Our Page 10

55 13 0
                                    

•••

Pagi ini Seungwan di buat bingung dengan tingkah ayahnya sendiri. Sejak pagi pria paruh baya itu sudah mengetuk pintu kamarnya dengan dalih membangunkan Seungwan tepat di pukul tujuh pagi, padahal Seungwan sudah terbangun sejak satu jam yang lalu dan sudah bersiap dengan seragam sekolahnya dan sedang menghapal kosakata bahasa inggris.

Lalu saat mereka tengah makan bersama secara tiba-tiba ayahnya mengambilkan lauk pauk dan menaruhnya di mangkuk milik Seungwan. Membuat Taeri tersenyum dengan menggoda dan Naeun yang berseru terkejut dengan tingkah ayah.

Lalu secara mengejutkan ayahnya akan pergi mengantarnya dan juga Naeun ke sekolah. Perjalanan dua puluh menit mereka terasa sangat canggung dan Seungwan hanya memainkan ponselnya berkirim pesan dengan teman-teman barunya membicarakan tugas mereka yang akan di kumpulkan.

"Seungwan." Panggil Sungjae melirik putrinya dari kaca depan.

"Ya?"

"Aku sudah membicarakan tentang keinginanmu masuk jurusan seni dengan Gurumu. Jadi, katakan saja jika kau memerlukan sesuatu untuk persiapanmu masuk universitas. Jika ingin masuk akademi katakanlah juga padaku atau Taeri, kami akan mencari akademi yang bagus untukmu." Ucap Sungjae menghentikan laju mobilnya tepat di depan pintu gerbang sekolah Seungwan.

Naeun menatap ayah dan juga kakak perempuannya dengan terkikik geli.

"Akademi Haneul." Ucap Seungwan lalu bergegas keluar dari mobil.

Seungjae lalu menghela napas dengan senyum di wajahnya. Sifat Seungwan yang seperti ini mirip sekali dengan ibunya.

•••

Dengan ponsel di tangannya, Seungwan berjalan dengan perlahan dan sesekali memperhatikan langkahnya lalu menyapa siswa lain yang dikenalnya atau yang menyapanya. Suasana hatinya mendadak sangat baik hari ini mendengar ucapan ayahnya.

Hingga seseorang sengaja menabraknya dan membuat ponselnya terjatuh, Seungwan bahkan bisa melihat retakan pada layarnya, biaya perbaikan ponsel bahkan cukup mahal.

"Ah!" Serunya menatap ponsel yang tergeletak di lantai.

Suasana koridor yang tadinya berisik dengan candaan kini menjadi hening. Kening Seungwan mengerut menatap lawan bicaranya tidak suka. Kesalahannya memang berjalan di tengah koridor dengan memegang ponsel tapi bukankah hanya cukup dengan teguran, Seungwan pasti akan mengerti.

"Lain kali berhati-hatilah saat berjalan, anak baru!" Serunya yang lalu menginjak ponsel Seungwan dengan hentakan-hentakan yang membuat ponselnya menjadi rusak lebih parah.

Kapan terakhir kali Seungwan berkelahi?

Dengan tertawa siswi dengan nama Hong Narae itu tertawa bersama dua teman lainnya lalu berjalan meninggalkan Seungwan yang mengambil ponselnya. Bukan hanya layarnya saja yang rusak tapi ponselnya bahkan sudah tidak bisa di gunakan lagi.

Karena tidak bisa di gunakan lagi bukankah lebih baik di buang ke tempat sampah?

Melihat banyak yang merekam jadi tidak akan menjadi masalah bukan jika Seungwan membuat keributan yang lebih besar. Karena sudah kelas tiga tidak mungkin mereka melaporkan pada Guru dan membuat nilai berkurang.

Dengan posisi bersiap, Seungwan melemparkan ponselnya dan mengenai bahu Hong Narae. Gadis itu mengaduh bersamaan dengan sorakan siswa lain yang melihat, Seungwan tersenyum dengan puas lalu berjalan menghampiri.

"Ya! Apa yang kau lakukan?!" Pekiknya dengan wajah memerah kesal.

"Apalagi, tentu saja membuang sampah ke tempat sampah." Ucap Seungwan dengan senyum ramahnya.

OUR PAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang