11

2.5K 239 25
                                    

Happy reading

Langit membuka mata perlahan, tatkala mendengar suara gorden dibuka cukup keras, sehingga ia bisa merasakan hangat dan silau dari cahaya matahari yang menembus celah-celah jendela. Begitu matanya sudah terbuka sempurna, Langit tersenyum melihat pelakunya.

"Mama?" panggilnya dengan suara khas bangun tidur, mengusap sudut mata yang terasa gatal dan menguap lebar.

"Maaf. Mama membangunkan mu, ya?"

Langit hanya mengangguk singkat sebagai jawaban. Kemudian mencoba untuk duduk, yang mana langsung dibantu dengan sigap.

"Kapan Mama Titi datang?"

Tiara tersenyum mendengarnya. "Baru saja."

Benar, yang baru saja datang adalah Tiara—istri Kaindra. Ia baru bisa datang menjenguk hari ini, sebab seperti biasanya setiap kali Langit dirawat di rumah sakit, maka beberapa pekerjaan harus dihandle oleh Kaindra, dan Tiara harus membantu suaminya.

Bukan tanpa alasan, sebab dulu sebelum menikah dan mempunyai anak. Tiara merupakan sekretaris Kaindra. Jadi sedikitnya ia bisa membantu Kaindra yang kewalahan.

Hari ini nenek Dwi tidak akan datang lagi, karena itulah Tiara yang akan menemani Langit. Kemarin malam, Tiara mendapat kabar jika mama mertuanya itu sakit pinggang, Tiara yang merasa khawatir langsung menyuruhnya untuk istirahat di rumah Jagad dan mengusulkan agar dirinya saja yang menjaga Langit.

Lagi pula, Jagad hari ini memang harus ke kantor karena harus menemui klien yang ingin bertemu secara langsung sehingga tidak bisa diwakilkan oleh Kaindra.

Melihat rambut Langit yang terlihat berantakan, Tiara terkekeh pelan. Duduk di tepi ranjang, mengusap wajah Langit sekaligus menyibak rambut anak itu ke belakang. Langit yang merasakan sentuhan di wajah hingga rambut hanya tersenyum, memejamkan mata. Langit selalu suka setiap kali mama Titi melakukannya, itu membuat Langit merasakan kasih sayang seorang ibu walaupun tidak utuh.

"Mama Titi, Langit mau pipis," ujar Langit dengan mata terbuka perlahan, menatap wajah Tiara yang saat ini tengah tersenyum memandanginya.

"Ayo, Mama bantu." Tiara segera membantu Langit turun dari ranjang, mendorong tiang infus seraya memegangi lengan Langit yang tengah berjalan sedikit cepat. Sepertinya anak itu benar-benar sudah tak tahan untuk berkemih, terlihat dari jalannya yang tak sabaran.

Begitu Langit memasuki toilet, Tiara segera menutup pintunya pelan, menunggu di luar. Tak lama pintu ruang rawat dibuka, menampilkan Jagad yang sudah rapi dengan setelan jas kantornya.

"Langit mana, Mbak?" Jagad bertanya, seraya meletakkan tas di sofa.

"Di toilet, kebelet pipis anaknya."

Jagad mengembuskan napas lega. Melihat pintu toilet yang dibuka perlahan, Jagad langsung mendekat. Membantu Langit untuk keluar dan duduk di ranjang kembali, begitu juga dengan Tiara yang langsung membawakan tiang infusan.

Begitu sudah duduk, Jagad menatap Langit dengan lekat. "Dengar, Ayah akan ke kantor hari ini."

Langit mengangguk. "Ngga apa-apa, pergi saja."

Mendengar balasan seperti itu, Jagad mengernyit tak suka.

"Kenapa?" tanya Langit bingung, melihat ekspresi yang ditunjukkan oleh Jagad.

Jagad hanya menggeleng pelan, kemudian berkata, "Selagi Ayah pergi, jangan berulah dan jangan membuat Ayah takut."

Seketika Langit memandang tak suka. "Memangnya kapan aku berulah?" tanya Langit kesal. Ayahnya ini berkata seolah-olah Langit adalah anak nakal, padahal ia tahu jelas bahwa anaknya ini merupakan anak baik yang suka membantu sesama.

Langit Bercerita (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang