Arum Tertangkap, Jing Ji Minggat

456 47 2
                                    


Jing Ji merasa tali gaib yang mengikat dirinya terlepas. Mendengar teriakkan Arum, ia baru sadar bahwa Arum menyelamatkan dirinya. Segera ia bangun lalu berlari ke jendela. Tidak peduli jarak antara jendela dan tanah cukup tinggi, dari pada nyawa melayang lebih baik sakit sedikit. Di bawah sana juga sudah ada Arum yang berdirinya sudah tidak mau diam. Arum gatal tidak sabar supaya dirinya cepat-cepat keluar.

Tidak membuang waktu, ia melompat kemudian dibantu oleh Arum untuk berdiri.

Di atas tembok, pria putih yang tadinya sudah bosan menunggu Arum, kini tertawa melihat iblis naga hitam yang kata manusia kejam itu malah bisa dilawan oleh Arum dengan cara sepele.

"Kalau ada anak buahmu, mau disembunyikan di mana wajahmu Zhang Zou?"

Arum memeriksa kondisi Jing Ji. "Kau tidak apa-apa?"

Jing Ji mengangguk. "Aku baik-baik saja. Terima kasih sudah menyelamatkan aku lagi."

Arum menepuk bahu Jing Ji. "Tidak perlu berterima kasih. Sekarang kita harus lari."

Arum membawa Jing Ji ke benteng bagian belakang. Tahu Arum mendekat, pria putih itu segera bersembunyi. Ia hanya mengamati Arum sekarang.

"Kau bisa memanjat pohon tidak? Jika bisa, naik ke atas aku akan membantumu. Setelah itu, kau gapai pagar tembok itu lalu naik." Arum mendorong Jing Ji mendekati pohon tempat ia duduk bersembunyi tadi.
Jing Ji mengangguk saja. Tidak peduli bisa atau tidak bisa, ia harus bisa melarikan diri.

Dengan bantuan Arum, Jing Ji mulai memanjat pohon, lalu disusul oleh Arum yang juga memanjat pohon dengan lincah. Sekarang tinggal Arum membantu Jing Ji naik ke atas tembok.

Selagi Jing Ji menggapai tembok benteng, Arum membantu memegangi kaki Jing Ji agar tetap seimbang. Karena Jing Ji lebih tinggi dari Arum, Jing Ji cukup mudah meraih pagar tembok. Setelah berhasil digapai, Arum mendorong kaki Jing Ji agar Jing Ji mudah memanjat.

Akhirnya Jing Ji berhasil. Arum tersenyum. Sekarang giliran dirinya.

"Kau pikir bisa lari hah gadis tengik?"

Tiba-tiba suara itu terdengar di bawah pohon. Arum menunduk dan melotot melihat Raja Zhang sudah berdiri tegak di bawah pohon. Sepertinya mata Raja Zhang sudah sembuh. Hanya saja kepalanya sedikit benjol.

Melihat kening wajah tampan Raja Zhang benjol, Arum sempat tertawa. "Ahahaha, Anda lucu Yang Mulia."

Tangan Raja Zhang mengepal. Bisa-bisa gadis tengik itu menertawakan dirinya. Seumur hidup, belum ada orang yang berani menertawakan dirinya. "Kau sudah sekali aku beri kesempatan hidup, kali ini tidak lagi."

Tahu ancaman Raja Zhang serius, Arum bergidik ngeri. Dia harus segera kabur.

Dia mendongak pada Jing Ji. "Jing Ji, ulurkan tanganmu. Aku tidak bisa meraih pagar tembok." Karena tubuh Arum lebih pendek, jadi ia tidak bisa menggapai tepian pagar.

Raja Zhang melirik Jing Ji yang sudah berhasil naik ke atas benteng. Melihat tatapan tajam Raja Zhang, Jing Ji sangat ketakutan. Dia melirik pada Arum. "A-a-arum. Maaf. Aku tidak mau mati."

Tanpa diduga oleh Arum, Jing Ji berlari kabur menggunakan tali yang tersedia di atas benteng. Biasanya tali tersebut digunakan prajurit penjaga jika ingin turun ke bagian luar istana dalam situasi darurat.

"Jing Ji! Tunggu aku!"

Di tempat persembunyiannya, pria putih mengepalkan tangan. "Sekarang kau mengorbankan Arum?"

Raja Zhang tersenyum miring. "Apa ini? Dia meninggalkanmu? Padahal kau sedang mempertaruhkan nyawamu demi menyelamatkan dia."

Arum menunduk ke bawah. "Tangkap aku kalau bisa. Yang Mulia tidak bisa memanjat, kan?" Padahal Arum juga ketakutan, akan tetapi ia terlihat biasa saja. Bahkan menggunakan kata 'aku' agar dia merasa lebih tenang sedikit.

Raja Zhang berpangku tangan. Apa kata gadis itu? Tidak bisa memanjat? Melompat melewati tembok saja bisa lakukan dalam sekejap mata. Namun sayangnya hari ini dia sedang tidak ingin bergerak terlalu banyak, apalagi dalam keadaan kepala benjol dan mata yang masih sedikit perih.

Jika dipikir-pikir, seharusnya ia segera membunuh gadis di atas itu tanpa banyak bicara lagi. Akan tetapi, karena Jing Ji sudah kabur, mau tidak mau ia harus membuat Arum menjadi gantinya Jing Ji. Sebenarnya bisa saja ia mengejar Jing Ji, namun ia merasa gadis sialan yang satu ini harus diurus terlebih dahulu.

Raja Zhang menggerakkan tangannya. Di atas pohon Arum melotot saat tiba-tiba merasakan kakinya ditarik oleh sesuatu sehingga ia kehilangan kesempatan dan terjatuh.

Bugh!

Jangan harap Raja Zhang akan seperti di drama-drama, yang mana saat si wanita jatuh, si pria akan menangkap dari bawah pohon. Raja Zhang berbeda, saat tubuh Arum terjun bebas, ia masih betah berpangku tangan. Hanya kepalanya yang mengikuti jatuhnya Arum, dari mendongak, lalu menunduk, melihat Arum yang jatuh telungkup.

"Wek!" Arum merasa penyet, seluruh tubuhnya terasa remuk.

Raja Zhang berjongkok saat Arum tidak kunjung bergerak, malah diam seperti meresapi bagaimana rasanya berbaring telungkup di atas tanah. "Nona kecil, ini baru sedikit dari pembalasanku atas kepala yang kau buat memar ini, juga mataku yang perih ini."

Pria putih di atas benteng tampak gelisah dan khawatir. "Bagaimana ini? Jika aku menyelamatkan Arum sekarang, bisa kacau semua usahaku selama ini. Raja Zhang tidak boleh melihat aku."

Akhirnya pria putih itu membiarkan Raja Zhang membawa Arum ke istana belakang. Ia akan melindungi Arum dari jarak jauh sebisa yang ia mampu.

Karena Arum tidak bisa berjalan, mau tidak mau Raja Zhang menggendong Arum menuju istana belakangnya. Arum juga tidak bisa berontak, seluruh tubuhnya, terutama pinggangnya terasa remuk.

Sampai di kamar tempat Jing Ji berbaring tadi, Raja Zhang melempar tubuh ringan Arum seperti melempar karung kosong.

Arum mengaduh lagi. "Ya Ampun. Bisakah Yang Mulia pelan sedikit? Ini sakit sekali."

Raja Zhang mencondongkan tubuhnya, membungkuk, tangannya bertumpu pada tepian ranjang. "Aku tidak peduli." Raja Zhang menatap mata Arum sangat dalam.

Menggunakan jari telunjuknya, ia angkat dagu Arum. "Karena kau telah membuat gadisku lepas, maka kau harus menggantikan dia. Kau sudah menjadi milikku, tidak akan pernah aku lepas sedikitpun."

Tatapan Raja Zhang benar-benar dalam. Mata Arum bahkan sampai sempat tersesat di gelapnya mata itu. Selain tajam, mata itu juga sangat menarik. Beruntung Arum segera menarik diri dan memundurkan tubuhnya.

Melihat Arum menarik diri, Raja Zhang terkekeh kecil. Matanya terus menatap Arum tanpa terlepas sedetikpun.

"Ah, ternyata tidak mempan ya? Padahal jika kau menatapku lebih lama, jiwamu akan tersesat di dalam mataku, lalu kau akan berakhir kosong tanpa jiwa. Kau akan hidup seperti orang mati, hampa tanpa kehidupan."

Mata Arum melotot. "Woah, Anda menggunakan mantra santet apa?"

Alis Raja Zhang berkerut samar. "Santet?"

"Emm itu sebuah sihir hitam untuk menyakiti orang lain." Arum menjelaskan karena pasti Raja Zhang tidak tahu apa itu santet.

Entah mengapa tiba-tiba tatapan Raja Zhang berubah menjadi sangat-sangat dingin. Tiba-tiba dia mencekik leher Arum. "Jadi kau berpikir aku adalah penyihir? Kau menyamakan kekuatanku dengan kekuatan sihir?!"

Arum terbatuk, kedua tangannya memegang tangan Raja Zhang, ia berusaha melepas cekikan Raja Zhang. "Uhuhk! Ya ampun Yang Mulia, Anda bisa membunuh hamba."

Mata Raja Zhang tiba-tiba berubah menjadi merah. Arum terkejut setengah mati. "Ya-Yang Mu-Mulia, Anda vampir?"

Tadi dituduh penyihir, sekarang dikira vampir, tapi entah mengapa bukannya bertambah marah Raja Zhang malah merasa emosinya sedikit mereda karena kepolosan Arum. Dia segera melepas cekikannya pada Arum, takut Arum mati sebelum ia ambil darahnya.

"Ku ampuni kau kali ini."

Tangan Raja Zhang mengepal menahan emosi. Apa tadi? Penyihir? Sumpah demi apapun ia sangat membenci penyihir. Kehidupannya kacau karena penyihir. Dimuka bumi ini hanya satu penyihir yang tidak ia benci, yakni gurunya. Gurunya lah yang telah menyelamatkan ia dari penyihir itu. Dan ia telah bersumpah, ia akan memusnahkan semua penyihir, terkecuali gurunya.

Kenapa Raja Zhang benci penyihir ya Guys?

Queen Of King Zhang's Heart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang