Chapter 37 : Case 1 - Batu, Gunting, Kertas (Complete)

9 2 9
                                    

Raha dengan santai memainkan pulpen di tangannya sambil menunggu waktu yang tepat. Senyum kecil terukir di wajahnya.

Pelayan yang meragukan Raha sebelumnya berkumpul di satu tempat. Salah satu dari mereka berbicara, "seperti apa pun, itu baru dugaan. Bagaimana kamu membuktikannya?"

Raha mengedipkan sebelah mata. Sebenarnya dia ingin berbasa-basi, tetapi sepertinya itu terlalu membosankan. Dia tidak ingin lebih lama melayani badut-badut itu.

Langsung saja gunting yang dia pegang dilempar sekuat tenaga ke salah satu pelayan itu. "Aaahh!"

Melewati titik buta penuh kamera pengawas, gunting itu menghilang. Di ruangan pengawas Keyla tersenyum menekan sebuah tombol dan berdiri melangkah keluar ruangan.

"Eh?" pelayan yang dilemparkan gunting mengintip, dia menghela nafas lega.

"Konyol. Kenapa kamu ketakutan? Tentu saja gunting itu akan mengenaimu dari sini-ah," dia menutup mulutnya.

Terlihat Raha menutup mulutnya dengan jari yang renggang, memperlihatkan senyuman lebar yang tidak biasa di balik jari-jemari itu. Tatapannya sungguh angkuh dan merendahkan.

Merasa terbongkar, pelayan itu merasa tidak memiliki pilihan lain dan menyuruh kedua temannya untuk kabur.

"Mau ke mana?!" dari belakang Amu menendang, menjatuhkan satu pelayan.

"Hiiyaah!" pelayan yang satu lagi mencoba untuk pergi ke pintu keluar. Berlari, Raha mengeluarkan sebuah tinju dari balik jubah yang dia pakai sehingga tidak tertebak lengan kanannya bersembunyi di dalam.

Satu pelayan tumbang. Satu orang lagi masih berudaha lari ke pintu keluar. Dia sudah sangat dekat. "Sedikit lagi ... sedikit lagi-!"

Takk!

Sebuah bola karet mengenai tungkai bagian belakang kaki sebelah kanan dan membuat pelayan itu terperosok jatuh ke dalam lubang perangkap. Perangkap itu sudah disiapkan saat Aruo membisikkan sesuatu kepada Tuan Rumah.

"Baiklah, tampaknya kasus ini sampai sini saja, detailnya tanyakan sendiri," ucap Aruo, Tuan Rumah mengangguk.

Keyla melompat turun dari atas dan menyimpan ketapelnya. Dia membantu Amu mengikat orang-orang itu, sementara Aruo dan pelayan yang lain mengeluarkan orang yang masuk ke dalam lubang.

Raha berbicara dengan Tuan Rumah. "Tentang kasus anakmu ... bisa kamu tangani sendiri? Aku tidak melihat selembarannya lagi."

Menutup mata, "atau mungkin dia sudah ditemukan dan ditaruh pada tempat tersembunyi?"

Tuan Rumah tersenyum, "entahlah ... siapa yang tahu."

Tuan Rumah menyerahkan selembaran secara diam-diam kepada Raha. Raha sama sekali tidak bereaksi agar tidak ketahuan. "Asal kamu tahu saja, aku tidak merindukannya."

Tertawa, "iya-iya, dektektif Raha."

Pelayan yang menyambut Raha saat di tiba tadi mendatangi Raha. "Anu ... boleh minta waktunya sebentar?" tanya pelayan itu.

Raha tersenyum kecil, "boleh, kok."

***

Mereka bersantai di balkon rumah pada lantai dua. Rumah ini lumayan besar karena memiliki dua lantai dan halaman seluas dua kali rumahnya.

"Apakah ... kamu akan kembali?"

"Tidak, aku tidak berniat sama sekali."

"Begitu, ya ... kalau begitu, maukah kamu menemukan adikku?"

Raha sedikit tertegun. Dia memerhatikan rambut pelayan itu yang awalnya abu-abu tua kebiruan berubah menjadi kuning. Menyingkirkan keterkejutannya, Raha kembali tersenyum. "Aku tidak menjamin itu. Lagi pula, sebelum dia menghilang kita bertiga sedang bertengkar, 'kan?"

Pelayan itu tersenyum. "Ya ... semoga Raisa baik-baik saja."

Raha menunduk menutup matanya. "Kamu juga, semoga sehat selalu, Kak Risa."

Menoleh menutup mata ke arah Raha, "ya, nona Analystia juga."

Tertawa, "jangan, panggilan itu terlalu mewah untukku."

"Hihihi, iya-iya, nona Raha."

Malam hari ditutup dengan reuni tersembunyi antara seorang pelayan dan dektektif yang saling menyembunyikan identitasnya. Mereka menikmati sisa-sisa malam memandang langit.

"Eh? Di mana Raha?" tanya Aruo.

"Dia sudah pulang terlebih dahulu. Hari sudah gelap, sebaiknya kalian juga," ucap Tuan Rumah.

"Oh, begitu ... baiklah."

Keyla dan Amu masuk ke taksi bagian belakang. Aruo membuka pintu di samping supir dan duduk di sana. Ketika sedang duduk, "eh! Bapak yang tadi sore!"

Pak supir itu tertawa, "sudah kuduga kamu akan berhasil, jadi aku menjemputmu dua kali agar mendapatkan bonus ganda."

"Oh ... begitu, ahaha ...," Aruo tidak menyangka Pak supir itu tertarik dengan uang. Dari belakang Amu tersenyum, "syukurlah aku menelpon supir ini lagi ...," gumamnya.

Keyla yang menyilangkan tangan di belakang kepala berusaha tidur mengintip Amu, dia berpura-pura tidak mendengar apa-apa dan menikmati waktu luangnya. "Semoga mereka tidak lupa dengan apa yang menanti di rumah," gumam Keyla sebelum tertidur. Sayangnya tidak ada yang mendengar ucapannya itu ....

[Case 1 - Batu, gunting, kertas - Selesai!]








"Ah!" Raha tersadar-membuat pelayan itu terkejut, "jatah bayarannya!"

Arzure [END]Where stories live. Discover now