Mengurus Arum

432 53 2
                                    

Karena istana belakang tidak pernah diinjak oleh siapapun selain Raja Zhang, Huang Shong, dan gadis yang setiap tahunnya dipilih, Raja Zhang tidak membiarkan tabib memeriksa kondisi Arum di istana belakang. Oleh sebab itu Raja Zhang memerintahkan Huang Shong meminta obat pereda nyeri saat sedang menstruasi pada tabis istana.

Sekarang Raja Zhang sudah kembali ke kamar. Dia membawa dua mangkuk obat. Yang satu berupa air ramuan untuk Arum minum, dan yang satunya lagi dioleskan di bagian perut.

Sembari meletakkan dua mangkuk obat di atas meja nakas, Raja Zhang melirik Arum yang telah meringkuk menekuk kakinya. Terlihat Arum tersiksa sekali.

"Bagun!" Kalau soal nada bicara Raja Zhang tidak bisa lembut. Namun perlakuan Raja Zhang terhadap Arum bisa dibilang sangat lembut untuk seorang pria kejam seperti Raja Zhang.

Arum menggeleng. "Sakit."

Raja Zhang berkacak pinggang, menatap Arum. "Mau sembuh atau tidak? Jika tidak mau diobati, tidak usah makan."

Mata Arum yang tadinya lemas langsung terbuka lebar. Dalam sekejap mata ia sudah duduk bersila kaki di atas tempat tidur. "Apa itu?" Arum melihat air dalam mangkuk yang tampak kekuningan.

Raja Zhang tidak menjawab, dia mengambil mangkuk berisi ramuan yang harus Arum minum lalu menyodorkannya pada Arum.

"Minum!" titahnya dingin.

Karena ingin sembuh dari rasa sakit, Arum meraih mangkuk yang disodorkan oleh Raja Zhang kemudian segera meneguknya sedikit. Satu detik kemudian Arum menyemburkannya.

"Buffft! Apa ini?!" Arum mengelap bibirnya sambil menatap mangkuk.

Raja Zhang berdecak. "Ck." Ia raih dan ambil alih mangkuk obat Arum, lalu memegang kepala belakang Arum. Dengan paksa ia membuat Arum meminum air itu. "Buka mulutmu atau ku berikan obat yang lebih pahit dari ini."

Arum memberontak tapi tenaga Raja Zhang tidak mudah untuk dikalahkan. Akhirnya mau tidak mau ia harus meminum ramuan itu walaupun sambil mendelik tajam pada Raja Zhang.

Habislah air di dalam mangkuk itu. Raja Zhang letakkan mangkuk kosong di meja, dan Raja Zhang ambil mangkuk obat oles untuk Arum.

Melihat tekstur dan warna kuning kehijauan dari obat yang dipegang oleh Raja Zhang, Arum bergidik ngeri. "Apaan itu? Tahi ya? Ish, tidak mau. Aku tidak mau memakannya."

Raja Zhang merotasikan matanya. Huh ia ingin marah, tapi entah mengapa tidak bisa keluar. "Bukan untuk kau makan ...!" geram Raja Zhang. "Berbaring!" perintah Raja Zhang tegas.

Walau sambil cemberut, Arum menurut dan berbaring.

"Buka bajumu!" perintah Raja Zhang.

Dengan tidak tahu malu, Arum membuka bajunya dengan santai. Bukan tidak tahu malu dalam artian muka tembok, namun Arum memang tidak mengerti batasan antara pria dan wanita. Di besarkan oleh keluarga yang semuanya pria, membuat Arum tidak tahu apa itu malu pada pria.

Raja Zhang menghela nafas, ternyata Arum tidak memakai kain penutup dada. Raja Zhang ambil bantal lalu melempar bantal tersebut ke tubuh bagian atas Arum. "Bukan semuanya, bodoh."

Arum tidak banyak protes, perutnya sedang sakit sehingga malas terlalu meladeni Raja Zhang.

Raja Zhang mendudukkan dirinya di tepi ranjang. Menggunakan telapak tangan kanan, Raja Zhang telaten mengoles dan mengusap salep pendingin pada permukaan kulit perut Arum.

Tangan Raja Zhang tidak selembut tangan wanita, Arum merasa geli diusap dibagian perut. Ia pun terkikik geli, namun ia tahan tangannya agar tidak mengganggu pekerjaan Raja Zhang.

Queen Of King Zhang's Heart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang