Arum mondar mandir di kamar. Sepanjang hari pikirannya dipenuhi oleh ucapan Shen Hong. Saat Ryongyu mengantar makan siang padanya tadi siang, ia telah bertanya tentang bagaimana cara memikat seorang pria. Ryongyu pun menjawab tidak tahu. Namun karena Ryongyu adalah pelayan yang baik, gadis itu akan menanyakan pada pelayan yang sudah memiliki suami. Karena kalau sudah punya suami, itu artinya sudah bisa memikat pria bukan?
Sekarang Arum sedang menunggu Ryongyu. Katanya Ryongyu akan menyusup kembali ke istana belakang dengan dalih membawakan pakaian Arum yang telah dicuci.
Tok tok tok.
"Ampun Yang Mulia Ratu, ini hamba Ryongyu."
Arum menghentikan langkahnya, matanya berbinar. "Masuk!"
Arum sungguh bersemangat. Dia melompat ke tempat tidur, bersila di sana, menunggu Ryongyu dan bersiap mendengar cerita dari Ryongyu.
Ryongyu membuka pintu, gadis itu masuk dengan senyum lebar yang polos. Sedikit berlari, Ryongyu menghampiri Arum. "Hamba sudah mendapatkan jawabannya, Yang Mulia." Ryongyu tidak kalah bersemangat dengan Arum.
Sedang di benteng istana, Pria Putih berjongkok sejak tadi. Melihat tingkah dua gadis itu, ia menggaruk pangkal hidung. "Mereka satu spesies ternyata."
Arum menepuk kasur agar Ryongyu segera duduk di sisinya. Ryongyu pun segera duduk dan ikut bersila. Kini mereka berhadapan.
"Ini, Ratu." Ryongyu meletakkan sebuntal kain di antara mereka. "Katanya ini bisa memikat pria."
Arum penasaran, matanya semakin berbinar. "Benarkah? Apa ini? Dan bagaimana caranya?"
Ryongyu menoleh ke sana kemari, seolah-olah takut ada orang lain yang menguping. Tidak tahu saja sejak dia masuk sudah ada orang yang memperhatikan dan menguping dari jauh.
"Caranya ...."
Mendengar ucapan Ryongyu, tanpa sadar Pria Putih menyentil kening Ryongyu dari kejauhan. "Kau mengajari Arumku yang tidak-tidak. Dasar kurang ajar!"
Ryongyu terkejut karena keningnya tiba-tiba serasa disentil oleh seseorang, namun jelas-jelas tangan Arum sedang memegang buntalan kain yang tadi ia bawa. Arum juga terkejut karena Ryongyu tiba-tiba mengaduh.
"Kau kenapa?" Arum panik. Takut Raja Zhang lah yang melakukan itu. Ia tahu Raja Zhang memilih kekuatan gaib.
"Sepertinya ada yang menyentil kepala hamba, Yang Mulia Ratu. Ini sakit sekali."
Ketika Ryongyu menunjukkan keningnya pada Arum, kening itu memang terlihat merah. Arum melotot.
"Jangan-jangan itu Raja Zhang! Cepat keluar dari ini!"
Ryongyu menurut, dia langsung bergegas pergi.
"Ryongyu!" Saat Ryongyu akan menutup pintu, Arum memangnya pelayan pribadinya, membuat Ryongyu menoleh. "Mulai sekarang kau aku panggil Lu Lu. Lu Lu adalah panggilan kesayanganku padamu. Terima kasih sudah membantuku."
Mendengar nama lucu dan imut itu, Ryongyu tersenyum lebar lalu membungkuk. "Terima kasih, Yang Mulia Ratu."
Begitu pintu ditutup, Arum tersenyum lagi. "Padahal karena namanya terlalu sulit untuk aku sebut. Chung Ryongyu Lubairu, lidahku sering jungkir balik. Lebih baik aku panggil Lu Lu saja, yakni dari Lubairu. Sekalian panggilan kesayangnya."
Di luar, Pria Putih merotasikan matanya keatas, berpikir sambil menggumamkan nama Lu Lu. "Nama yang cocok juga. Lu Lu, hm ... ternyata Arum pandai membuat nama panggilan yang cocok. Lalu aku panggil Arum apa ya? Ar Ar? Rum Rum? Gen Gen? Tin Tin? Atau Dan Dan? Ah, dia tidak cocok untuk semua. Lebih cocok anak banteng."
Pria Putih itu tertawa kecil sendiri. "Anak banteng, cocok sekali."
* * * *
Hari sudah malam. Sudah seperti waktu makan saja, yakni pagi, siang, dan malam Raja Zhang akan mengunjungi Arum. Oleh sebab itu sekarang ia tahu bahwa Raja Zhang akan datang lagi malam ini. Dan seperti yang diberitahu oleh Lu Lu, Arum mengenakan apa yang dibawa oleh Lu Lu.
Melihat Arum mengenakan itu, Pria Putih di benteng menghela nafas frustasi.
"Kau pikir si Zhang Zou raja kejam itu akan tergoda? Oh Tuhan, semoga Arum tidak tahu malu. Sempat dia tahu rasa malu, setelah ini dia pasti akan bersembunyi di sarang lebah agar wajahnya tidak dikenali lagi."
Arum berputar, mematut dirinya sendiri di cermin. Baju Arum kali ini bukan hanfu, melainkan gaun berwarna merah muda cerah tanpa lengan, berbahan sutra dengan rok yang dikelilingi gantungan manik-manik. Tidak hanya itu, rok kali ini bukan rok pada umumnya, di pinggir kanan dan kiri dibelah hingga menampilkan sebagian paha. Dan tidak cukup sampai di situ, bagian dada pun cukup rendah. Sayang seribu sayang Arum itu 'rata', jadi mau serendah apapun tidak akan terlihat seksi.
"Huh dingin." Arum memeluk dirinya sendiri setelah berputar. "Baju apa ini sebenarnya? Belum selesai dijahit kah?"
Arum menoleh ke tempat tidur. "Katanya, dorong priamu ke sana. Lalu berpose seksi lah. Eh? Seksi? Seperti apa itu?"
Arum garuk-garuk kepala tidak mengerti. Tadi memang Lu Lu belum sempat menjelaskan secara rinci karena tiba-tiba ada yang menyentil kening gadis itu.
"Aduh, harus bagaimana ya?"
Arum mulai praktek. Pertama, dia berdeham agar suaranya tidak serak-serak kering. "Ekhm. Yang Mulia ... Oh ... Dirimu sangat tampan dan rupawan. Cintailah aku."
Sejenak Arum berhenti dan terdiam. Ia tersadar bahwa gestur tubuhnya seperti orang yang sedang membaca puisi. Baiklah, ia akan mengikuti ucapan Lu Lu.
Arum menghampiri ranjang, lalu menaikkan satu kaki. "Apakah begini?" Arum sedang bingung sendiri. "Baiklah, anggap saja begini, dan Raja Zhang sedang duduk bersandar pada kepala ranjang."
Arum mengulurkan tangan pada kepala ranjang, seolah dia sedang membuat dagu Raja Zhang menengadah padanya. "Lihat aku? Apakah aku cantik malam ini, Yang Mulia?"
Sedang di luar, Pria Putih merasa mual. "Uwoook."
Arum menggeleng. "Tidak, sepertinya kurang."
Arum pun duduk berselonjor kaki di lantai. Dia tekuk sedikit kaki kanannya bak model internasional, menunjukkan kakinya yang mungil dan tidak mulus akibat bekas luka.
"Oh Yang Mulia ... Apakah malam ini aku cantik?" Arum menengadah, menunjukkan tatapan yang dibuat-buat seksi. "Oh Yang Mulia, aku sangat menyukaimu, kau begitu tampan sempurna seperti bulan purnama. Bermata tajam seperti burung elang. Aku telah terperangkap oleh pesonamu. Aku mencintaimu. Muaach." Arum memonyongkan bibirnya yang sudah diberi pewarna bibir merah pekat. Setelah itu Arum mengedipkan mata sambil melet-melet seperti ular.
"Sedang apa kau di situ?"
Mendengar suara Raja Zhang, Arum yang sedang melet-melet mematung terkejut. Posisi lidahnya sedang terjulur. Takut-takut Arum menolehkan kepala, berharap suara itu hanya halusinasi. Begitu kepala menoleh sempurna ....
Ciluuuk baaa ....
Raja Zhang sedang berdiri diambang pintu, dua tangannya dilipat di depan dada, sedang bahunya bersandar pada kusen pintu. Mata Raja Zhang menatap Arum dengan tatapan biasa saja. Walau demikian, Arum merasa lebih malu ditatap demikian.
"Aku tahu aku tampan, tidak perlu kau berpose seperti ular sawah seperti itu."
Mati! Berarti dari tadi Raja Zhang sudah berdiri di sana, memperhatikan semua kelakukannya?!
Sedang di diluar, Pria Putih sedang menghadap tembok, menyembunyikan wajahnya di sana. "Aku tidak lihat. Aku tidak lihat."
Pria putih itu aja udah gak sanggup lagi lihat Arum. Dia sungguh malu🤣🤣🤣🤣.
KAMU SEDANG MEMBACA
Queen Of King Zhang's Heart
RomanceAda seorang gadis dari Nusantara bernama Arum. Dia pergi ke negeri China demi menggapai cita-citanya yang sangat nyeleneh. Apa cita-cita tersebut? Dan di negeri China, ada seorang Raja bernama Chen Zhang Zou. Raja muda yang setiap tahunnya membawa p...