Markas Vodafone

8 6 0
                                        

"Gue udah bilang, gue paling gak suka kalau ada yang kasar sama cewek!" ucap Zion penuh emosi dan langsung menghantam keras rahang kanan Aringga. Aringga yang terkena pukulan keras dari Zion, langsung terhuyung kebelakang. Ia tidak bisa menahan bobot badannya, karena tepat mengenai rahangnya.

Gubrak!

Garel benar-benar tepar karena serangan Ian. Ian tidak membiarkannya menyerang balik. Setelah mengalahkan Garel. Ian langsung mendekat ke arah Aiba yang sudah bangkit kembali.

"Lo gak papa 'kan, Sha? Gak ada yang luka seriuskan?" tanya Ian panik. Ia memengang kedua pundak Aiba dan memutar tubuh Aiba perlahan. Tanpa sadar ia memanggil Aiba, Sha.

"Gue gak papa, tenang aja," jawab Aiba.

"Huft! Syukur, deh. Hampir aja," balas Ian. Aiba hanya tersenyum saat mendengar dan melihat kekhawatiran dari Ian.

"Lain kali hati-hati, oke!" pinta Ian. Aiba terkekeh dan menganggukkan kepalanya mengerti.

Zion benar-benar lepas kendali. Ia memukul semua orang yang datang bersama Aringga dan Garel.

"Hah! Hah! Hah!" Zion mengatur pernapasannya yang tersenggal-senggal, setelah semua orang itu tepar. Raga, Afnan dan Hansyah yang tengah beristirahat tadi, kini kabur entah ke mana. Mereka bergidik ngeri, saat melihat keganasan Zion menyerang rekannya.

"Udah, Kha," ucap Jean.

"Gue masih emosi, bangsat!" umpat Zion yang masih dipenuhi emosi. Aiba yang mendengar umpatan Zion, langsung mengalihkan pandangannya kepada Zion.

"Yaudah, pukul gue!" pinta Jean. Zion menggelengkan kepalanya pelan. Sudah cukup Jean selama ini menjadi tempatnya pulang, ia tidak ingin Jean menjadi pelampiasan emosinya.

"Yaudah, pukul gue!" pinta Jean. Zion menggelengkan kepalanya pelan. Sudah cukup Jean selama ini menjadi tempatnya pulang, ia tidak ingin Jean menjadi pelampiasan emosinya.

Aiba mendekat ke arah Zion dan menatap matanya dalam. Ian dan Jean yang melihat itu, hanya menatap Aiba bingung.

"Kalau lo gak bisa jaga emosi lo, lo juga gak akan bisa pertahanin sesuatu yang berharga buat lo!" ucap Aiba. Jean yang mendengar ucapan Aiba, hanya memasang wajah terkejutnya. Deruh nafas Zion semakin terdengar sangat jelas, setelah mendengarkan ucapan Aiba.

"Kenapa? Tambah emosi? Lo gak bisa jadi apa-apa, kalau lo gak bisa damai sama hati lo!" ucap Aiba lagi. Aiba juga bingung kepada dirinya sendiri, kenapa ia tiba-tiba mengeluarkan kata-kata tersebut, apalagi itu kepada Zion. Ian yang mendengar ucapan Aiba juga terkejut sejenak dan kemudian ia sudah paham dengan kata-kata yang dilontarkan Aiba.

Selama beberapa hari terakhir, Aiba berusaha akrab dengan hatinya yang telah hancur berkeping-keping, ia juga belajar mengontrol emosinya.

"Aiba, udah," ucap Ian.

"Bentar, An," balas Aiba. Ian menghembuskan nafasnya sejenak mendengarkan balasan Aiba.

"Kontrol emosi lo," ucap Aiba dan berjalan mendekat ke arah Ian.

"Tau apa lo?! Keluarga yang damai tanpa masalah! Gak akan paham, seberapa besar usaha gue!" baru beberapa langkah Aiba berjalan, langsung berhenti setelah mendengarkan ucapan Zion. Ia memutar langkahnya dan menatap Zion. Ian yang mendengar ucapan Zion sangat terkejut.

"Dan lo tau apa tentang gue?! Lo pikir hidup gue damai? Kagak!" balas Aiba kesal. Ia menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan nafasnya perlahan. Ia harus menyimpan tenaganya untuk penyerangan tiga hari lagi. Ia tidak ingin rencananya menjadi sia-sia dan pasukannya yang tumbang.

"Kalau lo gak tau gue gimana! Mending lo diem! Lo diem lebih bagus!" bentak Zion keras.

"Gue salah nilai lo, dari hari itu, sampai hari ini!" balas Aiba dengan suara rendah dan tatapan yang mendalam. Jean dan Ian tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka berdua hanya terdiam mendengarkan Aiba dan Zion.

"Buat apa lo nilai gue! Lo gak penting dan gue buat lo juga sama! Gak penting!" tekan Zion.

"Benar banget! Awas lo jatuh di lubang yang lo gali sendiri!" balas Aiba dan kini berlalu. Zion terdiam setelah mendengar kata-kata Aiba yang terakhir. Zion menarik nafasnya dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Setelah beberapa saat, akhirnya ia mulai tenang.

"Ikut gue," pinta Ian kepada Jean dan Zion. Aiba mengendarai kendaraannya terlebih dahulu dan pergi ke markasnya. Zion dan Jean hanya mengikuti Ian dari arah belakang. Mereka meninggalkan Aringga dan beberapa anggotanya.

Setelah beberapa menit, akhirnya mereka sampai di markas Vodafone. Saat sampai, Aiba langsung masuk ke dalam markasnya. Natan dan Ais menghembuskan nafas mereka lega, setelah melihat Aiba dan Ian kembali dengan selamat.

"Gimana keadaan mereka?" tanya Aiba langsung.

"Kara gak papa, cuman Erin terus keluarin darah. Jadi, dia di bawa ke rumah sakit," jawab Natan.

"Selain itu, kami sudah menangkap mereka berdua," sambung Ais. Zion dan Jean yang sampai di depan markas Vodafone, langsung terkejut bukan main. Mereka berdua juga tahu tentang Vodafone. Tetapi, tidak tahu jika yang memiliki Vodafone itu adalah Aiba dan Ian.

"Hah! Gimana bisa?!" tanya Zion tidak percaya dan ia lebih terkejut lagi, setelah masuk ke dalam Markas Vodafone. Natan yang tadinya serius, ikut terkejut saat melihat Zion dan Jean.

"Wah! Lo berdua ada di dua Markas, ya," ucap Zion tidak percaya.

"Kalau Ian, gue paham. Tapi ini, Natan," ucap Jean yang terkejut juga. Natan hanya terkekeh mendengar ucapan Zion dan Jean.

"Di mana mereka?" tanya Aiba tidak peduli dengan keterkejutannya Zion dan Jean.

"Mereka lagi ada di ruang kedap suara," jawab Ais.

"Oke! Keluarkan mereka berdua dan beri pelajaran yang setimpal!" pinta Aiba.

"Bentar! Belum ada kabar dari Lara. Jadi, sebelum itu, gue gak bisa apa-apa," balas Natan. Jean terkejut lagi setelah mendengar nama Lara yang disebut Natan. Jean sudah biasa, jika Lara juga ada di Phentra Hitam, tetapi ini dengan Vodafone.

"Kita tunggu mereka kasih kabar," ucap Ian.

"An, jelasin ke mereka. Gue gak mau lo bermasalah sama mereka," pinta Aiba kepada Ian. Ia pun berlalu sebelum mendapatkan jawaban dari Ian.

"Jadi, kalian berdua pasti gak asing sama Vodafone, karena sudah sering kali disebut oleh mangsa-mangsa kita sebelumnya," ucap Ian mulai menjelaskan.

"Iya, yang gue bingung, kok bisa dia yang pimpin dan lo, Natan sama Lara juga ada di sini!" balas Zion.

"Lo kan udah tau, kalau gue sama Aiba udah sahabat dari lama. Lo gak usah pura-pura, karena gue tau apa yang lo tau tentang dia," ucap Ian sebelum Zion beralibi. Zion terkekeh mendengar ucapan Ian.

"Terus, kenapa gue bisa ada di sini?" tanya Natan.

"Bener," jawab Jean singkat.

"Ya, karena gue gak bisa kalau gak ada Ian. Ian terlalu sabar untuk tidak dibuat emosi!" jawab Natan sambil tertawa.

"Gue serius, Tan!" balas Jean kesal mendengar ucapan Natan.

***

"Setidaknya jangan menilai seseorang dari sudut pandangmu saja. Karena, belum tentu yang terlihat, itu yang terjadi."

~ Jean Allison ~

ZION  (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang