42

2.6K 232 67
                                    

Happy reading




Lebih dari satu bulan berlalu pasca operasi kecil yang Langit terima dan ini adalah hari di mana dia akan bertemu kembali dengan Dokter Cahya. Kali ini Langit berhasil. Dia datang ke rumah sakit sesuai dengan tanggal yang ditetapkan.

Sejauh ini semuanya perlahan membaik. Luka sayatan pada dada yang Langit terima ketika operasi perlahan-lahan sembuh. Sakitnya semakin berkurang seiring berjalannya waktu atas bantuan obat yang Dokter Cahya berikan. Jahitannya pun sudah dilepas setelah dua minggu operasi selesai. Hanya saja, Langit belum terbiasa dengan efek yang ditimbulkan. Dia masih sering terkejut setiap kali alat itu bekerja. Rasanya seperti mendapatkan sebuah tendangan pada dada.

Mengenai sekolahnya, sudah satu bulan juga Langit tak berangkat. Jagad menyuruhnya untuk homeschooling sementara waktu. Paling tidak sampai semester dua ini berakhir dan Langit akan kembali ke sekolah seperti biasa lagi setelah kenaikan kelas nanti.

Langit tak protes sama sekali, dia juga berpikiran hal yang sama, sebab takut jika luka operasinya akan tersenggol oleh teman-teman di sekolah. Membayangkannya saja sudah membuat Langit meringis tertahan. Hanya saja, Langit kerap kali merindukan suasana ramai di kelas, terlebih lagi ketiga temanya.

Cuaca pagi ini cukup cerah, secerah senyum Langit setelah mendengar hasil pemeriksaan. Dokter Cahya mengatakan semuanya cukup baik. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi. Ayah dari Raihan itu juga sempat menyinggung Dokter Megan, memuji dokter wanita itu di hadapan mereka. Tentu saja, sebab Langit selalu mengatakan jika Dokter Megan-lah yang berperan penting dalam kesembuhannya.

Langit tak membual, itu benar adanya. Luka jahit dan bengkak pada dadanya memang dirawat langsung oleh Dokter Megan. Bukan main, dokter wanita itu sendiri yang selalu datang ke rumah untuk memeriksa dan mengobati.

Berbicara mengenai Dokter Megan, Langit masih belum mengerti tentang hubungan sang ayah dengan dokter mamanya. Setiap kali Langit bertanya, mereka selalu kompak menjawab, "Kami enggak berpacaran, Langit. Enggak ada hal-hal seperti yang kamu pikirkan." Dan itu semakin membuat Langit penasaran. Sebab keduanya tak pernah terlihat jalan bersama, menonton film, lalu berkencan layaknya orang yang sedang menjalin hubungan.

Keduanya sama-sama sibuk. Sang ayah dengan pekerjaan kantornya dan Dokter Megan sebagai dokter yang sering mendapatkan jadwal menjaga ruangan IGD. Hanya sesekali bertemu, itu juga di rumahnya untuk makan bersama. Sebab Dokter Megan akan datang untuk merawat lukanya.

Keluar dari ruangan Dokter Cahya sesaat setelah ayah dari Raihan itu menyuruhnya untuk keluar karena ingin berbicara berdua dengan sang ayah, Langit memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar. Lebih tepatnya mencari keberadaan Dokter Megan yang masuk kerja di shift pagi hari ini.

Begitu melihat keberadaan Suster Maria di balik meja resepsionis, Langit segera mendekat. Lantas menyapa, "Selamat pagi, Suster Maria!"

Suster Maria tersenyum, menghentikan jari-jemarinya yang sedari tadi berselancar di papan keyboard. "Selamat pagi. Kamu baru saja bertemu dengan Dokter Cahya? Bagaimana hasil pemeriksaannya?"

"Cukup bagus."

"Syukurlah," ucap Suster Maria, kembali mengetik.

"Suster ... Dokter Mama." Langit sedikit mencondongkan tubuhnya, berbisik.

Suster Maria tak bisa untuk menyembunyikan senyuman. Maka dari itu dia kembali mengalihkan perhatiannya kepada Langit.

"Di IGD, tadi ada pasien yang datang. Dia sangat sibuk akhir-akhir ini."

Langit mengangguk–angguk, lalu berpamitan untuk menemui Dokter Megan.

Melangkahkan kakinya ke luar dari lobi, Langit berjalan di lorong dengan hati-hati. Takut jika bahunya akan tersenggol orang yang sedang berjalan dan membuat lukanya nyeri.

Langit Bercerita (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang