Chapter 34 : Case 1 - Batu, Gunting, Kertas (2)

11 2 12
                                    

"Gunting, batu, kertas ... kertas, gunting, batu ... batu, kertas, gunting ... batu, gunting, kertas ...."

"Aruo, apa yang kamu gumamkan?" tanya Keyla.

"Gunting, kertas, batu ... kertas, batu, gunting ... oh, tidak. Hanya memikirkan kombinasi dari nama-namanya."

Keyla mulai mengabaikan, "kita sudah hampir sampai. Pak, taksi ini cepat juga," ucapnya memberi senyuman kepada pengemudi taksi.

Pengemudi taksi itu tersenyum. "Ohoho, terima kasih nak. Saya sudah berada di sini selama belasan tahun, jadi sudah mengetahui seluk-beluk kota ini."

Mendengar kisah Pak Supir, Keyla tertarik dan bertanya tentang tempat tujuan mereka. "Ah ... tempat itu adalah rumah dari sebuah keluarga yang dulu merupakan langgananku, sebelum akhirnya penurus dari kepala keluarga itu sukses mencapai karir yang dia inginkan dan mempunyai sebuah kendaraan mobil."

"Meski tidak mewah, tetapi itu cukup untuk mengganti jasa dariku."

Mengingat kata "mewah", Keyla memperhatikan lagi mobip yang dipakai supir itu. "Bapak sudah mempunyai mobil semewah ini, kenapa masih menjadi supir taksi?"

"Gunting, batu, kertas ... oh, benar! Aku juga ingin tahu alasannya!"

Aruo merasa tertarik, sementara Keyla menatapnya karena masih saja menggumamkan kombinasi itu.

"Mobilku tentu saja tidak bisa didapat dari penghasilan taksi biasa. Ini hasil dari pekerjaanku menjadi supir khusus lembaga dektektif."

Keyla menaikkan sebelah alis, "jadi, bapak merupakan supir taksi dari lembaga?"

"Iya, tetapi kalian harus tetap membayar. Oh, jangan khawatir, bayarannya sama seperti taksi biasa."

Mereka telah sampai. Rasa curiga Keyla semakin kuat. "Kalau begitu, dari mana bapak mendapatkan mobil ini?"

Supir itu membukakan pintu mobil tersenyum. "Aku mendapatkan bonus 2-3% dari total setiap pendapatan dektektif yang kuantar," tersenyum lebar, "oleh karena itu, tolong selesaikan kasus ini, ya!"

Usai mengatakannya, dia kembali masuk ke dalam mobil dan melaju pergi meninggalkan mereka bertiga. Amu menghela nafas. "Akhirnya selesai juga interograsinya."

Setelah Amu mengucapkan itu, Keyla bertanya. "Jadi bagaimana, apakah data-nya cocok?"

"Ya. Bisa dipastikan," mengambil selembar kertas, "2-3% untuk supir, 5% kepada resepsionis, dan 2-3% untuk perusahaan. Sisanya, yaitu 90% diberikan kepada kita."

Keyla bertanya, "kenapa perusahaan mengambil 2-3% saja? Padahal kupikir mereka akan mengambil hingga 40%."

"Karena penghasilan mereka tidak hanya sekelompok orang, jadi penghasilan yang mereka dapatkan saat ini sudah tinggi. Selain itu angka pada selembaran kasus ini sudah dibulatkan ke atas, artinya kita memiliki sedikit bonus," jelas Aruo.

"Namun aku tidak mengerti, kenapa resepsionis mendapatkan persentase lebih banyak daripada lembaga? Aku tidak mengerti," gumam Aruo.

Keyla berpikir, "hm ... kemungkinan karena mereka yang bernegosiasi langsung kepada jumlah hadiah yang ditawarkan."

"Masuk akal," Amu bertanya, "tetapi aku masih tidak mengerti. Dari semua penjelasan tadi, semua orang yang terlibat mempertaruhkan nyawanya, termasuk pengurus lembaga. Lalu, kenapa para dektektif yang mendapatkan hingga 90%?"

"Kalau itu ... aku juga tidak mengerti," ungkap Aruo. "Aku juga tidak tahu," lanjut Keyla.bzoeb a

Saat mereka sedang bern6Apikir, tanpa terasa kaki mereka telah menginjak bagian dalam rumah. "Ah," Aruo menginjak lantai keramik dengan sepatu.

"Selamat datang! Kami sudah ...," semangat pemilik rumah untuk menyambut hilang ketika melihat lantai yang terinjak sepatu. "Uh, uh," sengaja batuk.

"Oh!" Aruo menarik kakinya, dia meminta maaf.

"Ah, tidak masalah. Nanti akan kami bersihkan. Sebelum itu, silahkan lepas sepatu kalian dan masuklah ke ruang tamu."

"Ah, baik," ucap Aruo melepas sepatu diikuti Keyla dan Amu. Mereka mengikuti tuan rumah yang mempersilahkannya.

Sambil berjalan, mereka mengamati sekitar. Tiba-tiba Keyla teralihkan pandangannya oleh sesuatu. "Kenapa di sini ada batu?!" serunya.

Sesuatu jatuh dari hadapan Amu, "hoi! Melempar gunting itu berbahaya!"

Sebuah kertas terbang ke wajah Aruo. "Apa ini?" yang dia lihat hanyalah kertas kosong.

Tuan rumah menghela nafas. "Hah ... maaf untuk itu, tapi ini adalah kasus yang harus kalian selesaikan?"

"Kasus?"

"Ya ...," melihat ke atas, terlihat kertas-kertas yang berterbangan. Terkadang tiba-tiba gunting terjatuh dan memotong kertas itu. "Inilah misteri yang aku ingin kalian selesaikan ...," sebuah batu tiba-tiba berada di bawah kaki Aruo, "kasus Batu-Gunting-Kertas."

***

"Hm ... apakah tidak ada kasus yang lebih mudah?"

"Untuk Nona Silya, ya? Tadi ada seorang pemuda dan dua gadis yang sudah mengambil kasus mudah, jadi hanya ini sisanya. Tentu saja nona juga boleh mengambil, tapi kurasa itu bukan gaya nona."

Bibir kecil itu tersenyum, "aku akan mengambilnya."

"Eh?"

Wajah mungil dengan rambut pirang menatap menatap dengan penuh semangat. "Aku akan mengambil kasus itu."

"Baiklah ... kasus Gunting, batu, kertas, ya? Akan saya siapkan—"

"Ck, ck, ck," resepsionis teralihkan oleh suara decakan dari mulut gadis mungil itu. "Bukan gunting, batu, kertas, tapi batu, gunting, kertas."

"Eh? Saya pikir sama saja—" mengambil kertas itu, "tidak sama."

Gadis mungil itu berbalik. Dia berjalan dan mengambil selembaran itu. "Yah ... tidak masalah jika kamu tidak memahaminya, toh kamu juga gagal menjadi dektektif."

Gadis resepsionis itu tertegun. Dia tidak bisa berkata-kata karena itu benar adanya. Siapapun yang gagal mengikuti tes dektektif ....

...
akan menjadi sepertinya.

Arzure [END]Where stories live. Discover now