31. Hukum Cinta

3.8K 549 148
                                    

Jangan lupa vote komen 💚
Happy reading~

***

Satu hari telah berlalu, tapi Bagas belum juga sadar. Banyak yang datang hanya untuk menanyakan keadaan Bagas, bahkan kemarin Albi dan Naisha sempat datang lagi untuk memastikan keadaan Bagas. Namun, begitulah keadaannya. Hanya tubuh kekarnya saja yang terbaring, dengan dibantu alat bantu pernafasan.

Tiara juga sudah mendengar ceritanya dari Naisha dan Albi. Pengacara perempuan itu menyesal karena tidak bertanya lebih lanjut soal luka lebam yang selalu dia lihat di wajah suaminya.

Dia juga sudah mendengar cerita dari Bryan dan Chandra, bahkan mereka meminta maaf pada Tiara soal Bagas. Chandra bilang selama dua minggu terakhir dia tidak bisa mengendalikan Bagas, Bagas selalu menyanggupi orang-orang yang mengajaknya taruhan. Beberapa kali Bagas K.O tapi tidak mau di bawa ke rumah sakit, justru dia menerima tantangan lain. Saat itu Tiara ingin marah, tapi pada siapa? Bryan dan Chandra? Mereka bahkan sudah berusaha untuk mencegah Bagas.

***

Siang harinya Tiara masuk ke ruang rawat, betapa terkejutnya pengacara itu saat melihat laki-laki yang di tunggu kesadarannya sudah duduk sambil menatap keluar jendela.

"Bagas, kamu udah sadar. Maaf, tadi aku habi—"

"Ngapain lo ke sini?" tanya Bagas dengan datar memotong ucapan Tiara.

Langkah Tiara terhenti, dia menatap Bagas yang menatapnya dengan wajah datar. Perasaan bahagianya kini berubah menjadi rasa takut. "Aku nungguin kamu sadar," jawabnya dengan suara bergetar.

"Sekarang gue sudah sadar. Lo nggak perlu nungguin gue lagi."

"Gas, aku mau jelasin sesuatu," ujar Tiara. Dia ingin mencoba menjelaskan semuanya pada suaminya. Dia harap setelah ini hubungan keduanya baik-baik saja.

"Apa? Nggak ada yang perlu dijelasin lagi. Semua udah jelas. Kita emang harusnya nggak pernah ketemu," cicit Bagas lalu kembali menatap keluar jendela.

Seharusnya pernikahan itu tidak terjadi, pernikahan yang membuatnya jatuh cinta pada wanita yang kini berada di dekatnya. Seandainya pernikahan itu tidak terjadi, mungkin ibunya masih ada sampai sekarang.

"Tapi—"

"Tinggalin gue sendiri." Bagas memotong ucapan Tiara.

Tiara meremet ujung bajunya, kehadirannya benar-benar tidak diharapkan. Dijelaskan pun sepertinya Bagas sudah tetap pada keputusannya sejak awal. Pengacara itu menarik nafas panjang lalu menghelanya, dia sepertinya juga sudah mengambil keputusan.

"Oke, gue pergi. Jaga diri baik-baik, ya. Jangan sampai lo terluka kaya malam kemarin lagi. Jangan merasa sendiri, lo punya banyak temen yang sayang sama lo. Gue pergi, Gas." Tiara berbalik kemudian keluar dari ruangan meninggalkan laki-laki yang sudah membuatnya jatuh cinta. Dia pergi bukan karena dia ingin, tapi karena dilepaskan.

***

Setelah kepergian Tiara, Bagas menatap pintu lalu menghela nafas dan memejamkan matanya. Perasaannya sudah tidak bisa dijelaskan lagi. Dia harap keputusannya sudah benar.

Bagas mengusak wajahnya. Tuhan, kenapa Engkau membiarkan saya hidup? batinnya.

Beberapa saat kemudian, dokter dan perawat masuk ke ruangan lalu memeriksa keadaannya. Dokter bilang, keadaannya sudah membaik, jahitannya pun bagus. Namun, Bagas harus beristirahat total sampai sembuh untuk menghindari kejadian hal serupa.

***

Seminggu telah berlalu, keadaan Bagas membaik dengan cepat. Setiap hari, temannya bergantian untuk menjaganya. terkadang Bryan, Chandra, atau pun abang-abangnya yang dari 7bujank itu pun siang, kalau malam Bagas menyuruh mereka untuk pulang, karena mereka sudah ada istri. Saat ada yang tanya soal Tiara, Bagas hanya menjawab dengan senyuman saja. Dia tidak ingin mendengar nama itu lagi, dia ingin melupakannya.

The Subtitute GroomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang