5

3.5K 308 36
                                    

Happy reading



Langit mengembuskan napas panjang,
meletakkan kepalanya di atas meja. Cuaca siang ini sangat panas membuat kepala Langit terasa pening. Apalagi sudah sekitar tiga jam berlalu, Langit bertemu orang-orang ajaib.

Raihan yang melihat wajah pucat Langit mengelus-elus punggung temannya itu. Ia tahu apa yang Langit rasakan, sebab Raihan juga sedikitnya ikut merasakan.

Sudah sekitar tiga jam lebih mereka berada di kafe yang papa Jaidan reservasi, dan sudah selama itu pula Langit bertemu beberapa calon mama sambungnya. Namun, dari banyaknya orang, tak ada satu pun yang benar.

Dimulai dari kandidat pertama—membawa bayi berusia sekitar lima bulan yang diakui sebagai adiknya, tetapi semuanya terbongkar ketika bayi itu menangis dan wanita itu refleks menyusuinya. Seketika Langit, Raihan dan kembar J langsung menutup mata saat itu juga.

Kandidat kedua—seperti sebelumnya dibandingkan menjadi ibu, wanita itu lebih cocok menjadi neneknya. Jelas Langit kembali menolak.

Kandidat ketiga—Langit sempat terpesona. Perempuan itu juga mengaku sudah janda, tetapi begitu menanyakan usia, rahang Langit seolah jatuh begitu saja. Perempuan itu berkata usianya 18 tahun, Langit jelas menolaknya mentah-mentah. Sebab dibandingkan ibu, perempuan itu lebih cocok menjadi kakaknya. Membayangkan bahwa ia memiliki ibu berbeda usia tiga tahun, Langit menggeleng cepat, ia tidak mau bertengkar setiap hari karena sifat labilnya.

Kandidat keempat—usianya cukup matang, mungkin hanya dua sampai tiga tahun lebih tua dari sang ayah, tetapi itu bukan masalah besar. Langit menyukainya dan hendak bertanya lebih lanjut. Namun, baru saja membuka suara lagi, tiba-tiba saja datang dua orang laki-laki dan satu orang perempuan memakai seragam perawat; berkata bahwa wanita itu adalah pasien mereka yang kabur dari rumah sakit jiwa. Langit refleks memegang dada, sementara Raihan dan kembar J menertawainya.

Untuk kandidat kelima, semuanya pas. Baik usia maupun wajah sangat cocok untuk dijadikan mama sambungnya. Namun, baru saja Langit hendak menjabat tangan, seorang pria tiba-tiba saja datang marah-marah dan menyentak tangan Langit. Awalnya Raihan hendak protes, tetapi begitu pria itu berkata bahwa wanita itu adalah istrinya, mereka hanya mampu terdiam. Bahkan bahu mereka seketika turun begitu mendengar bahwa proses perceraian keduanya belum juga selesai.

Mendengar embusan napas Langit yang terdengar berat, Raihan menatap temannya itu khawatir.

"Kamu baik-baik saja, Lang?"

Langit hanya bergumam, menjawab pertanyaan Raihan. Ia kembali menegakkan tubuh, meregangkan kedua tangan.

"Apa sudah semua, Jai?"

Jaidan yang duduk di hadapan Langit menggeleng pelan, "Ada satu lagi, aku sudah menghubunginya, tapi belum ada jawaban."

"Apa dia berubah pikiran?" Jimmy bertanya dengan mulut penuh setelah menggigit burger pesanannya. Langit yang melihat burger milik Jimmy hanya bisa meneguk ludah, sudah sangat lama Langit tidak memakan makanan seperti itu. Setiap kali melihat iklan atau seseorang yang memakannya, selalu terbesit di pikiran Langit untuk membelinya. Apakah ia beli saja? Selagi ayah tidak ada di sini.

Sementara Jaidan yang mendengar pertanyaan Jimmy menggeleng, meletakkan ponsel milik Raihan di atas meja.

"Sekwarang bwagaimwana?" Jimmy kembali bertanya.

Raihan yang melihat Jimmy bertanya dengan mulut penuh makanan jadi kesal sendiri, sehingga ia berkata, "Telan makananmu dulu sebelum bertanya, Jimmy!"

Jimmy hanya nyengir tak menghiraukan, ia masih sibuk memakan burger miliknya.

Langit Bercerita (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang