Jing Ji Menyesal

389 43 5
                                    

Raja Zhang menghela nafas, ia menyadari ia berubah jadi konyol dan malah merasa malu-malu. Sungguh, ini bukan seperti dirinya. Ia lirik lagi Arum yang masih menyengir lebar. "Ekspresimu itu jelek. Sudahi semua. Aku sama sekali tidak tertarik padamu."

Raja Zhang kembali menatap Tzu Yang. "Kini aku tidak peduli lagi kau adalah pengasuhku atau orang lain, atau bahkan ayah kandung Arum. Yang jelas, Arum adalah istriku. Aku tidak akan membiarkan siapapun membawanya pergi, termasuk kau, Paman."

Tzu Yang berdecih. "Kau pikir aku akan membiarkan anakku kau tumbalkan pada gurumu? Begitu dia melihat Arum, dia pasti akan tahu Arum adalah keturunan naga putih. Dia pasti akan segera mengincar darah dan jantung Arum."

Ucapan Tzu Yang mengingatkan Raja Zhang pada Tao Fang yang terobsesi pada ilmu sihir. Dan ia hampir saja lupa bahwa gurunya masih berada di istana Banfai, walaupun tidak ada seorangpun yang mengetahuinya.

"Jika kau ingin membawa Arum, langkahi dulu mayatku." Tzu Yang tidak akan membiarkan Arum dibawa ke Banfai.

Raja Zhang menghela nafas. Entah mengapa ia tidak berselera membuang tenaga demi melawan Tzu Yang yang dulu sudah seperti pamannya sendiri. Lagi pula Tzu Yang tampaknya kini jauh lebih kuat dari pada yang dulu.

"Siapa yang mau menumbalkan Arum pada guruku?" Raja Zhang melirik sekilas pada Arum. "Dia telah menjadi milikku. Tidak ada yang bisa berbuat sesuka hati pada Arum tanpa izin dariku, bahkan guruku sekalipun."

Raja Zhang menarik tangan Arum dan membuat Arum berada di sisinya. "Aku sedang tidak ingin membuang waktu."

Sebelum Tzu Yang merebut Arum, Raja Zhang telah membawa Arum pergi dan menghilang terlebih dahulu. Alhasil Tzu Yang hanya bisa menghela nafas. Jujur saja ia cukup mempercayai ucapan Raja Zhang tadi. Sejak kecil Raja Zhang selalu menepati janji dan tekadnya. Jika Raja Zhang sudah bertekad atau berkeinginan, maka keinginan itu harus diwujudkan. Raja Zhang akan melakukan apapun, dan berusaha untuk mencapai keinginannya. Oleh sebab itu jika sekarang Raja Zhang telah mengklaim bahwa Arum adalah miliknya dan tidak ada yang boleh mengganggunya, maka pasti Raja Zhang akan menepati ucapannya itu.

"Baiklah. Aku akan mencoba untuk percaya pada Zhang Zou. Karena aku tidak bisa ke istana Banfai, maka aku akan menggantungkan nasib Arum pada Zhang Zou." Ia menghela nafas. "Sekarang aku harus meneruskan rencanaku terlebih dahulu."

* * * *

"Iiih, lepaskan!" Arum berusaha memberontak dari pelukan Raja Zhang.

Karena sudah jauh dari Tzu Yang, Raja Zhang melepaskan Arum. "Naik!"

Arum menggeleng. "Tidak mau. Aku masih kau bersama dengan ayahku. Yang Mulia tidak bisa berbuat semau Anda."

Raja Zhang menatap tajam pada Arum. "Naik atau aku buat kepalamu saja yang naik."

Nyali Arum tiba-tiba menciut melihat tatapan tajam Raja Zhang itu. Arum segera naik ke atas kuda. Setelah Arum naik, Raja Zhang melepas ikatan kuda pada pohon. Raja Zhang juga naik ke atas kuda, karena harus mengendalikan kuda, jadi posisinya memeluk Arum dari belakang.

"Ekhm." Dan tiba-tiba saja Arum merasa canggung dalam posisi seperti ini. Jantungnya berdebar tak karuan. "Bisa tidak tidak usah memelukku dari belakang?"

Raja Zhang diam saja. Dia fokus untuk memacu kudanya, kembali ke tempat Huang Shong menunggu.

* * * *

Rombongan prajurit dan Shen Hong telah tiba di depan rumah Jing Ji. Mendengar suara langkah kaki kuda, Jing Ji dan beberapa warga keluar. Mereka takut bahwa suara rombongan kuda itu adalah rombongan prajurit yang akan mencari gadis lagi, namun saat mereka melihat Shen Hong, mereka merasa lega sekaligus terheran-heran.

Jing Ji keluar dari rumah, melangkah menghampiri Shen Hong yang baru saja turun dari kuda. Setengah berlari Jing Ji menghampiri lalu memeluk Shen Hong. "Paman."

Shen Hong tersenyum, dia juga memeluk Jing Ji dengan erat. "Syukurlah kau pulang dengan selamat. Selama di istana, aku memikirkan dirimu. Aku khawatir terjadi sesuatu dalam perjalanan pulangmu."

Jing Ji melepas pelukannya lalu tersenyum. "Aku yang sangat-sangat mengkhawatirkan Paman. Aku takut terjadi sesuatu padamu. Aku takut Raja Zhang menyakitimu."

Shen Hong tertawa kecil. Tangannya mengusap air mata Jing Ji dengan lembut. "Tidak. Dia tidak menyakitiku. Memang saat menerobos masuk aku sempat dihajar oleh para prajurit hingga nyaris mati, namun setelah itu aku mendapatkan perawatan terbaik."

"Mendapatkan perawatan terbaik?" Jing Ji tidak tahu kalau Raja Zhang akan sebaik itu pada pamannya.

Shen Hong menghela nafas, helaan nafas lega. "Benar dugaanmu, Raja Zhang tidak akan membunuh Arum."

Seketika wajah Jing Ji benar-benar lega. "Benarkah?" Jing Ji pun tersenyum. "Syukurlah. Syukurlah jika dia baik-baik saja." Tapi kemudian ia terpikirkan akan sesuatu. "Lalu kemana Arum sekarang? Mengapa tidak bersamamu, Paman?"

Shen Hong tersenyum lebar. "Dia telah menikah dengan Raja Zhang, dia telah menjadi Ratu Luzong. Aku pikir, sepertinya ancaman untuk dibunuh adalah sebuah tes kesetiaan dan keberanian, apakah calon istri Raja Zhang itu akan berani atau melarikan diri. Dan Arum berhasil melewati tes tersebut. Sekarang kita tidak perlu khawatir."

Sejujurnya Shen Hong tahu bahwa Raja Zhang benar-benar akan membunuh wanita yang dipilih. Buktinya, enam gadis sebelumnya tidak terlihat lagi, mungkin mereka semua sudah mati. Namun ia ingin membuat Jing Ji tenang. Ia tahu Jing Ji sangat mengkhawatirkan Arum. Oleh sebab itu ia berkata demikian agar Jing Ji merasa tenang.

Senyum Jing Ji sedikit luntur. Matanya menerawang jauh. 'Jadi, jika aku tidak melarikan diri, aku akan menjadi istri Raja Zhang? Akan menjadi Ratu Luzong? Jika Arum tidak membantuku kabur, aku akan menikah dengan Raja Zhang?'

Mata Jing Ji bergerak samar. 'Seharusnya aku yang berada di posisi Arum.'

* * * *

Seminggu kemudian, siang ini rombongan Raja Zhang telah sampai di depan istana Banfai. Begitu Huang Shong menunjukkan plakat kerajaan Luzong, pintu gerbang istana Banfaipun dibuka lebar-lebar. Prajurit penjaga pintu membungkuk saat Raja Zhang dan rombongan memasuki istana.

Melihat istana Banfai yang jauh lebih megah dari istana Luzong, Arum berdecak kagum. Sampai-sampai kepalanya dikeluarkan lewat jendela. Tidak hanya istana, prajurit penjaga juga jauh lebih banyak. Tidak heran lagi, tentu saja karena Banfai adalah istana kekaisaran.

Seorang pria yang sama tegapnya dengan Huang Shong datang menghampiri lalu berhenti di depan kuda Raja Zhang. Pria itu membungkuk. "Hormat hamba, Yang Mulia Raja Zhang dari istana Luzong. Hamba Chao Han, hamba akan mengantar Anda dan juga Ratu ke penginapan istana."

Raja Zhang tidak mengucap sepatah katapun, matanya hanya menatap Chao Han dari atas kuda. Karena tatapannya itu, Chao Han tidak berani untuk mengangkat kepala.

'Luar biasa. Aku pikir rumor tentang aura Raja Zhang itu hanyalah sekedar rumor. Namun sekarang aku benar-benar bisa merasakannya. Sambil menunduk saja aku bisa merasakan bagaimana tatapannya. Ini benar-benar aura yang keluar dari seorang Raja kejam.'

Huang Shong menundukkan kepala tanda ia memberikan hormat balasan pada pria yang cukup muda di depan Raja Zhang itu. "Terima kasih."

Sedang di lain tempat. Tepatnya di ruang kerja Pangeran Gu Thong, seorang pengawal pribadi Pangeran Gu Thong datang menghadap.

"Pangeran, Raja Luzong dan Ratu Luzong telah tiba."

Tangan Pangeran Gu Thong yang sedang menulis berhenti. Dia mengangkat mata, menatap ke depan, lalu senyum miring terbit di wajah tampannya.

Apa yang kira-kira lagi dipikirin sama Pangeran Gu Thong ya Guys?

Queen Of King Zhang's Heart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang