Sisiwi Baru?

12 7 2
                                        

"Inara! Inara! Inara! Pernah gak, sekali aja Papa mikir perasaan Kha, gimana?" tanya Zion kesal. Selalu hanya Inara dan Jackie yang keluar dari mulut Papanya itu.

"Buat apa? Gak penting!" balas Wil sambil berlalu. Floria hanya menatap putra pertamanya itu sekilas dan ikut berlalu.

"Sabar, Kha! Sabar," ucap Zion kepada dirinya sendiri. Ia pun melangkahkan kakinya untuk pergi ke kamarnya. Ia butuh istirahat hari ini. Setelah beberapa menit berada di dalam kamarnya, terdengar suara dari arah pintu kamarnya.

Tok! Tok!

"Jackie masuk, Kak," ucap Jackie dari arah luar.

"Gak!" balas Zion. Jackie yang mendengar jawaban dari kakaknya itu, hanya menghembuskan nafasnya lelah. Ia butuh kasih sayang dari saudaranya itu. Setelah Inara menghilang, hubungan keduanya menjadi kacau.

Keesokan harinya, Zion tengah berada di kantin sekolah, bersama Jean dan Oliver. Ketiganya duduk di meja yang sama.

"Ian masih belum datang ke sekolah?" tanya Zion, karena sejak dua hari yang lalu, Ian tidak pernah hadir di sekolah.

"Belum, mungkin dia masih butuh waktu," jawab Jean.

"Jenguk dia, yuk!" ajak Oliver. Jean hanya menatap Oliver dingin. Sedangkan Zion, ia memikirkan ajakan Oliver.

"Boleh, yaudah pulang sekolah kita ke apertemen, Ian," balas Zion.

"Iya," balas Oliver senang. Jean hanya menganggukkan kepalanya menyetujui perkataan Zion.

Di saat sedang asik menikmati makanan mereka, terdengar keributan dari sudut paling kanan kantin, berdekatan dengan pintu keluar. Jean, Zion dan Oliver mengalihkan pandangan mereka dan melihat apa yang terjadi.

"Hadeh! Gak capek tuh, anak ngebully orang?" tanya Oliver yang melihat Talia membully salah satu adik kelasnya.

"Lah, yang dia bully pun siswi baru, kurang ajar banget!" kesal Zion.

"Rasain, nih!" ucap Talia menarik keras rambut gadis itu.

"Ahk! Sakit, Kak!" ringis gadis itu. Air matanya sudah 'tak terbendung lagi. Ia menangis karena sakit dan malu, karena dirinya menjadi pusat perhatian hari ini.

"Woy! Sakit anak orang, goblok!" umpat Zion kesal. Ia kesal melihat tingkah Talia yang senang menindas adik kelasnya.

"Apa urusan lo?!" balas Talia dengan suara tinggi. Jean yang sejak tadi diam, langsung berdiri dari duduknya dan menatap dalam salah satu gadis yang membully siswi baru tersebut.

"Sabrina Allison!" tekan Jean menyebutkan nama adiknya. Sabrina yang tengah bersenang-senang, langsung terkejut ketika mendengar suara Jean menyebut namanya.

"Balik ke kelas! Pulang nanti, kakak ke apertemen kamu!" tekan Jean menatap adiknya dalam.

"Hah? Buat apa?!" tanya Sabrina balik.

"Buat kasih hukuman!" jawab Jean dan berlalu. Sabrina menghentakkan kakinya kesal dan di saat bersamaan, Naisa masuk ke dalam kantin seorang diri. Ia melihat Kakaknya yang tengah kesal di tengah keributan.

"Kak Rina?" tanya Naisa bingung.

"Apa? Dasar anak manja!" balas Sabrina kesal dan berlalu. Naisa menaikkan alisnya sebelah bingung dengan sikap Sabrina.  Tidak ingin berlama-lama, Naisa memutuskan untuk mendekat ke arah kakaknya yang sudah kembali ke tempat duduknya. Sedangkan Zion, ia mendekat ke arah Talia yang masih belum melepaskan siswi tersebut.

"Lepasin anak orang, dodol!" kesal Zion menarik paksa tangan Talia yang masih menjambak rambut siswi tersebut.

"Lepasin tangan gue!" bentak Talia kesal.

"Ahk! Sakit!" rintih siswi tersebut kesakitan, saat Talia semakin menarik keras rambutnya.

"Talia Arfanah! Lepasin!" bentak Zion keras. Seketika seisi kantin menjadi hening. Hanya terdengar suara nafas Zion yang menahan amarahnya. Naisa yang sedang makan, langsung berhenti dan berbalik melihat Zion. Karena terlalu fokus dengan Sabrina, ia tidak menyadari jika Zion juga ada di sana.

"Apaan sih, lo! Apa peduli lo sama dia? Gak ada! Ngapain lo ikut campur?!" balas Talia membentak Zion, setelah beberapa saat terdiam karena suara Zion.

"Gue gak suka liat cewek dikasarin!" balas Zion. Talia ingin tertawa mendengar ucapan Zion.

"Lantas, Usha Aiba yang beberapa hari lalu, itu gimana?" tanya Talia dengan sisa tawanya. Siswi baru itu hanya diam, setelah Talia melepaskan rambutnya. Ia menghapus air matanya dan kembali menata rambutnya yang berantakan. Zion yang mendengar ucapan Talia, hanya tersenyum miring.

"Kalau dia beda. Dia bukan cewek!" balas Zion. Talia mengerutkan keningnya bingung.

'Cewek biasa, maksud gue,' lanjut batin Zion. Bagaimana bisa Aiba disamakan dengan gadis pada umumnya. Sedangkan sifatnya saja, jauh berbeda dari gadis lainnya.

"Heh! Maksud lo?!" tanya Tali bingung.

"Ya, gitu," jawab Zion singkat. Talia menarik tangannya yang tengah di pegang oleh Zion. Zion pun ikut tersadar dan mengibaskan tangannya, layaknya tengah menjauhkan kuman dari tangannya. Talia hanya menatap Zion kesal, melihat tingkahnya.

"Gue tandain dia. Awas lo bully lagi! Kalau sampai lo bully, lo bakal tau akibatnya!" ucap Zion memberi peringatan. Para siswi lainnya yang tengah berada di kantin, hanya memasang wajah cengoh mereka. Pasalnya, baru kali ini Zion memberi tanda kepada orang lain, selain Naisa, Irene dan Oliver.

"Idih! Beruntung lo hari ini! Di luar sekolah gue ketemu lo! Habis lo saat itu juga!" ucap Talia kesal dan berlalu dari sana. Zion hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah Talia. 

"Lo gak papa?" tanya Zion kepada gadis itu.

"Gak papa. Makasih, Kak," jawab gadis itu, setelah beberapa saat terdiam.

"Huft! Baguslah," balas Zion lagi.

"Btw, nama lo siapa?" sambung Zion bertanya. Ia penasaran, siapa nama siswi baru tersebut.

"Nama saya, Bianca Pratama, Kak" jawab Bianca.

"Owh gitu, gua panggil Caca aja, ya," balas Zion. Naisa yang melihat interaksi antara Zion dan Bianca, hanya memasang wajah datarnya. Jean yang melihat ekspresi adiknya, hanya menahan tawanya. Sangat jelas, jika ia sedang cemburu. Sama halnya dengan Oliver, ia hanya memasang wajah datarnya sejak tadi.

"Ehk! Terserah Kakak aja," balas Bianca pula.

"Kalau gitu, Bianca duluan, Kak," sambung Bianca pamit. Zion hanya menganggukkan kepalanya dan setelah itu keduanya pun berpisah. Zion kembali ke mejanya. Namun, ia langsung mendapatkan tatapan tak bersahabat dari Naisa. Zion hanya terkekeh melihat tatapan Naisa.

"Kenapa?" tanya Zion kepada Naisa, saat ia sudah duduk kembali di kursinya.

"Gak papa," jawab Naisa ketus. Zion terkekeh mendengar jawaban ketus dari Naisa. Sedangkan Oliver, ia hanya berusaha mengkondisikan ekspresinya.

"Idih, ngambek," ucap Zion.

"Gak," balas Naisa cepat.

"Itu singkat, idih cemburu," ledek Zion.

"Aihk! Kak Zion!" kesal Naisa.

"Whaha! Iya-iya, maaf," balas Zion.

"Tenang aja, Naisa tetap nomor satu!" sambung Zion lagi.

"Idih! Bohong kali," balas Naisa. Ia membuang wajahnya ke arah lain, 'tak ingin menatap Zion. Zion seperti Jean di mata Naisa. Karena Zion juga menyayanginya, seperti Jean menyayanginya.

"Enggak, Kha serius lho," balas Zion pula. Bagaimana mungkin Zion berbohong, Naisa salah satu ketenangan untuknya. Ia tidak bisa berbohong apalagi marah kepadanya. Apalagi, Zion sangat tidak suka akan kebohongan.

***

"Bagaimanapun caramu melakukannya, kamu tetap tidak akan bisa memutuskan hubungan persaudaraan kita!"

~ Jackie Beckham ~

ZION  (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang