Chapter 8 : Amu Pertama Kali ke Sekolah

16 4 7
                                    

"Woah ...," mataku berbinar-binar ketika melihat sebuah bangunan yang besar. Dia berada di tengah pagar sekolah.

Di sekitarnya terdapat beberapa jenis bunga di taman kecil dan air mancur yang indah di pusat sekolah. Bangunan yang kulihat terlihat berkilau saat pertama kali kupandang.

Aku memperhatikan seberapa luas dan banyak ruangan yang berada di dalamnya. Ujung yang tak terlihat dan ekpresi kakak yang ikut terkejut membuktikan bahwa ini bukanlah sekolah pada umumnya.

"Apakah ... menurutmu ini tidak terlalu luas?" tanya kakak. Ah, aku sudah menduga itu.

"Ya. Sepertinya sekolah yang kakak kenal juga tidak seperti ini, ya?"

"Benar. Sekolah kakak merupakan sekolah yang cukup bagus, tetapi jauh lebih kecil dari sekolah ini."

Jendela yang jernih, lorong dan halaman yang bersih dan isi ruangan yang terlihat tertata rapi dari kejauhan membuktikan kebersihan dari sekolah ini sangat tinggi.

"Tunggu ...," kakak sepertinya menyadari sesuatu. "Apa pos di depan tadi bukanlah pos pergantian bagian kota, melainkan gerbang sekolah?!"

Kakak baru menyadarinya? Sepertinya sekolah ini jauh lebih menakjubkan dari yang aku kira ....

Meneguk ludah, "Amu, ayo kita masuk," ucap kakak menggenggam telapak tanganku. "Ya," aku menggenggam balik telapak tangannya.

Kami memasuki sebuah pintu yang terlihat sangat indah. Di dalamnya terdapat ruangan yang luas untuk aula sekolah. Terlalu luas, ini seperti dua lapangan sepak bola.

Aku tidak pernah melihat bangunan semewah ini sebelumnya, tetapi entah kenapa aku merasa pernah pergi ke sini? Mungkin dalam wujud pecahan ....

"Amu, hati-hati," ucap kakak menggenggam erat tanganku saat melirik ke arah seseorang. Aku mengikuti arah mata kakak, tetapi orang itu tidak ada dan pandangan kakak sudah kembali ke depan.

Genggamannya semakin kuat, "auh!" "Ah, maaf!" kakak meminta maaf karena menggenggamku terlalu erat.

"Tidak apa, kak. Kakak merasa khawatir, 'kan?" aku menggenggam dan mengangkatnya dengan kedua tangan, "jika ada sesuatu, katakan saja."

Melihat senyumanku, aku dapat melihat kakak melepas nafas lega. Itu juga membuatku merasa lega. Rasanya jiwa kami sedari lama telah terhubung.

...

Perasaan tidak enak apa ini? Aku merasakan sebuah gejolak di bawah kami. Jauh di bawah ... di dalam kegelapan.

"Amu? Amu!"

"Eh, iya kak?!" jawabku kaget.

"Huh ...," kakak menghela nafas, "kamu baik-baik saja? Perlu kubawa ke UKS?" tanya Aruo.

"Kenapa kak?" aku bingung.

"Dari tadi kamu melamun, kupikir kamu memikirkan perkataan mereka."

"Mereka?" mereka siapa?

"Eh? Ah, tidak. Lupakan saja," ucap kakak merangkul pundak membawaku pergi.

***

"Hei! Kamu!" seru seorang laki-laki berwajah rupawan. "Jangan kamu apa-apakan perempuan itu!" lanjutnya.

"Hah?" setelah itu aku terdiam. Kakak menatap laki-laki itu datar sebelum kembali melanjutkan.

Dia menggenggam tangan kakak yang merangkulku, "tunggu." Tatapannya terlihat mengintimidasi.

"Anu ...," aku memberanikan diri berbicara, "apakah kamu ada perlu dengan kakakku? Kami ada kelas hari ini."

"Apa? Kakak?" tanya laki-laki itu terkejut. Dia menatap kakak yang masih memandangnya dengan datar, "jangan tertipu!"

"Diam!" bentakku. Aku tidak tahu kenapa, tapi aku merada membenci orang sepertinya.

"Aru, kakak yang urus. Kamu lebih baik pergi ke kelas saja."

"Tapi, kak ...."

Menepuk kepalaku, "pergilah." Dengan enggan, "baik ...."

Setelah itu aku tidak tahu apa yang terjadi. Namun yang lebih penting, aku tidak akan bisa bertemu kakak kembali jika terus-menerus tersesat seperti ini!

"Anu ...," seorang gadis memanggil, "jam pelajaran akan dimulai sebentar lagi. Kenapa kamu masih berkeliaran di sini ...?"

Aku terkejut, "eh? Sudah setelat itu, ya?!"

"Kamu anak kelas berapa?" tanyanya. "Kelas 1-A," jawabku.

Dia sontak menggenggam tanganku sambil menatap dengan mata berbinar-binar, "kita sekelas! Bisakah kamu mengantarkanku ke kelas?"

"Eh ... sebenarnya aku juga tersesat."

"... ah ... begitu ... ya," perempuan itu langsung terlihat layu. Tiba-tiba dia kembali semangat, "tidak apa! Jika kita bisa menemukan kelas dan kita memberitahu bahwa kita tersesat, kita pasti akan terhindar dari hukuman!"

Sepercaya diri itukah? Tidak, apakah hukumannya semengerikan itu?

Aku melihat ke arah jam dinding. Terlihat jam menunjukkkan pukul 08.40 yang artinya kelas akan dimulai dalam 20 menit lagi. Aku menanyakan di mana kelas kami seingatnya, tetapi jawaban yang kudapatkan tidak terduga ....

"Saat ini kita berada di tengah ... oh iya! Kelas kita berada paling ujung sebelah kanan, sekitar ... 650 meter!"

"Apa ...."

Dia menggenggam tanganku, "bersiaplah ...," perempuan itu menyiapkan posisi kuda-kuda untuk berlari.

"Eh, tunggu—" "aayooo!" dia menerjang lorong dengan kecepatan kilat. Tidak, aku yakin sekali baru saja melihat kilasan kilat!

"Yap! Kita sampai!" ucapnya menaruh tangan di pinggang, sedangkan aku tersungkur dengan mata yang berputar-putar. "Aowoa ...."

"Eh? Kamu baik-baik saja?!" tanyanya kepadaku. "Ah, iya ... aku baik-baik saja."

"Hm? Amu? Kamu lama sekali." Mendengar suara seseorang menyebut namaku, aku berusaha melihat orang itu. Ketika pandanganku sudah kembali, terlihat kakak sedang duduk di kursinya.

"Oh, kakak! Eh ... luka itu ...!"

"Oh, ini? Tidak usah dipikirkan."

"Tapi!" kakak menarikku dalam pelukannya, "jangan dihiraukan," aku merasa malu didekap di depan seluruh isi kelas.

Bel berbunyi, kakak melepaskan pelukannya yang terus dilakukan selama 15 menit. Menyisakanku yang terdiam memegangi wajahku yang memerah.

Perempuan tadi terlihat menutup ingin tertawa. Aku hendak menegurnya, tetapi tidak kuasa melawan rasa malu ini.

***

30 menit yang lalu ....

Dua orang pria sedang berhadapan di sebuah lorong. Mereka saling menatap dengan tatapan tajam.

Beberapa orang laki-laki berdiri dan datang di belakang salah satu orang tersebut, sementara orang lainnya tetap sendirian.

Dinding dan lantai sekolah begitu cerah. Hingga sinar matahari yang berasal dari jendela dan pintu kaca membias masuk. Tanpa sadar, sebuah bayangan kegelapan muncul pada sela-sela ruangan. Terlihat kepala seseorang yang sedang mengintip dengan senyuman mengerikan.

Laki-laki yang berada di depan banyak laki-laki lainnya menghantamkan genggaman tangannya di dada, "lepaskan gadis itu!"

Sementara laki-laki yang berada di sisi lain mengeluarkan sesuatu yang tidak pernah dia pegang sebelumnya, sebuah belati. "Tidak akan kulepaskan, lagi. Tidak akan!"

Arzure [END]Where stories live. Discover now