Malam ini Akira sendirian di rumah, pembantunya harus pulang kampung dan Lingga sedang melakukan perjalanan dinas ke Singapura.
Akira duduk di ruang tengah sendirian dengan cahaya lampu rendup sambil menonton tv.
Jam menunjukkan pukul 22:38, dan di luar sedang hujan dengan angin yang ribut. Guntur dan petir saling bersahutan hingga membuat perasaan Akira kalut.
"Aku benci hujan..." guman Akira sambil memeluk kedua lututnya.
Akira membenci hujan karena Akira teringat saat dia masih kecil. Saat Akira masih kecil, Akira selalu merasa kesepian di saat waktu hujan lebat.
"Gemuru hujan ini mengingatkan aku suara tangisan mamih saat menangis karena ingin lepas dari papih." Ucap Akira dengan sorot mata yang kosong.
"Apa mamih sangat membenci papih? Apa jika aku memaksakan diri untuk tetap bersama Sultan, apa Sultan seperti mamih?" Akira mengepal kedua tangannya.
Dalam hati kecil Akira, Akira tidak pernah ingin membatalkan pertunangannya dengan Sultan. Akira sangat mencintai Sultan, tapi Akira sangat takut dengan cinta itu dalam waktu bersamaan.
Akira takut jika dirinya tetap menikah dengan Sultan karena unsur paksaan, maka Akira takut jika Sultan akan menderita seperti ibu kandungnya yang menderita karena terpaksa menikah dengan ayahnya.
"Tidak, aku tidak boleh membuat Sultan menderita seperti mamih. Serakah itu adalah dosa Akira." Ucap Akira pada dirinya sendiri.
Hingga pintu rumahnya terbuka dengan memperlihatkan sosok Sultan yang menatapnya dengan khawatir. Sultan berjalan dengan cepat mendekati Akira.
"Akira, kenapa lo belum tidur jam segini?" Sultan menatap Akira dengan khawatir.
"Kenapa lo bisa ada disini?" Tanya Akira menatap Sultan lurus.
"Bokap lo nelpon gue dan bilang lo nggak angkat telpon dia beberapa kali. Jadi, bokap lo minta gue liat keadaan lo." Ucap Sultan.
"Ahh... gue lupa aktifin suara hp gue." Ucap Akira pelan dengan melihat notifikasi panggilan dari Lingga yang sebanyak 5 kali.
Akira pun menghela nafas berat, sedangkan Sultan yang masih menatap Akira dengan lembut menyentuh pipi Akira lembut hingga membuat Akira menatap Sultan.
"Apa lo baik-baik aja?" Sultan menatap Akira khawatir.
"Gue baik-baik aja, lo bisa pulang sekarang Sultan." Ucap Akira.
Setelah itu Akira bangun dari tempat duduknya dan berjalan menuju tangga, tapi baru satu langkah Akira berjalan tiba-tiba kakinya kehilangan keseimbangan.
"Akira!" Sultan dengan cepat mendekap Akira yang hampir terjatuh.
"Akira! Lo deman Akira!" Sultan sangat terkejut saat merasakan suhu panas di kening Akira.
"Gue nggak papa, gue baik-baik aja Sultan."
"Akira, cobalah jangan keras kepala. Apa lo nggak bisa berkata jujur sama gue?"
"Kita udah nggak ada hubungan apapun Sultan, dan gue bukan prioritas lo lagi."
"Diamlah Akira!" Sultan sangat kesal mendengar ucapan Akira.
Tapi detik kemudian Sultan mengangkat tubuh Akira dan menggendongnya menuju kamar Akira. Akira hanya diam dengan mengeratkan kedua tangannya yang mengalung di leher Sultan.
Sultan berjalan tanpa berbicara karena perasaan marahnya. Tapi Akira menatap Sultan dengan perasaan yang sulit dijelaskan.
Hingga Sultan pun membuka kamar Akira dan Sultan dengan pelan membaringkan Akira ketempat tidur. Sultan juga menarik selimut sebatas leher Akira.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny Soul Piece {END}
FanfictionTakdir tidak bisa dirubah, Akira dan Sultan saling menyakiti perasaan mereka masing-masing. Tanpa sadar mereka saling membenturkan takdir dan kehancuran pada hidup mereka. Cinta, kesedihan, kekecewaan membuat mereka terpuruk dalam lubang hitam yang...