Extra Chapter : Taman Bermain

12 2 10
                                    

Aruo dan Amu pergi ke taman bermain berdua. Tetangga misterius mereka berkata akan menjagakan rumah untuknya, jadi mereka bisa keluar dengan tenang.

Amu menarik tangan Aruo, "kak, kak, ayo kita naik roller coaster!"

"E— Eh ...."

Bingung, "kakak takut?"

Aruo membuang wajah berkeringat dingin, "t— tidak ...."

Tersenyum, "kalau begitu ayo naik!" dia menarik tangan Aruo. Aruo hanya bisa pasrah terhadap apa yang terjadi selanjutnya.

Menaiki roller coaster, kereta mulai bergerak. "Aku bisa, aku bisa, aku bisa ...."

Kereta mulai melmbat, menambah ketenangan Aruo. Namun itu tidak berlangsung lama, karena jalur selanjutnya adalah sebuah turunan curam.

Kereta bergerak sangat pelan, "tidak ...."

Sempat-sempatnya Amu memeluk lengan Aruo dan berkata, "menyenangkan sekali, ya!"

Wuuushhh!

Kereta melaju turun. Aruo tetap diam. Bukan karena berani, tetapi dia ketakutan sampai tidak bisa berkata apa-apa.

Kereta kembali menaiki sebuah tanjakan, membuat kereta agak memelan. Akan tetapi, hati Aruo tidak bisa tenang seperti sebelumnya.

Hingga akhirnya ....

WUUOOOOSSSHHHH!!!

Kereta meluncur turun dengan sangat cepat. Aruo ... tertawa!

"Kakak ... aku rasa ini mulai sedikit menakutkan."

"Apa yang kamu katakan? Ini ... sungguh seruu!"

Amu tersenyum masam. Pembatas antara rasa takut dan senang Aruo sudah rusak. Jika dalam keadaan dan kecocokan pola pikir tertentu, hal ini dapat terjadi.

Pola pikir Aruo tentang rasa takut dan kesenangan berbentuk cincin. Jika berputar melebihi 360°, rasa takutnya akan tembus ke tempat rasa senang dan akibat dari satu putaran adalah dipicunya adrenalin.

"Amu! Amu! Lihat! Kita berputar!"

Amu menjadi agak pusing, "wuowaah! Benar!"

Kereta melambat, mereka sudah sampai di tempat pemberhentian. "Kakak, apa yang kamu lakukan? Ayo turun."

Menggoyang-goyangkan kakinya, "ayo sekali lagi!"

Keringat dingin muncul di wajah tersenyum Amu, rasanya agak tidak percaya. "Baiklah, tetapi kita harus mengantri lagi."

Turun, "baik!"

Setelah itu mereka menaiki roller coaster beberapa kali hingga Amu tidak kuat dan menyerah. "Kakak, kita sudahi menaikinya untuk hari ini, ya?" mual.

"Eh~ huh, baiklah." Melompat-lompat ke sekitar, "Amu ternyata tidak kuat yang beginian, ya. Padahal kamu yang mengajak!"

Melirik dari tundukan, "kakak yang berlebihan ...," ucapnya tidak tahu harus merespon apa. Mengangkat kepala, "tidak kusangka kakak bisa kembali menjadi kekanak-kanakan," ucapnya memberikan senyuman khawatir.

Amu sendiri merasa menjadi lebih dewasa. Yah, mungkin dia merasakan itu karena sikap Aruo sedang kekanak-kanakan. Atau ... memang benar?

Menarik tangan Aruo, "ayo, selanjutnya kita naik bianglala!"

Aruo mengangguk, mengikuti Amu. Tiba-tiba dia terdiam. "Ada apa, kak?"

Mengecek dompet, "ah, tidak. Tidak ada apa-apa, ayo naik."

"Baiklah!" Amu memasuki bianglala duluan.

Membayar, Aruo masuk sambil tersenyum. Kedewasaannya kembali saat mengetahui isi dompet yang hampir kosong.

Bianglala mulai diputar, mereka menikmati pergerakannya hingga melihat pemandangan indah ketika sudah menaiki sejauh 90°. Mata Amu tampak berbinar-binar, terkesima dan takjub terhadap pemandangan kota.

Matahari mulai terbenam, bersamaan dengan bianglala yang mencapai puncak. Kota yang disinari oleh cahaya fajar matahari, terlihat sangat indah.

Aruo tersenyum menikmati pemandangan itu. "Andai saja tempat ini buka saat subuh, mungkin kita bisa melihat pemandangan matahati terbit."

Amu merasa antusias, "benarkah itu?!" Aruo mengangguk. Wajahnya semakin berseri. "Kakak! Lain kali kita cari taman bermain yang buka waktu subuh dan ada bianglalanya!"

Tertawa, Aruo mengiyakan mengangguk. Mengelus kepala Amu, tersenyum, tatapannya terlihat sendu. "Nanti, ya."

Amu merasa mengantuk. Tubuh yang lemas tersandar ke bahu Aruo. Wajah tidurnya yang polos terlihat begitu manis.

"Ha ... hum~ ka~ kak ...."

Aruo terkekeh kecil, mendengar igauan Amu. Dia menyandarkan kepala di atas kepala Amu dan merasa mengantuk.

Bianglala telah mencapai tanah. Amu dan Aruo tertidur di dalam. Melihat tingkah tidur mereka, petugas bianglala enggan, merasakan suatu keraguan.

Seseorang datang membisikkan sesuatu ke dalam telinganya. Petugas itu tampak bersemangat dan menarik tuas sambil tersenyum. Bianglala itu kembali berputar. Dia puas dapat mengikuti kata hatinya.

Orang yang membisikkan itu pergi sambil menaruh selembar uang kertas. Petugas melepas topinya membungkuk memberikan terima kasih. Meninggalksn tempat itu, dia melepas kacamata dan topi yang dikenakan dan terlihat rambut panjang terulur.

Wajah wanita itu tersenyum. "Selamat bersenang-senang, kalian berdua."

Yamu meninggalkan taman bermain.

***

Hari sudah pagi dan mereka berdua masih di dalam bianglala. Mereka terkejut ketika melihat petugas dan penjaga di bawah tertidur menjaga mereka.

"Kenapa mereka tidak membangunkan kita?" adalah pertanyaan dalam hati Aruo, tetapi dia tidak berpikir panjang tentang hal itu. Setelah bianglala sampai bawah, dia akan meminta mereka untuk menghentikannya.

Amu yang mengusap matanya membuka mata lebar-lebar. Matanya berbinar melihat sekumpulan awan perlahan ditembus oleh cahaya matahari.

"Kakak! Kakak! Lihat! Matahari terbit!"

Aruo menoleh ke samping kiri, dia melihat cahaya yang berkilau hingga silau. "Meski pemandangannya berbeda dari bagian kota barat, tapi melihatnya terbit dari bagian hutan bagus juga, ya."

Aruo memandangi celah antara pohon-pohon di bukit yang dilewati cahaya bias. Pohon-pohon tampak bersinar karena cahaya dari belakang yang berada di sekitar mereka.

Amu sedikit menggerutu, "padahal mungkin lebih bagus muncul dari samping kanan. Kenapa tidak dari arah yang sama saja?"

Mengelus kepala Amu, Aruo tertawa. "Jangan, nanti hal buruk akan terjadi."

Amu tidak mengerti maksudnya, tetapi dia berusaha untuk tidak memikirkannya. Meski terkadang masih terlintas keinginan memiliki kekuatan yang bisa mengendalikan arah terbit matahari.

Arzure [END]Where stories live. Discover now