Chapter 47 : Case 4 - Dark Dectective (1)

4 2 9
                                    

Raha sudah merasa lebih baik. Hari ini dia pergi bersama Keyla ke lembaga dektektif untuk memberikan laporan. Amu dan Aruo sedang pergi berbelanja.

Amu hari ini banyak tersenyum. Aruo tertarik dan penasaran hingga bertanya kepadanya dengan sebuah senyuman. "Amu terlihat sedang bahagia. Apa terjadi sesuatu?"

Tertawa, Amu berkata, "sudah lama aku tidak berjalan-jalan berdua dengan kakak! Mari kita bersenang-senang!"

Aruo tertegun. Dia menutup mulutnya membiarkan Amu menikmati saat-saat ini. "Begitu, ya ... sekarang aku jarang memperhatikannya."

"Es krim enak, tapi kue bolu juga enak ... terlebih, rasa ...."

"Aku harus lebih mendekatkan diri dengannya!"

"Jadi kakak," menoleh, "pilih yang mana?"

"Eh?" Aruo kikuk.

Semangat Amu yang tadi tiba-tiba runtuh. Aruo panik karena rasanya telah melewatkan sesuatu yang penting.

Menunduk ke depan, Aku tersenyum sendu. "Aku memang membosankan, ya. Kakak terlihat lebih bahagia bersama Raha dan Keyla."

"Amu, bukan begitu— "

"Kurasa seharusnya aku menerima tawaran Kak Yamu," ucap Amu.

"Eh? Tawaran apa? ...." Aruo tidak bisa berkata hal lain, dirinya terdesak.

Amu tersenyum menatap ke depan. "Memang lebih baik meninggalkan kakak bersama Keyla. Manusia bersama manusia, Yuo bersama Yuo. Yah, meski Paman Slash bukan Yuo, sih. Aku yakin suatu hari dia juga akan— "

"Amu!"

"Hm?— " menoleh, wajah tersenyum Amu berubah menjadi terkejut. Dia melihat wajah Aruo ... air matanya mengalir.

Merasa sudah mengatakan hal yang jahat, Amu ingin meminta maaf. Dia menggenggam tangan Aruo dengan kedua telapak tangan dan mengangkatnya. "Maaf ...."

Aruo mengelap air mata dengan tangan kanannya. "Aku yang seharusnta meminta maaf ...."

Amu masih bisa mendengar suara Aruo menangis. Dia memberikan senyuman hangat dan mengangkat telapak tangan Aruo lalu mengelus-eluskan di pipinya. "Tidak. Ini salah Amu, terlalu egois."

Tidak bisa menahan emosi, Aruo langsung memeluk Amu. "Maaf Amu, tidak bisa menjadi kakak yang baik. Aku tidak banyak meluangkan waktu untukmu ...."

Aruo sedikit berlutut untuk memeluknya. Menghargai perjuangan Aruo, Amu meletakkan kepala di samping leher Aruo dan memberikan elusan di punggung Aruo. Amu perlahan menyandarkan kepala dan menutup mata, rasanya sangat nyaman.

Mereka terus begitu hingga beberapa menit, sampai tempat itu mulai ramai dan Amu membawa Aruo pergi agar dia tidak merasa malu. Amu menarik genggaman tangan Aruo, membawanya pergi dengan senyuman.

***

Keyla dan Raha sedang menaiki tangga ke lantai delapan untuk melapor ke resepsionis dan meminta bayaran mereka. Keyla sudah terengah-engah karena kelelahan.

"Biasanya aku tidak akan kelelahan jika hanya menaiki delapan lantai, tapi ini aneh ...."

Raha tertawa. "Kamu tahu berapa tinggi gedung ini? Tiap lantai sudah setinggi rumah lantai dua!"

"Begitu, ya ...," terlihat lesu, "kukira lift di sini lambat, makanya untuk sampai lantai teratas cukup lama, ternyata lantainya yang terlalu tinggi."

Raha menyemangati, "lima lantai lagi menuju ke lantai delapan, semangat!"

"Ya!"

***

Keyla terkapar di depan tangga. "Fiuh ... akhirnya sampai juga!"

Raha tersenyum, "selamat, ya!"

Bangkit, Keyla masih terlihat lesu. "Kupikir menaiki tangga bisa menjadi latihan fisik yang bagus, tetapi jika setinggi ini melelahkan juga."

Saat sedang menunggu Keyla beristirahat, mereka menoleh ke arah orang yang ingin memasuki lift. Orang yang keluar dari lift berbicara kepada orang yang ingin masuk itu.

"Ini sudah yang ketujuh kalinya kamu turun, ya."

"Begitulah. Katanya masih kurang, jadi aku harus balik untuk membelikan staples lagi," ucap orang itu tersenyum kaku.

Keyla menatap datar orang itu masih dalam keadaan lesu. "Bukannya itu orang yang naik lift bersamaan dengan kita yang menaiki tangga? Katanya dia sudah naik-turun sebanyak tujuh kali.

"Hahaha," menarik tangan Keyla, "ikut aku."

Raha membawa Keyla menuju ruangan yang menghadap kaca jendela di ujung gedung. Karena sedang kelelahan, Keyla menyadari jika berjalan dari ujung ke ujung di gedung ini ternyata lama juga.

Raha menunjuk ke gedung di depannya, "lihat itu." Keyla menoleh, Raha melanjutkan perkataannya, "itu adalah lantai 21 hingga 24 dari gedung sebelah."

"Eh? Ternyata benar!"

Raha membawa Keyla kembali ke resepsionis Kasus Mistis dan menyerahkan selembarannya. Keyla juga memberikan selembaran kasus yang telah mereka selesaikan.

"Hm ... berbahaya juga, ya. Aku akan menghubungi markas pasukan khusus nanti," ucap resepsionis itu.

Raha menunduk memberi salam, "terima kasih."

Setelah menerima pembayaran, Raha dan Keyla langsung pergi untuk turun. Karena Keyla sudah tidak kuat lagi, mereka tidak menggunakan tangga.

Saat menunggu pintu lift terbuka, terlihat seorang pria berada di dalam. Keyla tersadar, itu adalah pria yang mengantar mereka kemarin.

Keyla tersenyum dan hendak menyapa pria itu, tetapi Raha menahan tangannya dan menggelengkan kepala. Pria itu berlalu tanpa berkata satu patah pun.

Keyla menoleh ke arah pria itu yang sedang berjalan. "Ada apa dengannya? Juga, kenapa kamu menahanku?" dia melihat Raha, meminta sebuah jawaban.

Dengan tegas, Raha berkata, "pri itu berbahaya. Alasan kalian tidak didekati lagi olehnya, karena kalian bersamaku."

Sebuah pertanyaan muncul di benak Keyla. "Kenapa jika kami bersamamu? Oh iya, sikapnya juga sama saat mengetahui bahwa Amu bukan dektektif saat itu."

Keyla tersadar, "jangan-jangan ...."

Raha mengangkat kepalanya tertawa pelan, "tidak-tidak, aku dektektif asli."

Keyla menghela nafas. Dia kembali melanjutkan pertanyaannya. "Kalau begitu, ada apa?"

Raha kembali menghadap ke depan. Dia memasuki lift sambil menjawab. "Dia salah satu pria yang kucurigai."

"Eh? Curigai tentang apa?" Keyla semakin penasaran.

Raha tidak menjawab, dia berbalik dan menghadap ke pintu lift. Aura Raha yang sekarang terasa sangat berbeda dari biasanya.

Saat melangkah keluar dari gedung, tidak ada kamera cctv di jalan sana. Karena gedung lembaga dektektif kedap suara, cctv di dalam gedung tidak bisa merekam mereka.

Orang-orang yang menjaga kamera pengawas menahan cewa tidak bisa mendengarkannya. Kemungkinan, itu sesuatu yang sangat penting.

Di luar gedung lembaga Raha kembali berbicara, "bisa saja pria itu salah satu petinggi dari dektektif gelap."

Arzure [END]Where stories live. Discover now