Happy reading
Sudah satu Minggu lebih sejak Jagad dirawat di rumah sakit. Kini, duda anak satu itu sudah kembali disibukkan dengan pekerjaan kantornya, juga Langit yang seringkali menghabiskan waktu pergi ke panti asuhan hanya untuk menemui Jian, bunda, dan anak-anak panti lainnya.
Langit juga terkadang pergi ke apartemen Dokter Megan untuk bertemu dengan eyang putri hanya untuk menumpang makan siang, atau ke hotel bintang lima yang opa tempati hanya untuk merasakan menjadi cucu dari seorang pebisnis terkenal. Langit suka ketika sedang bersama opa, sebab ia dilayani layaknya seorang pangeran.
Namun, menjadi seorang pangeran tidak ada di agendanya hari ini. Sebab Langit harus berbelanja beberapa bahan untuk pesta barbeque yang ia adakan bersama teman-temannya nanti malam.
Ya, tak terasa hari begitu cepat berlalu. Rasa sakit, sedih, dan bahagia telah Langit lewati bersama orang-orang yang ia sayangi. Ia berharap di tahun depan akan ada berita baik, khususnya dari sang ayah dan Dokter Megan. Entah kenapa Langit merasa mereka berdua tengah menyembunyikan sesuatu darinya.
Menggeleng pelan, Langit sempat memejamkan mata begitu rasa pusing tiba-tiba menyerang. Mengembuskan napas panjang, Langit menyentuh dada kirinya. Akhir-akhir ini ia merasa tubuhnya terasa tidak nyaman. Jantungnya seringkali berdebar, tetapi tak sampai membuatnya pingsan. Tak hanya itu, Langit juga sering merasa pusing dan mual.
Namun, mengingat Dokter Cahya yang mengatakan jika itu hanya efek samping yang ditimbulkan dari obat yang diminum, Langit tak begitu menghiraukan. Hingga sebuah panggilan terdengar membuat Langit yang sedang duduk di kursi samping kemudi mobil sedikit tersentak, menoleh hanya untuk mendapati Raihan yang baru saja keluar dari rumahnya dengan langkah tergesa-gesa.
"Maaf menunggu lama, Lang. Aku harus membujuk Cadey supaya enggak ikut. Anak itu susah sekali diberitahu. Padahal aku sudah mengatakan kalau acaranya nanti malam, tapi Cadey malah merengek ingin ikut berbelanja. Beruntung papa ada di rumah sehingga membantuku untuk kabur. Kalau enggak, nasib sial. Uang jajanku yang enggak seberapa itu akan habis untuk jajannya." Raihan terus bersungut-sungut setelah duduk di kursi belakang.
Langit tertawa pelan, meminta mang Asep yang sedari tadi sudah siap duduk di kursi kemudi menjalankan mobilnya. Menuju rumah si kembar.
"Kita akan patungan berapa, Lang?" Raihan sedikit mencondongkan tubuhnya.
Mendengar itu, Langit memiringkan tubuhnya untuk menghadap ke belakang. Merogoh saku celana seraya mengeluarkan sebuah kartu berwarna hitam. "Enggak perlu patungan. Aku punya kartu ini. Kita bisa belanja apa saja," ujar Langit menunjukkan seringai di bibirnya.
Melihat itu, Raihan mengambil kartu yang Langit perlihatkan. Matanya berbinar-binar dengan mulut terbuka. "Kamu dapat dari mana?"
"Kamu tahu kan kalau aku baru saja bertemu dengan ayahnya mama?"
Raihan mengangguk, menyerahkan kartu itu kembali kepada Langit. Ia sudah tahu jika Langit baru saja bertemu dengan opanya, Langit menceritakan semuanya kepada mereka.
Langit juga bercerita jika opanya itu sangat kaya. Raihan pikir temannya itu hanya membual sebab Langit suka sekali memperbesar-besarkan sesuatu. Namun, melihat kartu itu sepertinya memang benar. Raihan turut senang mendengar cerita Langit bahwa Jagad sudah tak begitu cemas lagi memikirkan dirinya yang akan dibawa pergi oleh sang opa.
Beberapa menit berlalu, mobil yang dikendarai mang Asep berhenti tepat di depan gerbang rumah si kembar. Kurang dari dua menit kemudian si kembar muncul. Jaidan lebih dulu membuka pintu mobil, tetapi bukannya masuk, Jaidan justru menarik Jimmy yang berada di belakang untuk masuk lebih dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Bercerita (End)
Teen FictionDicari istri baru untuk ayah saya. Kriteria: -Baik hati dan tidak sombong -Tidak bisa masak pun tak apa, sebab uang ayah saya banyak. -Mau mencintai dan menerima ayah beserta buntutnya (saya) -Tidak perlu cantik, yang penting enak dipandang. -Janda...