Setelah beberapa menit, akhirnya mereka sampai di gedung, apartemen Aiba berada. Jean menaikkan sebelah alisnya, saat melihat Aiba masuk ke dalam gedung tersebut. Gedung itu sama dengan gedung apertemen adiknya.
"Ehk! Apartemen Sabrina di mana?" tanya Zion yang ikut bingung.
"Yah, di gedung itu," jawab Jean sambil menunjuk gedung yang dimasuki Aiba.
"Berarti mereka satu gedung," balas Zion.
"Ya, dari yang kita lihat, emang iya," ucap Jean.
"Hmm, bisa gitu, ya," ucap Zion. Ia menatap ke atas gedung itu.
"Yaudahlah, lo mau tinggal atau mau pulang?" tanya Zion kepada Jean.
"Gue mau pulang, Naisa belum makan dari gue pergi tadi. Dia gak mau buka kamarnya," jawab Jean.
"Huft, gue ikut, dah. Semuanya karena gue," balas Zion.
"Yaudah, ayo," ajak Jean. Keduanya pun berlalu untuk pergi ke rumah Jean. Aiba yang sudah masuk ke dalam apartemennya, langsung menuju balkon dan melihat ke arah bawah, di mana Zion dan Jean berbincang sejenak, lalu pergi.
"Meresahkan!" tekan Aiba dan meninggalkan balkon apertemennya.
Setelah beberapa menit, akhirnya Zion dan Jean sampai di kediaman Allison.
"Daddy, lo kapan balik?" tanya Zion saat mereka sudah turun dari motor masing-masing.
"Seminggu lagi," jawab Jean.
"Owh gitu," balas Zion. Keduanya pun masuk ke dalam rumah dan langsung disambut oleh Betty, Mommynya Jean.
"Ehk! Ada Zion," ucap Betty bersemangat.
"My, Nai, udah makan belum?" tanya Jean langsung.
"Belum, dia gak mau keluar dari kamarnya. Mommy takut dia kambuh, karena gak ada suara sama sekali," jawab Betty. Zion dan Jean dengan cepat menuju kamar Naisa.
Tok! Tok! Tok!
"Naisa!" panggil Jean sambil mengetuk pintu kamar adiknya. Jean kalut saat tidak mendapatkan jawaban sama sekali. Zion pun merasakan hal yang sama.
"Nai, Kak Zion datang, Nai," ucap Zion sambil mengetuk cepat pintu kamar Naisa. Namun tetap tidak ada jawaban.
"Naisa, sayang," panggil Betty pula. Karena khawatir, Jean langsung mendobrak pintu kamar adiknya. Ketiganya terkejut bukan main, saat masuk ke dalam kamar Naisa yang gelapnya bukan main. Zion dengan cepat menyalakan lampu dan mereka kembali terkejut, saat melihat Naisa yang duduk di tepi ranjangnya bagaikan patung. Wajahnya sangat pucat dan ada bekas air mata di pipinya.
"Astaga! Nai!" ucap Jean dan Zion bersamaan.
"Yaampun, Naisa!" ucap Betty panik juga. Jean langsung menarik selimut adiknya dan menyelimuti tubuhnya yang diam mematung dengan wajah pucatnya.
"Nai, maafin Kak Zion," ucap Zion meraih kedua tangannya yang sangat dingin dan menggosok-gosokkannya tangannya yang sangat dingin.
"Apa yang terjadi tadi, kok bisa?" tanya Betty khawatir. Ia baru saja kembali dari dapur mengambil segelas air minum.
"Semuanya karena Zion," jawab Zion.
"Udah! Naisa cuma gak bisa tahan emosinya aja!" sela Jean. Betty juga paham itu. Betty juga tahu bagaimana sikap Zion kepada Naisa. Ia sudah menganggap Naisa seperti adiknya sendiri.
"Ahk!" teriak Naisa tiba-tiba. Zion dengan cepat berdiri dan memeluknya erat. Jean juga tidak tinggal diam, ia terus menyelimuti tubuh adiknya yang kedinginan.
"Udah Naisa, udah!" pinta Zion merasa bersalah. Seharusnya siang tadi ia tidak membuat Naisa kesal.
"Kak Jean," panggil Naisa pelan.
"Iya sayang, kenapa, hmm?" tanya Jean lembut.
"Kak Zion, mana? Kak Zion punya adik baru, ya?" tanya Naisa lagi. Zion menggelengkan kepalanya cepat. Inilah mengapa Betty tidak menyukai Sabrina. Sabrina tidak pernah peduli dengan Naisa, padahal Naisa selalu mendekat kepadanya dan menginginkan kasih sayang juga darinya. Walau bagaimana pun, rasa sayang dari seorang kakak perempuan itu berbeda. Itulah mengapa Naisa sangat suka menempel pada Aiba dan Irene. Lalu menganggap Zion sebagai pengganti Sabrina.
"Enggak sayang, Kak Zion gak punya," jawab Zion cepat.
"Bohong, tadi aja Kak Zion gak peduli sama Naisa!" balas Naisa terisak lagi. Ia tidak sadar, jika yang membalas ucapannya adalah Zion. Karena, di saat dirinya dalam kondisi seperti ini, Naisa tidak bisa membedakan orang disekitarnya dan semua dimatanya hanyalah Jean.
"Enggak, Kak Zion gak mungkin tinggalin, Naisa 'kan," ucap Jean untuk menenangkan Naisa.
"Huwa! Tapi, Kak Zion gak sayang sama, Naisa!" jerit Naisa menangis keras. Zion hanya menutup matanya menahan sakit yang ada di hatinya, saat mendengar tangisan Naisa. Ia tidak melepaskan pelukannya sejak tadi.
"Enggak Nai, Kak Zion sayang kok sama Naisa," balas Jean. Ia juga menahan perihnya saat melihat Naisa menangis keras.
"Nai, Kak Zion sayang banget sama Naisa. Mana mungkin Kak Zion punya adik lain," ucap Zion lembut sambil melepaskan pelukannya dan memegang kedua pipinya. Ia berjongkok di depan Naisa dan menatap lembut mata yang terus mengeluarkan air mata itu. Betty yang tidak tahan mendengar suara tangisan Naisa, hanya menahan tangisnya dan keluar dari sana.
"Kak Jean, gak usah ngomong gitu. Naisa tau, Kak Zion gak sayang sama Naisa!" balas Naisa.
"Nai! Ini Zion, Nai!" ucap meninggikan suaranya berharap Naisa sadar.
"Enggak, itu Zion. Itu Kha, kakaknya Naisa," balas Jean mengusap kepala adiknya lembut. Sekeras apapun Jean, ia tidak bisa kasar kepada kedua adiknya. Naisa perlahan sadar dan menggelengkan kepalanya cepat. Saat sadar, dirinya terkejut saat dirinya tengah diselimuti, lalu Zion yang ada di depannya dan Jean yang ada dibelakangnya sambil memengang kepalanya.
"Udah sadar, hmm?" tanya Jean kepada Naisa.
"Ehk! Naisa kenapa?" tanya Naisa balik. Ia bingung saat melihat Zion dan Jean, bingung dengan wajahnya yang agak sakit juga.
"Huft! Kak Zion minta maaf udah buat Nai, kesal, ya," ucap Zion memegang kedua tangan Naisa yang mulai menghangat.
"Idih, gak sayang Kak Zion, sama Nai," jawab Naisa menangis pelan. Ia kesal saat mengingat kejadian di kantin siang tadi.
"Enggak, Kak Zion sayang kok. Maafin, ya," balas Zion. Naisa mengusap air matanya dan menganggukkan kepalanya pelan. Jean yang melihatnya bernafas lega dan membaringkan tubuhnya di belakang adiknya. Ia cukup lelah hari ini.
"Yaudah, sekarang makan, abis itu tidur, ya," pinta Zion. Naisa menganggukkan kepalanya menurut. Zion pun bangkit dari duduknya dan keluar dari kamar Naisa.
"Nai, jangan biarin dia keluar lagi, ya," pinta Jean menutup matanya.
"Ya, tadi Nai kalah sama dia, Kak," jawab Naisa.
"Huft, lain kali jangan sampai kalah, ya," pinta Jean.
"Iya, Kak," jawab Naisa. Di dalam diri Naisa, terbentuk satu kepribadian yang lain. Ia akan keluar jika Naisa kelewat Emosi.
Zion kembali masuk ke dalam kamar Naisa, setelah mengambil makanan dari dapur. Ia menyimpan piring berisi makanan itu di atas nakas dan memberikan segelas air minum kepada Naisa terlebih dahulu.
"Nih, minum dulu," ucap Zion. Naisa hanya menganggukkan kepalanya dan meminum air minum yang diberikan Zion. Setelah itu, Zion menyuapi Naisa.
Setelah Naisa tenang, makan dan tertidur, Zion dan Jean keluar dari kamar Naisa. Keduanya duduk di sofa ruang tengah.
"Lo harus waspada sama siswi baru itu," ucap Jean. Jean tidak mengatakan itu karena Naisa. Tetapi, ia merasa ada yang tidak beres dengan siswi itu.
***
"Cukup satu saja. Yang ini, jangan ambil dariku!"
~ Naisa Allison ~
KAMU SEDANG MEMBACA
ZION (HIATUS)
Teen Fiction"Aku, Usha Aiba bersumpah dengan menetesnya darah ini, jika Ayah menikah lagi! Aku bukan anak Ayah dan semua aset perusahaan dan harta warisan akan berbalik nama menjadi Usha Aiba! Bukan lagi atas nama Donald Muller ataupun Yolanda Quinn!" ucap Aiba...