Our Page 01

184 20 0
                                    

•••

"Aku tidak tahu jika belajar bahasa akan sangat menarik." Gumam Hyeyoon pada Seungwan yang sedang menyesap soda kalengnya.

"Jadi kau berminat untuk belajar lebih lama disana?" Tanya Seungwann.

Keduanya baru saja kembali dari kota setelah mengetahui ada pameran untuk pelajar seperti mereka. Ada banyak yang di pamerkan selain sains dan teknologi, keduanya bahkan mencoba booth bahasa asing dan ternyata Hyeyoon cukup menyukainya.

Sedangkan Seungwan jelas sekali pergi ke booth seni untuk melihat-melihat dan bertanya mengenai beberapa hal terkait universitas. Sepertinya lain kali Seungwan harus pergi ke Seoul untuk melihat sendiri fakultas kesenian disana.

"Akan lebih baik jika kau bisa mengunakan beberapa bahasa selain bahasa inggris." Ucap Seungwan.

"Apa Ibu akan mengijinkannya?" Tanya Hyeyoon dengan khawatir, "Ibu selalu mengkhawatirkan nilai matematikaku." Gumamnya membuat Seungwan tertawa, lalu dengan gemas Seungwan merangkul Hyeyoon.

"Aku akan membantu untuk bisa belajar bahasa, tapi aku harus mencari tahu dahulu apa yang bisa kau ambil saat berada di universitas nanti. Dan juga matematikamu saat ini selalu mendapat pujian dari Bibi." Ucapnya dengan rasa bangga bahwa Hyeyoon saat ini menjadi lebih peduli pada nilainya sendiri.

"Bagaimana dengan Eonni?" Tanya Hyeyoon.

"Aku? Kenapa denganku?" Tanya Seungwan.

"Aku tahu Eonni ingin mengambil kelas seni. Kau bahkan mengambil kerja paruh waktu untuk itu. Ibu tidak akan menyukainya." Ucap Hyeyoon.

Seungwan bergumam, meskipun mendapatkan tempat tinggal secara cuma-cuma tetap saja Seungwan harus lebih banyak sadar bahwa dirinya tidak bisa bersikap seenaknya. Meskipun Bibi Yongjin memberinya uang saku sama seperti Hyeyoon, dirinya juga harus belajar dengan bijak mengenai uang.

Tidak mudah. Tapi Seungwan mulai terbiasa dengan keadaannya saat ini.

"Jangan katakan apapun pada Ibumu, Hyeyoon." Ucap Seungwan memperingatkan.

Hyeyoon terkekeh, "Memangnya apa yang akan kukatakan pada Ibu?" Godanya.

•••

Seungwan keluar dari ruang bimbingan karir dengan wajah tersenyum lega. Kedua matanya menatap lembar kertas nilai ujiannya dan juga dua brosur universitas ternama di Seoul dengan jurusan seni yang cukup baik.

Gurunya mengatakan kedua universitas ini menyediakan asrama yang jaraknya cukup dekat, dengan tinggal di asrama Seungwan bisa menghemat uang tempat tinggal dan lagi beasiswa yang mereka berikan terbilang besar dan jika mengikuti kompetensi nasional dan mendapati juara.

Seungwan punya waktu dua minggu untuk menyelesaikan lukisannya untuk di berikan pada guru seni dan akan di ikut sertakan dalam perlombaan di kota. Meskipun lukisan miliknya hampir selesai dan selalu mendapatkan pujian, bagi Seungwan sendiri lukisannya tak lebih dari sebuah gambar tanpa jiwa.

"Seungwan!"

Seungwan menoleh menatap teman sekelasnya, Yoo Yerim. Teman sekelasnya sekaligus teman di tempat kerja paruh waktunya. Tinggal satu mata pelajaran lagi dan mereka akan pergi bekerja di kafe dekat stasiun kereta bawah tanah. Sejak awal semester keduanya memilih untuk tidak ikut kelas belajar mandiri, jadi ketika bel mata pelajaran terakhir berbunyi keduanya akan pulang.

"Bagaimana bimbingannya?" Tanyanya dengan wajah tersenyum.

Dengan senang Seungwan menunjukkan dua brosur universitas ternama yang kemudian membuat Yoo Yerim terkejut bukan main. Meskipun Son Seungwan selalu mendapatkan nilai terbaik dan menjadi juara kelas, bisa masuk universitas ternama di Seoul merupakan hal luar biasa.

OUR PAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang