24

2K 225 41
                                    

Happy reading



Malam itu, untuk kesekian kalinya Jagad berlari di lorong rumah sakit dengan perasaan kalut marut. Bibirnya terus bergumam menyuarakan nama Langit. Saking cepatnya Jagad berlari, Dokter Megan yang mengikuti di belakang sampai tertinggal cukup jauh.

Hingga jarak hanya tersisa lima meter, Jagad melihat rombongan Dokter Cahya berbelok, memasuki kamar yang berada di samping kamar rawat Langit. Saat itulah Jagad tahu, jika bukan Langit yang mengalami henti jantung.

Seketika kaki Jagad kembali melemas, bahkan ia sampai berpegangan pada tembok di sampingnya. Dokter Megan yang melihat dari kejauhan segera mempercepat langkah, membantu Jagad yang hampir terduduk di lantai dengan napas tersengal.

"Kau baik-baik saja?" tanya Dokter Megan di hadapan Jagad yang sudah duduk, menyandar pada tembok.

Jagad hanya bisa diam, mengatur pernapasan. Matanya berkaca-kaca, siap menumpahkan lelehan bening yang sedari tadi menumpuk di pelupuk mata. Malam itu, Jagad tidak peduli lagi dengan citra yang ia bangun. Dan untuk pertama kalinya, Jagad memperlihatkan sisi lain dalam dirinya, pada seseorang yang baru saja ia kenal dalam waktu satu bulan ini.

"Langit baik-baik saja. Seperti katamu, dia sedang tidur." Dokter Megan menatap Jagad yang tampak berantakan. Duda anak itu terlihat sangat memprihatinkan dengan mata yang bergerak tak beraturan. "Sorry," sambung Dokter Megan, lantas tangannya terulur menepuk-nepuk punggung lebar Jagad dengan pelan, berusaha memberikan ketenangan.

Dua menit berlalu, Jagad mulai tenang. Dokter Megan yang melihat Jagad berdiri lantas membantunya, memapah duda anak satu itu hingga sampai di kamar rawat Langit.

Begitu pintu kamar rawat dibuka, Jagad mengembuskan napas lega. Melihat Langit yang tertidur dengan selimut sudah jatuh ke lantai. Melepaskan tangan Dokter Megan, Jagad berjalan pelan, mengambil selimut yang terjatuh, dan memakaikannya kembali pada Langit.

"Terima kasih," ucap Jagad seraya membenarkan letak selimutnya, Langit yang merasakan sesuatu sedikit membuka mata, tersenyum, lantas kembali memejamkan mata. Anak itu terlihat setengah sadar.

Dokter Megan hanya menjawab sama-sama, menghampiri ranjang.

"Sepertinya kau juga harus beristirahat." Dokter Megan menatap Jagad yang berdiri seberang. Ayah dari Langit itu tampak pucat setelah kejadian tadi. Satu hal yang Dokter Megan tahu, bahwa mereka memiliki satu masalah yang sama.

"Aku ngga apa-apa." Jagad menjawab tanpa mengalihkan pandangannya kepada Langit. Lantas duduk di kursi samping ranjang.

Dokter Megan hanya mengangguk, mengalihkan pandangan pada jam yang tertempel di dinding. Beberapa menit lagi pergantian jam kerja dan ia harus pulang.

Sedikit membungkuk, Dokter Megan menatap wajah Langit dari dekat, berbisik, "Aku tahu kamu bangun. Jadilah anak yang baik, sepertinya ayah kamu sedang sakit." Tepat di telinga kiri Langit, membuat dahi anak itu mengernyit.

Dokter Megan yang melihatnya hanya bisa menahan senyum, lalu menatap Jagad yang saat ini tengah sibuk memijat pelipisnya.

"Kalau begitu aku pamit."

Mendengar itu Jagad sedikit mendongak, menganggukkan kepala. "Sekali lagi terima kasih."

Dokter Megan hanya mengangguk, lantas keluar setelah menepuk kepala Langit sebanyak dua kali.

Sepeninggal Dokter Megan, ruangan rawat Langit tampak lengang. Hingga suara helaan napas dari Jagad terdengar. Suaranya tampak begitu sesak, seolah sedang ditimpa batu besar. Langit yang memang mendengarnya hanya diam, masih memejamkan mata. Benar kata Dokter Megan, Langit memang terbangun sejak Jagad memasuki kamar. Hanya saja, anak itu terlalu malas membuka mata dan memilih untuk berpura-pura tidur saja. Barangkali beberapa menit kemudian tertidur dengan sendirinya, biasanya juga seperti itu.

Langit Bercerita (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang