Chapter 26 : Fakta yang Tersembunyi

18 2 15
                                    

Hujan yang deras ... awan mendung menutupi cahaya matahari di sore hari. Hawa udara terasa dingin, nuansanya cocok untuk bersantai dan beristirahat.

Sepasang suami-istri mendatangi sebuah panti asuhan. Mereka datang untuk memberi sumbangan kepada anak-anak di sana. Setiap minggu itu dilakukan untuk membantu saudaranya yang kesusahan.

"Adi, bisakah kita membiarkan mereka sendiri saat kita pergi ke sini? Aku masih saja khawatir ...."

Sang suami tertawa, "haha, jangan khawatir. Bukankah sudah lama sejak kita rutin melakukannya?" menatap ke bawah, "ini adalah sebuah kenang-kenangan untuknya."

Mendengar ucapan sang suami, si istri mengangguk mengiyakannya. Dia tersenyum, teringat akan anak-anaknya yang berada di rumah. "Jangan sampai nasib mereka sama dengan anak-anak di sini, kita, dan ...."

Pintu gerbang panti asuhan terbuka. Pasangan itu melangkah masuk melewati pagar yang sudah tua dan rapuh. Di dalamnya terdapat sebuah bangunan tua tetapi masih layak huni.

"Oh, kalian datang lagi, ya? Terima kasih karena selalu memberikan bantuan."

"Iya, sama-sama. Kami senang dapat membantu," ucap si istri tersenyum.

Sang suami melihat ke arah seorang pemuda yang terduduk di teras saat hujan. Dia tertarik dengan anak itu dan bertanya kepada pengurus panti asuhan. "Aku baru kali ini melihatnya."

"Ya. Dia adalah korban dari kecelakaan misterius. Dia ditemukan di bawah kaki gunung yang tanahnya berubah menjadi hitam."

Melihat ke langit. "Saat itu aku sedang mencari tanaman di hutan. Aku begitu terkejut setelah menemui dia terkapar lemas sendirian di tengah hutan. Anehnya tidak ada hewan buas yang berani mendekat."

"Keajaiban, ya?" ucap sang suami kagum.

"Ya ... keajaiban," pengurus panti asuhan menengok ke arah anak itu dengan tatapan sendu.

Hari di mana anak itu ditemukan, adalah hari yang sama saat dia ditemukan. Hutan yang sama, kejadian yang sama. "Kemungkinan, dia ...."

Saat asyik memperhatikan, si istri tersadar dengan keberadaan seorang gadis yang sedang duduk di ujung atap. dia menatap sekitar dengan penuh kekosongan.

"Gadis itu ... apakah tidak apa-apa dia berada di atap?"

"Ah!" pengurus panti asuhan akhirnya menyadari keberadaan. "Mohon maaf Tuan Kranta dan Nyonya Dansoki."

Si istri tersenyum kaku, "tidak usah terlalu formal."

"Saya tidak bisa, kalian adalah sosok yang paling berpengaruh di industri pakaian."

Pengurus panti asuhan itu memberikan senyuman hangat, "kalau begitu, saya pamit." Dia menundukkan kepalanya lalu bergegas mendatangi gadis yang duduk di atap itu.

Si istri melihat kembali ke arah pemuda yang duduk di teras tadi. "Dia hilang," ucapnya membuat sang suami sadar.

Si istri melamun sejenak. "Ketika melihat anak itu, aku teringat kepadanya ...."

M

endengar ucapan istrinya, sang suami memegang bahu si istri. "Ya, aku juga. Itu sebabnya aku tertarik kepadanya."

Hujan mulai berhenti. Awan mendung perlahan memudar dan menepi. Cahaya sore matahari berwarna jingga terlihat sangat menyengat.

Pengurus tadi telah sampai di atap. Dia menegur anak tadi. "Ayo, sudah beberapa kali kukatakan jangan kemari. Kita turun."

Gadis itu menatap matahari. Warna jingga dari cahaya memasuki matanya dan mengisi kekosongan dalam dirinya. "Indahnya ...."

Pengurus panti asuhan juga terkejut dengan pemandangan ini. Bagi gadis itu, ini adalah suatu kenangan terbaik yang tersisa. Kenangan sebelum hari itu muncul ....

"Kalau diingat-ingat, saat itulah semuanya dimulai ...."

***

Di sebuah ruangan gelap, seorang gadis terbaring tidak berdaya di lantai. Dia dipeluk oleh saudarinya yang terlihat sangat khawatir.

"Tunggu! Bukalah matamu! Jangan tinggalkan aku sendirian!"

Kakak ....

Matanya tertutup. Saat dia membukanya lagi, mereka sudah berpindah tempat.

"Kumohon! Sembuhkan dia! Aku akan membayarnya dengan apapun ... jadi, kumohon!"

Dia berkedip. Pemandangannya kembali berubah menjadi tempat sebelumnya. Kali ini dipenuhi dengan warna merah darah ....

"Adikku ... maaf kamu harus melalui semua ini. Aku ... tidak akan mempercayai pria itu lagi."

Menatap, "kamu juga! Pokoknya ..., jangan percaya siapapun!"

Suara itu menggema di telinga gadis itu. Dia menutupi tubuhnya dengan selimut dan mencoba untuk tidur. Rembulan biru terpajang di langit malam menyinari kamarnya.

"Kakak ...."

Arzure [END]Where stories live. Discover now