Chapter 16 : Dorongan Kegelapan

21 3 13
                                    

"Aghk!"

"Bagus, itu orang terakhir."

"Harzel, orang-orang ini kita apakan?" ucap pria tinggi kurus kepada seorang wanita.

"Hm ... entahlah. Menurutmu, Chokie?"

"Ahaha!" remaja laki-laki tertawa terbahak-bahak, "mari cincang-cincang!"

Pria tinggi tadi menepuk kepala, "itu hanya membuang-buang waktu. Kalau begitu, lebih baik kita melanjutkan perjalanan."

"Ehh, apa maksudmu Arce?"

"Dia benar. Target kita akan kabur jika kita membiarkannya terlalu lama."

"Bahkan Harzel juga ...!" mengeluh, "huh, kalian tidak seru!"

"Dia benar," suara misterius dari atas gedung. "Lagi pula, aku sudah mendatangi kalian sendiri."

"Hoo," pria tinggi bernama Arce menggenggam pedang besar dengan satu tangan. Dia tersenyum.

"Heh, tampaknya mangsa kita menyerahkan dirinya," wanita bernama Harzel merasa bahagia.

Chokie menggila karena kegirangan. "Ahahaha! Cepat beritahu lokasi serpihan kaca lalu biarkan aku memotong-motongmu!" ucapnya sambil mengeluarkan dua pisau.

"Enak saja. Aku tidak menyerahkan diriku," ucap Aruo angkuh.

"Tcih!" Chokie langsung melesat ke atas gedung. Pisaunya telah mengayun ke arah leher Aruo dengan wajah yang terlihat sangat sadis bahagia.

Ctakk! Door!

Serangannya di tangkis dan sebuah peluru melesat dengan supercepat ke arahnya.

"Apa itu?!" Chokie melompat mundur dengan wajah jengkel.

"Kamu pikir ingin ke mana? Ini masih belum selesai!"

Seorang wanita muncul di belakang Chokie sambil membawa belati di kedua tangannya. Dia mengayunkan kedua belatinya dan Chokie menangkis, tetapi dari atas muncul dua belati yang melesat jatuh.

Arce mengibaskan pedangnya, menyebabkan hembusan angin yang mengarah ke belati tersebut. Namun serangan itu tidak berpengaruh.

"Apa?! Itu hembusanku yang kuat, lho!"

Tersenyum, "hah, tidak cukup kuat untuk membelokkan belatiku."

Wajah wanita itu terlihat. Itu adalah Yamu. Dari atas gedung yang gelap, terlihat sebuah mata merah menyala milik Kyula.

Dari samping Yamu, muncul Harzel yang melesatkan lengannya ke arah Yamu. Dia dengan sigap menangkis serangan Chokie dan menghindarinya. Chokie terpukul mundur dan belati Yamu yang terjatuh terhembus oleh pukulan dari Harzel.

"Kecepatanmu lumayan, tetapi pukulanmu hebat juga, ya," puji Yamu.

"Kamu juga. Kekuatanmu tidak seberapa, tetapi kecepatan dan responmu sungguh luar biasa."

Yamu menajamkan matanya. "Orang ini berbahaya," adalah hal yang terlintas pada pikiran Yamu.

Yamu mendarat di tanah dengan Harzel di seberangnya. Chokie juga mendarat dan dengan Arce di hadapannya mereka membentuk persegi. Mata merah menyala dari atas gedung siap siaga mengawasi segala gerak-gerik di bawah.

Aruo menatap dari atas gedung Yamu dan musuh-musuhnya di bawah mereka.

"Hei."

"Hm?" mereka semua menghadap ke arah Aruo.

"Apa yang kalian rencanakan terhadap Amu?"

"Itu bukan urusanmu," jawab Arce datar.

Aruo tertegun. Dia menutup mulutnya.

Tersenyum, "hah, benar. Lebih baik kau diam, sebelum aku menutup mulutmu it—hw!" sesuatu yang gelap menghalangi mulut Arce berbicara.

"Apa itu?" batin Yamu.

Aruo melompat turun dari atas gedung. Dia melangkah mendekat ke arah Arce. Yamu dan Harzel ingin bergerak, tetapi kaki mereka terasa seperti terhalang.

"A—apa ini?!" seru Chokie.

Aruo mengangkat dagu Arce yang terduduk. Dia menatapnya dengan mata biru berapi. "Kalian ingin mengambil adikku dan kamu bilang itu bukan urusanku?"

Menampar Arce, "siapapun yang ingin mengambil adikku, harus menghadapiku terlebih dahulu!"

Objek gelap yang menahan seluruh tubuh mereka menghilang. Yamu dan Harzel menerjang dan saling beradu kekuatan. Chokie yang bersiap untuk membabi buta kehilangan Aruo di hadapannya.

Sebuah peluru menghalangi gerakan Chokie. Arce yang bingung berdiri dan siaga dengan pedang besarnya. Dia tersenyum penuh percaya diri sebelum terlambat menyadari Aruo sudah berada di sisinya dan menendangnya dengan santai.

"Kamu bilang ini bukan urusanku, 'kan?" Aruo menginjak kepala Arce hingga mencium tanah.

"Uh!" pantat Arce ditendang. "Adikku yang telah kurawat dan kusayangi setiap hari." Menginjak-injak kaki Arce. " Kubesarkan dia selama 5 tahun dengan penuh cinta kasih."

Menekan punggung Arce. "Lalu kau bilang, itu bukan urusanku?!" mata Aruo melotot.

Dia menenangkan dirinya. "Biar kuberitahu kamu—"

Chokie menerjang Aruo dengan pisau, namun gagal mengenainya. Dia sudah berdiri di membelakangi Chokie. "Siapapun yang mengganggu adikku ...."

Arce bangkit dan segera mengibaskan pedangnya ke arah Aruo. Lagi-lagi Aruo menghilang entah ke mana.

Di atas gedung, mereka melihat cahaya bulan meredup. Awan menutupinya sehingga bagaikan malam tanpa cahaya.

Aruo menutup kelopak matanya. Api berwarna biru meredup. Digantikan dengan api gelap di sekeliling tubuhnya. Sesuatu yang hitam pekat menyelimuti sekujur tubuh Aruo, membuatnya tidak terlihat seperti manusia lagi.

Namun, bayangan itu mulai menghilang. Aruo kembali berdiri tanpa apa-apa. Terlihat seperti manusia biasa.

"Ini kesempatan! Mari kita kalahkan dia—" saat Chokie tersadar akan sesuatu di kakinya, dia sudah terlambat karena hal itu telah melahapnya.

Yamu menatap Aruo. Dari jauh, pandangan Kyula juga tertuju kepadanya. Mereka berdua berpikir hal yang sama, "dia bukan Aruo."

Keempat musuh di bawah memandangi Aruo sambil berpikir, "dia bukan manusia."

Tiba-tiba, Arce tersenyum. Yamu waspada, Chokie tertawa lepas. Harzel juga tertawa tak kalah nyaring sambil memutar-mutarkan pedangnya.

Kaki Chokie mulai pulih. "Kemampuan regenerasi?!" gumam Yamu. Dia tersadar ketika mengingat senjata yang tidak wajar di pertarungan, yaitu pisau dapur.

Kyula mengamati dari atas sana. Dia menyimpulkan bahwa Arce bukanlah sebuah pedang besar. Harzel juga bukan seorang manusia, tetapi Kyula masih belum tahu dia itu apa.

Bagaimana akhir dari pertarungan ini?

Arzure [END]Where stories live. Discover now