Happy reading
Langit merapatkan jaket berwarna hitam yang dipakai sembari menatap gemericik air yang berlomba-lomba membasahi bumi. Siang ini kelas terasa ramai, tidak ada guru yang mengajar, membuat Langit memilih untuk keluar kelas—melihat hujan dari lantai dua. Di penghujung bulan November, hujan akhirnya kembali datang setelah musim kemarau yang terasa lebih panjang.
Sejujurnya, Langit tidak begitu menyukai hujan. Tidak ada alasan khusus, ia hanya tidak suka jika harus berangkat ke sekolah dalam keadaan hujan membuat tas ataupun seragamnya menjadi basah. Walaupun menggunakan payung, itu tidak menjamin dirinya aman.
Menggosokkan tangannya berusaha membuat udara sedikit hangat, Langit tersentak begitu tangan kanannya ditarik oleh seseorang. Melihat siapa pelakunya, Langit tersenyum. Itu Raihan, memberikan botol minyak kayu putih berukuran sedang. Langit menerima dengan senang hati, mengucapkan terima kasih dan segera memakainya.
"Hujannya mulai reda," gumam Jimmy sembari memakan permen di samping kiri Langit, ada Jaidan juga di sebelahnya—menjulurkan tangan kanan ke depan, membiarkan air membasahinya.
Langit mengangguk setuju, memasukkan kembali kedua tangan yang terasa lebih hangat ke dalam saku jaket.
Sudah hampir tiga jam hujan lebat mengguyur ibu kota, membuat Langit sempat khawatir air yang turun tidak akan mereda. Jika seperti itu, maka Langit tidak akan diperbolehkan untuk berada di luar terlalu lama dan kabar buruknya Langit tidak bisa menemui Dokter Mama. Namun, melihat intensitas air yang turun tak sederas sebelumnya, Langit akhirnya bernapas lega.
"Apa kamu akan menemui dokter itu lagi, Lang?" Seperti biasa, Jimmy memulai pembicaraan dengan suatu pertanyaan.
Langit mengangguk. "Kemarin aku hanya melihatnya dari jauh. Sebisa mungkin aku harus mengobrol dengan Dokter Mama hari ini."
"Kamu yakin Dokter Mama kamu itu masih single? Maksudku, bisa saja dia sudah mempunyai calon atau lebih parahnya lagi suami dan anak."
Raihan yang mendengar pertanyaan kedua Jimmy melotot, menatap tajam.
Jimmy yang menoleh sebab merasakan sebuah tatapan bak samurai menghunus pun hanya nyengir lebar, menunjukkan gigi rapinya. "Aku kan hanya bertanya, Rai."
Langit yang melihat keduanya terkekeh pelan. Sebelum Raihan membalas perkataan Jimmy dan mengakibatkan pertengkaran, Langit lebih dulu berkata, "Aku sudah memastikannya, Jimmy. Dokter Mama masih lajang dan dia belum pernah menikah," dengan sangat yakin, menatap hujan yang mulai reda.
Setelahnya lengang, tidak ada percakapan selama beberapa menit ke depan. Keempatnya sibuk menatap lapangan di mana ada beberapa murid yang sedang bermain di sana, membiarkan seragam yang dikenakannya basah terkena tetesan air huja. Hingga Jaidan berkata, "Sebentar lagi ujian akhir semester, aku ngga nyangka kita sudah hampir setengah tahun bersekolah di sini."
Ketiganya mengangguk, menyetujui. Bahkan Raihan kini ikut menimpali. "Rasanya baru kemarin aku berkenalan dengan kalian berdua."
"Rasanya juga baru kemarin aku merasa iri karena Langit ngga perlu ikut ekskul seperti yang lainnya." Celetukan Jimmy membuat mereka tertawa.
Mereka masih ingat betul ketika pertama kali berkenalan di kelas setelah masa pengenalan lingkungan sekolah. Setelah itu ada dua anggota OSIS yang masuk ke kelas mereka bersama dengan beberapa ketua dari masing-masing ekstrakurikuler yang berada di sekolah.
Salah satu anggota OSIS mengatakan bahwa setiap siswa diwajibkan setidaknya mengikuti satu ekstrakurikuler, jika tidak maka nilai mereka akan dipertaruhkan. Jimmy yang memangnya pemalas hanya mengikuti sang kembaran untuk mengikuti ekskul basket, sementara Raihan yang saat itu hanya mengenal keduanya ikut-ikutan saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Bercerita (End)
Teen FictionDicari istri baru untuk ayah saya. Kriteria: -Baik hati dan tidak sombong -Tidak bisa masak pun tak apa, sebab uang ayah saya banyak. -Mau mencintai dan menerima ayah beserta buntutnya (saya) -Tidak perlu cantik, yang penting enak dipandang. -Janda...