65 | tears & kindness

410 60 3
                                    

malam itu, injoon berjalan mondar-mandir di dalam hutan ansong. mulutnya tak berhenti menggerutu tentang kuanlin.

"lai yang bodoh. sudah begitu lama, kau masih belum datang. dasar lamban."

si mungil itu sibuk mendandani dirinya sendiri sembari bercermin di cerminnya yang berbentuk matahari. dari cermin itu, ia bisa melihat deokjun yang telah berdiri di belakangnya.

"salam hormat kepada kepala paviliun." injoon buru-buru berlutut.

"di mana dewa kecilnya?"

"kepala paviliun tidak tahu. belakangan ini, lee jeno sudah menambah banyak penjaga untuk melindungi melati. aku takut bertindak dengan sembrono malah akan membuat orang melihat ada yang janggal dan itu akan merusak rencana besar yang mulia kepala kota laut." orang kota laut itu tak berani menatap sang kepala paviliun.

"sudah cukup! kau berulang kali melalaikan tanggung jawab. takutnya kau sudah lupa dengan rasa pil penelan hati yang bereaksi."

injoon baru berani mengangkat kepalanya ketika sihir ungu gelap keluar dari jari deokjun dan mengarah ke dadanya. ia mengerang kesakitan dan jatuh tengkurap di tanah setelahnya, "mohon ampun, kepala paviliun."

"selama kau membawa keluar dewa kecil, aku akan menawar racunmu sepenuhnya." deokjun menarik sihirnya kembali dari tubuh injoon. lelaki mungil itu sedikit bisa bernapas lebih lega. deokjun berjongkok untuk mengangkat dagu injoon, "tidak ingin melakukannya dan lebih memilih mati? benar-benar perasaan persaudaraan yang dalam. namun, aku ingin melihat. jika harus memilih satu, kau akan memilih orang yang sudah kau anggap sebagai saudaramu atau akan memilih lelaki itu?"

air mata injoon mulai berjatuhan dari matanya yang penuh ketakutan, tetapi juga terlihat seperti menantang deokjun, "apa yang kau lakukan pada kuanlin? di mana dia?"

"ia hanya terkena racun kupu-kupu milikku. saat ia menghampirimu di hutan ansong tempo lalu, aku memang sudah menghilangkan wujudku dari sana, tapi aku sempat mengirimkan racun kupu-kupuku ke lehernya." deokjun mengeluarkan botol kelabu dengan permata biru tua di tengahnya, "sekarang aku akan memberikanmu penawar pil penelan hati untuk tiga hari. jika dalam tiga hari ini kau tidak membawa dewa kecil keluar istana, racun di tubuhmu dan lelakimu itu akan bersama-sama bereaksi. selain itu, ia akan mati dengan lebih menderita dibanding dirimu."

injoon hampir menangis ketika deokjun menghilang di balik asap hitam setelah melemparkan botol penawar racun ke tanah di dekat injoon. ia benar-benar tak punya pilihan lain. ia hanya bisa mengambil botol tersebut dan bangkit berdiri.

"injoon."

orang kota laut itu buru-buru menyembunyikan botol penawar racun ke dalam tas selempang kecilnya ketika kuanlin tiba di sana, "kau pergi ke mana dari tadi? mengapa kau baru kemari?"

"maaf. tadi aku..." kuanlin tak melanjutkan kata-katanya karena injoon segera menarik lehernya dan mengecek seluruh permukaan di kerah pakaiannya, "mengapa kau membuka-buka kerah pakaianku?"

"di pundakmu ada tahi lalat. takdirmu miskin seumur hidup. kulihat-lihat kau tidak akan mendapatkan keberuntungan seumur hidupmu."

"sembarangan saja kau bicara." kuanlin terkekeh, namun ia langsung menghilangkan senyumannya saat melihat ekspresi murung injoon, "ada apa denganmu? mengapa matamu memerah?"

"ini karena kau datang dengan begitu lambat. jadi, mataku kemasukkan pasir."

"maaf." ucap kuanlin pasrah walaupun ia tidak mengerti mengapa ia yang jadi disalahkan, "aku terlambat karena tadi aku melihat sebuah toko permen di jalan. aku berpikir untuk membelikan sedikit untukmu. namun, permennya belum selesai dibuat saat itu. jadi, aku menunggu di sana sebentar."

fairy and devil | nomin, markminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang