Sudah Dibekukan

330 44 6
                                    

Arum menangis tersedu-sedu, berbaring tengkurap di atas tempat tidur, menenggelamkan kepalanya di bantal hitam, sampai basah sudah bantal tersebut. Arum sudah berganti pakaian, bahkan sekarang Arum tidak lagi memakai hanfu, melainkan pakaian yang ia gunakan saat diseret ke istana, yakni celana dan baju laki-laki, baju yang biasa ia kenakan sejak di dulu.

Arum merasa akhir-akhir ini suasana hatinya mudah turun naik. Ia tidak menyadari bahwa itu pengaruh dari masa menstruasi. Ia tidak tahu bahwa wanita yang sedang menstruasi menjadi mudah marah, kesal, dan suasana hatinya naik turun dengan drastis. Itulah sebabnya ia sangat tersinggung dengan ucapan Raja Zhang tadi.

"Awas saja kau Raja Kejam. Aku tidak akan baik-baik lagi padamu. A-aku tidak peduli hidup mati. Aku membencimu. Huhu."

Di benteng istana, pria Putih duduk bersandar pada dinding tembok, ia menghela nafas lelah melihat Arum menangis tersedu-sedu begitu hanya karena ucapan Raja Zhang. Padahal salah sendiri, pria tak berhati seperti Raja Zhang kok digoda. Ya jadinya kan begini.

"Sudahlah, tidur saja sana. Aku yang ikut engap melihatmu nyungsep di bantal begitu," ucap pria itu menggunakan bahasa Nusantara.

Memang benar, tidak lama kemudian suara tangis Arum mereda, beberapa menit kemudian tidak terdengar lagi suara Arum. Sepertinya gadis itu telah tidur karena lelah menangis.

"Waduh, dia tidur atau mati karena kehabisan nafas ya?"

Menggunakan kekuatannya, ia membalik tubuh Arum hingga telentang. Melihat perut dan dada Arum masih kembang kempis, ia bernafas lega. "Masih hidup ternyata." Seperti biasa, ia menyelimuti Arum lagi.

"Walau bagaimanapun, walau salah Arum sendiri, tapi aku tidak terima Arum dibuat menangis begini. Ingin sekali aku mencekik Zhang Zou, tapi aku tidak bisa melakukan itu. Jangankan menghajarnya, menginjakan kaki di tanah istana saja aku tidak bisa."

Setelah Arum tidur nyenyak, ia pun memilih untuk tidur. Sudah beberapa malam ia tidak tidur. Ia juga harus beristirahat. Hari-harinya untuk melindungi Arum masih panjang, ia harus tetap sehat.

* * * *

Ternyata Huang Shong membawa Lu Lu ke sebuah ruangan kecil dan sempit. Huang Shong memasukkan Lu Lu ke dalam sana lalu mengunci pintunya.

"Diam di sana jika tidak ingin dicambuk."

Sejujurnya Raja Zhang memerintahkan Huang Shong untuk mencambuk Lu Lu agar gadis itu jera. Akan tetapi entah mengapa ia merasa sangat tidak tega. Lu Lu sangat polos, bahkan salahnya di mana saja gadis itu tidak tahu. Mau menghukum gadis itu sekeras apapun, Lu Lu pasti tidak akan paham di mana kesalahannya.

Oleh sebab itu ia memilih mengurung Lu Lu di ruang bawah tanah di kediamannya. Raja Zhang tidak akan menemukan Lu Lu, dan beberapa hari kemudian pasti Raja Zhang sudah tidak akan ingat lagi tentang apakah dia sudah menghukum Lu Lu atau belum.

"Tuan, ini tempat apa? Mengapa gelap dan sempit? Apakah hamba akan mati di sini?" Lu Lu terdengar ketakutan di dalam sana.

"Jika ku tempat kan kau di kamar mewah, itu namanya bukan hukuman. Renungkan lah kesalahanmu. Pikirkan baik-baik apa kesalahanmu sehingga membuat Raja Zhang marah. Setelah kau berhasil tahu apa salahmu, aku akan segera mengeluarkanmu. Paham?" ucap Huang Shong sembari mengunci pintu.

"Ta-tapi hamba takut sekali, Tuan. Hamba takut di tempat gelap. Hamba takut tempat sempit. Rasanya hamba sulit bernafas."

Selesai mengunci, kunci itu ia kantungi. "Tentu saja. Rasa takut itu akan membuatmu jera. Itu baru namanya hukuman." Tanpa peduli lagi, ia pergi meninggalkan ruang bawah tanah yang hanya diketahui oleh dirinya seorang.

* * * *

Setelah selesai rapat dengan para menteri, Raja Zhang kembali ke istana belakang. Entah mengapa rasanya ia harus selalu memastikan Arum benar-benar masih ada di kamarnya.
Sesampainya di istana belakang dan berada di depan kamar, Raja Zhang membuka pintu. Ketika pintu dibuka, Raja Zhang melihat Arum telah tidur nyenyak. Ia melangkah, ingin melihat Arum lebih jelas.

Berdiri Raja Zhang disisi tempat tidur. Matanya menelusuri Arum dari ujung kepala hingga ujung kaki. Kalau dilihat-lihat gadisnya ini masih seperti anak kecil, apalagi ketika tidur seperti ini, sungguh polos dan menggemaskan. Ketika matanya melihat wajah Arum, ia melihat ada setetes air di sudut mata Arum. Dari sanalah ia baru menyadari bahwa bulu mata Arum masih basah, begitu pula dengan bantalnya.

"Kau habis menangis rupanya." Menggunakan ibu jarinya, Raja Zhang mengelap air mata yang hampir menetes di sudut mata Arum. Ia mengusapnya pelan, tidak ingin membangunkan Arum.

Terbayang lagi bagaimana ekspresi Arum ketika menangis saat nyeri perut, waktu itu wajah Arum terlihat lucu menggemaskan. Apakah tadi Arum menangis seperti itu juga? Tanpa sadar, tidak hanya mengusap air mata Arum, tangan Raja Zhang mencubit ringan hidung Arum.

Raja Zhang berdiri tegak setelahnya. Tidak seperti biasanya yang mana ia langsung pergi, kali ini Raja Zhang memandangi Arum cukup lama. "Aku tidak akan melepasmu sebelum aku tahu, apa sebab kau menjadi satu-satunya anak perempuan yang lahir setelah tujuh generasi keluarga Danura tidak memiliki anak perempuan. Dan mengapa pedangku tidak bisa menembus dadamu."

Setelah puas memandangi wajah Arum, Raja Zhang melangkah pergi. Tidak lupa saat meninggalkan kamar, Raja Zhang juga menutup pintu dan menguncinya.

Sedangkan di tempat lain, di tempat yang gelap, di dalam sebuah goa, seorang pria tua beruban duduk bersila di atas batu besar. Di depannya berjejer berbagai macam boneka jerami di atas batu yang lebih besar, yang mana rata-rata semuanya ditusuk oleh duri-duri besar. Di dekat kakinya yang bersila ada tiga tempurung kelapa yang isinya berbeda. Tempurung sebelah kanan berisi kembali tujuh rupa, yang tengah berisi kemenyan, dan yang kiri berisi cairan merah.

Pria tua itu sedang memejamkan mata, dua tangannya di letakkan di masing-masing lutut kanan dan kiri. Bau kemenyan menguar kuat, aura-aura mistis menyebar. Sampai kemudian tiba-tiba matanya terbuka lebar. Pria tua itu menoleh ke sebelah kanan.

Di sudut sana, sebuah bongkahan kayu bulat berwarna merah tiba-tiba retak, boneka sutra putih mengintip dari celah-celahnya.

Melihat itu, mata pria tua itu membulat. "Mustahil. Apa-apaan ini? Mengapa batu itu retak tiba-tiba? Sudah bertahun-tahun aku mengeraskan dan mengurung dia di dalam sana, bagaimana sekarang bisa retak? Apa yang membuat hatinya mulai bergerak?"

Pria itu mengepalkan tangan. "Kali ini aku tidak akan membiarkan siapapun merusak rencanaku. Sudah cukup satu gadis itu saja, aku tidak akan membiarkan gadis lain membuat hatinya mencair lagi."

Pria itu memejamkan mata sejenak. Dan saat membuka mata, rahangnya mengeras. "Sialan! Aku tidak bisa melihat siapa orang yang sedang bersamanya. Siapa orang itu? Aku yakin dia adalah gadis. Ada apa ini? Mengapa aku tidak bisa melihatnya sama sekali?"

Wah wah wah, siapa ini Guys? Apakah penyihir yang dibenci Raja Zhang? Musuhnya Raja Zhang kah? Hehehe, nanti akan terjawab kok. Tenang saja. Makanya kakak semua harus mengikuti cerita ini terus, jangan diskip-skip biar gak ada yang tertinggal. Oke.

Queen Of King Zhang's Heart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang