering berpikir, "bagaimana rasanya jika memiliki saudari yang lebih muda? Apakah dia dapat terus bermain bersamanya?" lalu keinginan itu telah terwujud saat ini.

Mengenggamkan tangannya di antara paha, "apa ada yang bisa kubantu lagi, kak?" dia tersenyum manis.

"U—Untuk hari ini tidak ada lagi! Aku harus segera pulang!" Aruo memalingkan wajahnya.

Sosok adik perempuan yang imut tengah diperankan dengan baik di hadapannya. Aruo benar-benar terkejut dan bahagia hingga berpikir ini tidaklah nyata.

"Baiklah. Kalau begitu," melangkahkan kakinya dan meletakkan telapak tangannya di punggung, "selamat malam, kak," dia mengecup pipi Aruo.

Wajah Aruo memerah. Sosok gadis berambut hitam yang manis–adiknya memberikan ciuman selamat malam yang selalu dia idam-idamkan. Wajah adik itu tersenyum lebar penuh semangat dan bahagia.

Padahal itu adalah salah satu Ruo, tetapi Aruo benar-benar merasa bahwa dia adalah adik perempuannya. Aruo merasa sangat bahagia.

Ketika Aruo mengambil barangnya yang tertinggal dan keluar melalui pintu depan, "apakah tidak ada yang tertinggal lagi?"

"Tidak ada."

"Benarkah? Bukannya masih ada, ya. Contohnya ... namaku?"

Aruo langsung diingatkan hal penting. "Benar juga! Kita belum menentukan namamu!" ucapnya menepuk kepalan di atas telapak.

"Amu," tersenyum lalu berbalik, "Amu Dansoki. Itulah namamu," Aruo melangkah pergi.

Makhluk itu berusaha mengingatnya lalu memiringkan kepalanya dan tersenyum, "Amu, ya? Nama yang bagus! Juga imut!"

Saat Aruo telah menjauh, "selamat tinggal, kak! Amu akan menunggumu minggu depan!" Amu masuk dan menutup pintunya. Dia mematikan lampu bercahaya hangat di dalam ruangan itu.

Aruo membeku beberapa saat lalu berjalan selayaknya orang kedinginan, padahal malam ini terasa hangat. Otaknya berusaha untuk merespon sambil melangkah pelan. Lalu sesaat kemudian saat angin sejuk berhembus, wajah Aruo justru memerah dan terlihat lebih hangat dibandingkan malam ini.

Dia terduduk sambil menutupi wajahnya, "apa ini? Aku mempunyai adik manis dengan nama imut bernama Amu? Dari mana pikiran nama itu berasal?!"

Ketika selesai membersihkan kotak dan hendak masuo ke dalamnya, hidungnya terasa gatal disusul sebuah bersin. "Apa ini? Aku baru mendapatkan nama hari ini, apakah kakak sedang membicarakanku?"

Wajahnya langsung memerah dan terkekeh, "hahaha ... sepertinya dia sangat menyayangiku."

Arzure [END]Where stories live. Discover now