Arkan dan Vano

7 5 0
                                    


"Dan buat lo, Jackie Beckham, sampai kapan pun lo tetap gak ada hubungannya sama gue. Karena, gue bukan anak dari Wil Beckham dan Floria Raine! Satu-satunya yang gue anggap adik itu cuma Inara! Bukan lo!" balas Zion penuh amarah, saat mendengar Jackie memanggilnya, Kakak.

"Inara yang benci sama kamu! Dia gak benci sama kami! Inara yang tidak ingin memiliki saudara berandalan seperti kamu, Zion!" balas Wil.

"Ternyata kalian gak tau apa-apa!" balas Zion.

"Siapa yang buat Inara tersiksa selama ini? Siapa yang tidak pernah memperhatikannya selama ini? Dan siapa yang hanya melihatnya saja, di saat dia menjerit kesakitan?!" sambung Zion dengan wajah yang memerah karena emosi.

"Itu, mama," jawab Jackie. Ia berjalan menjauh dari Floria dan berdiri di tengah-tengah ketiga orang itu.

"Zion!" bentak Floria.

"Beraninya kamu ungkit luka yang kamu goreskan di hati, Mama!" sambung Floria.

"Mama sendiri yang buat lukanya! Bukan Zion!" balas Zion keras. Di tengah malam seperti ini, dengan hujan yang tiba-tiba turun dengan derasnya, kediaman Beckham tidak tenang dan damai seperti kediaman yang lainnya.

"Zion Beckham! Keluar dari rumah sekarang!" bentak Wil keras, hingga memenuhi ruangan.

"Papa! Kalau Kak Zion keluar dari rumah ini! Jackie juga akan pergi!" bantah Jackie cepat.

"Gak bisa! Kamu gak bisa keluar dari rumah ini! Siapa yang akan jadi penerus Beckham, kalau kamu keluar!" balas Wil.

"Makanya, jangan usir Kak Zion!" balas Jackie pula. Zion hanya tertawa mendengar ucapan Wil dan Jackie. Sejak awal, ia tidak mendapatkan apapun dari warisan orang tuanya. Tetapi, untuk tiap bulannya, rekening Zion selalu terisi. Karena masalah keuangan sebelumnya masih di urus oleh Omanya. Terlebih lagi, Zion tidak mengharapkan itu dari orang tuanya, ia lebih membutuhkan kasih sayang dari orang tuanya.

"Zion Beckham! Mulai besok, Arkan dan Vano akan ikut sama kamu!" ucap Wil tegas. Arkan dan Vano adalah dua Bodyguard paling muda yang bekerja di kediamannya.

"Itu supaya kamu gak bisa ke mana-mana!" sambung Wil.

"Ck! Coba aja, paling mereka kapok!" sambung Zion dan berlalu masuk ke dalam kamarnya. Ia butuh istirahat saat ini. Setelah Zion tidak terlihat lagi, Jackie juga pergi dari ruang tengah, tanpa peduli dengan ucapan Floria dan Wil.

"Pa, Zion cuma jadi penghalang buat Jackie! Inara udah gak ada karena Zion, masa kita biarin dia tetap ada di sini! Bisa-bisa Jackie juga dalam bahaya!" ucap Floria sambil mengusap air matanya yang mengalir karena ucapan Zion tadi.

"Cepat atau lambat, dia akan keluar dari rumah ini!" balas Wil.

Saat sudah masuk ke dalam kamarnya, Zion langsung masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan wajahnya yang tampak gusar. Ia menatap darah yang perlahan mengering di pelipisnya dari cermin. Ia menatap wajahnya yang tampak lelah dan kemudian tersenyum singkat.

"Inara, sebenarnya kakak mau marah sama kamu. Tapi, kalau bukan kamu, kakak bener-bener gak ada," ucap Zion pedih. Tanpa sadar, air matanya luruh saat mengingat wajah manis Inara yang penuh senyuman.

"Kenapa kamu pergi secepat ini! Seandainya kamu masih ada, mungkin Papa sama Mama gak kayak gini!" ucap Zion lagi. Ia terus menatap dirinya di dalam cermin dan mengusap air matanya perlahan. Tidak ingin berlarut-larut lagi, ia segera membersihkan semua tubuhnya dan setelah itu langsung beristirahat.

***

Keesokan harinya, setelah Zion bersiap untuk pergi ke sekolah, ia dikejutkan dengan Arkan dan Vano yang sudah menunggunya di ruang tengah, menggunakan pakaian SMA Central juga. Umur ketiganya tidak jauh berbeda. Jadi, Wil mengurus semua berkas mereka berdua dan memasukkannya ke dalam SMA Central. Lagi pula, Wil mengenal siapa pemilik sekolah tersebut, dari situ jugalah, Zion mengetahui banyak hal tentang SMA Central.

Jackie yang baru saja keluar dari kamarnya dan sudah bersiap untuk pergi ke sekolah, juga terkejut melihat Arkan dan Vano.

"Ingat! Awasi Zion dan jangan biarkan dia untuk pergi ke tempat lain setelah pulang sekolah!" ucap Wil memberi perintah.

"Siap, Pak!" balas Arkan dan Vano tegas. Zion hanya memasang wajah cengohnya dan langsung keluar dari rumah terlebih dahulu. Ia langsung menaiki motornya yang ada di parkiran dan melajukannya dengan cepat menuju SMA Central.

Setelah beberapa menit, akhirnya Zion sampai di SMA Central. Ia langsung memarkirkan motornya di parkiran dan langsung menuju kelasnya. Dari arah belakang, Arkan dan Vano juga sudah sampai dan langsung mengambil langkah cepat dan menyusul Zion. Jean yang baru saja sampai bersama Naisa, menatap bingung Arkan dan Vano.

"Lah, kok ada Arkan sama Vano?" tanya Naisa yang melihatnya juga. Karena kedekatan Zion dan Jean, Jean dan Naisa bahkan tahu beberapa Bodyguard yang ada di rumah Zion.

"Gak tau, udah ayo turun," jawab Jean. Keduanya pun turun dari mobil dan menuju Gedung IPA.

Setelah sampai di Gedung IPA, Jean melanjutkan langkahnya, setelah Naisa masuk ke dalam kelasnya. Jean yang sudah sampai kelasnya langsung masuk dan menyimpan tasnya. Setelah itu, ia keluar dan pergi ke kelas Zion.

"Zion," panggil Jean. Natan dan Lara yang sudah sampai lebih dulu daripada Zion dan Jean, ikut berbalik, saat mendengar suara Jean.

"Apa?" tanya Zion sambil menatap Jean.

"Gue gak salah liat?" tanya Jean langsung. Zion yang mengerti maksud pertanyaan Jean, langsung mendekat ke arah Jean. Otomatis Arkan dan Vano juga bersiap untuk mengikuti Zion. Jean yang melihat itu, hanya menggelengkan kepalanya tidak percaya.

"Lo berdua gak usah ikut, gue cuman di atap Gedung ini!" ucap Zion memperingati. Arkan dan Vano saling tatap sejenak dan kemudian menganggukkan kepala mereka bersamaan.

"La," panggil Natan kepada Lara, setelah Jean dan Zion sudah tidak terlihat lagi.

"Iya," jawab Lara.

"Kamu masih punya perasaan sama dia?" tanya Natan kepada Lara.

"Mau gimana lagi," jawab Lara sambil tersenyum.

"Bukannya aku ngelarang, tapi ini udah cukup lama, La," balas Natan.

"Percaya aja, Kak. Sebenarnya dia udah luluh, tapi gak mau ngaku," balas Lara pula. Natan menghembuskan nafasnya gusar mendengar balasan Lara. Bisa-bisanya Lara bertahan sampai saat ini.

Kembali kepada Zion dan Jean. Mereka berdua saat ini tengah berada di atap gedung IPA.

"Arkan sama Vano beneran jaga lo?" tanya Jean langsung.

"Seperti yang lo liat," jawab Zion seadanya.

"Emang apa yang terjadi?" tanya Jean lagi.

"Lo pasti tau lah. Apa-apa gue yang kena dan mereka sangkut pautin sama Inara," jawab Zion.

"Tapi 'kan Inara bilang, dia benci Papa sama Mama lo, karena gak nganggap lo! Gue tau jelas, karena gue juga ada di sana ssbelum dia meninggal!" balas Jean bingung. Jean bingung dengan jalan pikiran orang tua Zion.

***

"Mungkin takdirku memang sudah seperti ini. Tidak dianggap oleh kedua orang tuaku dan dilupakan olehnya! Padahal aku berharap, dia tetap mengingatku, walaupun aku telah menghilang selama bertahun-tahun lamanya. Karena, itulah janji yang kita buat!"

~Zion Beckham ~

ZION  (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang