Epilog

2.9K 261 66
                                    

Happy reading



Sudah satu minggu berlalu sejak Jagad mendeklarasikan akan menikahi Dokter Megan. Kini, halaman rumah Dokter Megan telah disulap menjadi sebuah pesta pertunangan. Tidak begitu banyak orang yang datang-hanya dihadiri oleh keluarga besar dari keduanya dan teman-teman terdekat.

Langit tak henti-hentinya tersenyum melihat ayah dan Dokter Megan yang masih berdiri berdampingan setelah melakukan tukar cincin. Mereka terlihat berbincang dengan rekan-rekan Jagad-aura kebahagiaan terpancar dari keduanya.

Begitu pandangannya beralih kepada opa Harry, Langit tertawa pelan. Opanya itu terlihat sangat enggan ketika ada yang mendekati, sebab tak banyak dari mereka yang sedang mencari muka di depan seorang George Harry. Langit tahu opa sangat ingin pergi. Namun, karena Langit meminta agar opa Harry pulang setelah acara selesai, Opanya itu menahan semua keinginannya.

Malam ini penampilan Langit terlihat begitu mengesankan, dengan tuxedo berwarna merah maroon, serta dasi kupu-kupu yang melekat di kerah kemejanya. Itu semua pilihan nenek Dwi dan eyang putri, Langit hanya mengangguk saja ketika kedua neneknya menyuruh Langit memakai setelan tersebut.

Mendekati meja yang berisi makanan dan minuman, Langit tersenyum sumir. Ada buah beri dan air mineral yang pastinya dikhususkan untuk Langit.

Membuka botol, menuangkan airnya di gelas kosong, Langit sedikit tersentak tatkala pundaknya ditepuk oleh seseorang.

"Kamu mengagetkanku, Rai."

Raihan hanya nyengir lebar, mengambil minuman berwarna merah di atas meja, berdiri di samping kanan Langit yang saat ini sudah kembali menghadap sang ayah dan calon mamanya.

"Selamat ya, Lang. Akhirnya pencarian kamu telah selesai." Raihan meminum sedikit minumannya, mengernyitkan dahi begitu merasakan rasanya.

"Terima kasih, Rai." Langit tersenyum semakin lebar.

"Kenapa kamu mengundang orang itu, Lang?" Jimmy yang berada di samping kiri Langit seperti biasa mengajukan pertanyaan, menunjuk Mario yang tengah berbicara dengan Yara. Kali ini nadanya terdengar sedikit kesal, berbanding terbalik dengan suasana meriah dan penuh kebahagiaan di sekitarnya.

Langit sedikit terkekeh, begitu juga dengan yang lainnya.

"Kamu masih belum move on saja, Jimmy?"

"Bukan seperti itu, Rai. Hanya saja, move on kan membutuhkan waktu."

"Lebih tepatnya, kamu enggak bisa move on karena setiap hari selalu bertemu dengan ka Yara di sekolah." Jaidan yang berada di samping kiri sang kembaran menimpali.

Jimmy mendelik sebal. "Diam, kamu!"

Langit semakin tertawa mendengarnya. "Aku juga enggak tahu, Jimmy. Aku enggak mengundang ka Mario. Dia diundang oleh keluarga Dokter Mama. Mereka masih saudara."

Setelahnya mereka terdiam, Langit membalikkan tubuhnya kembali, menghadap meja yang dipenuhi oleh kue dan minuman. Lalu mengambil buah beri dan memakannya. Yang lain pun mengikuti, mengambil kue yang sudah disiapkan.

"Apakah acara ini dibuat dadakan, Lang? Aku sedikit terkejut mendapati undangan di meja kantor papa." Jimmy memakan cake cokelat yang baru saja diambilnya.

"Aku pikir, hanya aku yang berpikiran seperti itu." Jaidan ikut berbicara setelah minum, sedikit mengernyitkan dahi merasakan rasanya.

"Memang dadakan. Ayah baru memberitahu seminggu yang lalu."

"Itu berarti ... setelah seminggu itu acara ini langsung disiapkan?" tanya Jimmy yang langsung mendapatkan anggukan kepala dari Langit.

"Wah, hebat. Pasti ada alasan tertentu. Iya, kan?" Raihan menoleh, hanya untuk melihat Langit mengangguk pelan.

Langit Bercerita (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang