40

2.3K 237 59
                                    

Happy reading

Sepertinya baru sebentar Langit tertidur, tetapi suara Dokter Megan sudah terdengar membangunkan. Udara pagi ini terasa cukup dingin, sebab gerimis mengguyur ibu kota sejak subuh tadi.

Mendengar ketukan pintu dan suara Dokter Megan sekali lagi, mau tak mau Langit segera membuka mata, berkata jika dirinya sudah bangun dan hendak mencuci wajah.

Langit mengernyitkan dahi tatkala matanya terbuka lebar. Kamar ini sangat sepi, tidak ada Raihan dan si kembar. Padahal, mereka berempat tidur di kamar ini semalam. Ke mana mereka? Apa mereka sudah lebih dulu keluar?

Memejamkan mata tatkala rasa pening menyerang kepala, Langit meringis tertahan. Kepalanya pusing sekali, pun dengan perutnya yang terasa mual. Begitu menoleh ke jam weker yang berada di atas nakas, Langit mengeluh. Pantas saja terasa mual, ini sudah lewat dari jam sarapannya.

Turun dari ranjang dengan susah payang, Langit terdiam sesaat begitu pusing kembali menyergap. Tak lupa tangannya yang mengelus dada, berusaha untuk tetap tenang.

Dirasa sudah tak terlalu pusing, Langit segera melangkah ke kamar mandi untuk mencuci wajah dan gosok gigi. Langit tidak mau mandi, rasanya dingin sekali.

Sekitar lima menit berlalu, Langit merasa sedikit lebih baik walaupun kenyataannya tidak sama sekali. Terus melangkah keluar dari kamar, tujuan Langit kali ini adalah dapur.

Langit kembali mengernyitkan dahi begitu sampai di lantai satu, sebab tidak menemukan teman-temannya. Di mana mereka?

Dokter Megan yang sudah menyiapkan makanan untuk Langit tersenyum lebar, begitu melihat anak itu berjalan mendekat.

"Mereka sudah pulang." Dokter Megan berkata demikian setelah melihat wajah kebingungan Langit.

"Pulang?" Langit duduk di kursi.

"Ya. Tadi Dokter Cahya kemari untuk menjemput Raihan dan Cadey, katanya nenek mereka datang. Lalu si kembar dijemput sama papanya, katanya mama mereka sakit. Terus Jian dijemput sama bundanya, katanya ada yang mencari." Dokter Megan meletakkan semangkuk oatmeal di hadapan Langit. Senyumnya luntur setelah menyadari jika wajah Langit terlihat sangat pucat.

"Siapa yang mencari Jian?" tanya Langit khawatir.

Bunda panti tidak pernah menyuruh Jian untuk pulang ketika sedang menginap di rumah Langit. Sebab tahu jika anak itu akan aman di sini. Namun, mendengar bunda panti menyuruh Jian pulang secara tiba-tiba, itu pasti ada hubungannya dengan adopsi.

Tidak, Jian tidak boleh diadopsi oleh keluarga lain. Jian hanya boleh menjadi adiknya. Langit sudah berada di setengah jalan, jika Dokter Megan dan ayah menikah, mereka bisa mengadopsi Jian.

Memikirkan Jian yang akan diadopsi keluarga lain, Langit melamun tanpa sadar, itu membuat Dokter Megan semakin khawatir dan mengguncang sedikit tubuhnya.

"Kamu sakit, Langit? Apa yang kamu rasakan?" Dokter Megan mengecek suhu tubuh Langit yang terasa hangat, dengan keringat yang membasahi pelipisnya.

Langit menggeleng sejenak. "Aku hanya mual, Dokter Mama. Mungkin karena jam sarapannya terlewat."

Dokter mengembuskan napas pelan. "Sarapan sekarang, nanti kita ke rumah sakit, ya?"

Tanpa menolak, Langit mengangguk singkat. Lalu mulai memakan oatmealnya. Rasanya sangat mual, Langit merasa ingin muntah, tetapi dia tidak mau membuat Dokter Megan kecewa karena sudah membuatkannya susah payah.

"Di mana, Ayah?"

Belum sempat Dokter Megan bertanya, Jagad sudah dulu datang dan duduk di sampingnya.

Langit Bercerita (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang