"Lo harus waspada sama siswi baru itu," ucap Jean. Jean tidak mengatakan itu karena Naisa. Tetapi, ia merasa ada yang tidak beres dengan siswi itu.
"Iya, gue tau," balas Zion.
"Ehk! Iya, lo mau nginap?" tanya Jean, sekarang sudah terlalu larut.
"Enggak, gue mau pulang, gue lapar" jawab Zion sambil tersenyum.
"Zion! Bisa kurangin mangsa lo, gak? Kalau lo terus kayak gini, lo bakal susah buat sembuh!" ucap Jean memperingati.
"Ya, mau gimana lagi. Siapa suruh pancing emosi gue, itupun karena sentuh dia!" balas Zion.
"Kha! Dokter Alex juga udah ingetin lo atau perlu gue panggil Psikolog yang lain?!" tanya Jean. Ia tidak ingin Zion selamanya tidak bisa mengatur dirinya. Apalagi sifat membunuhnya yang tanpa ampun.
"Gak! Gak usah. Alex aja udah cukup!" jawab Zion cepat.
"Yaudah, gue mau makan dulu, bye!" sambung Zion pamit. Jean benar-benar tidak tahu harus apa. Zion yang sekarang, sudah lebih baik, daripada Zion yang baru Jean kenal. Saat Jean pertama kali melihat sisi lain dari Zion, Jean benar-benar tidak kuat sampai memuntahkan isi perutnya.
"Hmm, Aringga!" ucap Zion tersenyum miring sambil menyebut nama Aringga.
"Bisa-bisanya lo sentuh punya gue!" sambung Zion mencap gas motornya lebih cepat lagi.
Setelah beberapa menit, akhirnya Zion sampai di markasnya, Phentra Hitam. Ia masuk dengan wajah yang tidak biasanya. Ia terus melangkahkan kakinya menuju ruangannya. Di mana Garry dan Azka sudah menahan Aringga. Saat sampai di markas Vofdafone tadi, ia mengirim pesan kepada Garry untuk menangkap Aringga. Aringga yang saat itu masih terluka, tidak bisa berbuat apa-apa dan pasrah mengikuti Garry dan Azka.
"Mati lo!" umpat Zion yang masuk ke dalam ruangannya dengan penuh kilatan amarah.
"Woy! Gak puas lo pukul gue?!" tanya Aringga yang melihat Zion masuk ke dalam ruangannya. Zion mengubah mimik wajahnya dan tertawa mendengar ucapan Aringga.
"Kok lo berani sih, sentuh punya gue?!" tanya Zion balik. Ia berjalan menuju sebuah lemari yang ada di sudut ruangannya.
"Heh! Punya lo? Siapa?" tanya Aringga tidak tahu. Zion menganggukkan pelan kepalanya mendengar pertanyaan Aringga. Ia meraih sebuah senar yang biasa ia gunakan untuk menghabisi mangsanya.
"Karena lo istimewa, jadi gue juga harus pakek benda kesayangan gue," ucap Zion dan mendekat ke arah Aringga. Ia mengambil tempat duduk dan duduk tepat di hadapan Aringga yang tengah ditahan.
"Ehk! Lo mau ngapain?!" tanya Aringga panik, saat melihat sebuah senar yang dipengang oleh Zion.
"Ada, deh," jawab Zion dan detik berikutnya, ekspresi wajahnya kembali berubah.
"Beraninya lo sentuh punya gue!" sarkas Zion dan langsung membelitkan senar itu di leher Aringga.
"Ahk! Woy! Sakit!" teriak Aringga kesakitan. Beberapa anggota Zion yang ada diluar ruangan itu hanya begidik ngeri saat mendengar jeritan Aringga.
"Ahk! Gue mohon lepasin!" jerit Aringga lagi. Tubuhnya berontak, tangannya terus bergerak mencari celah agar terbebas. Namun, ikatan di tubuhnya sangat keras. Ia tidak bisa berbuat apa-apa, sampai Zion mengeratkan senarnya dan menariknya keras. Aringga pada akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya, dengan leher yang perlahan mengeluarkan darah segar, karena senar milik Zion.
Zion tertawa sejenak dan menatap darah segar yang mengalir di leher Aringga. Ia mengulurkan tangannya dan mengusap darah itu.
"Hmm, ternyata darah dari orang jahat itu, emang gak enak, ya," ucap Zion setelah mencoba darah milik Aringga. Ia sudah sering kali meminum darah dari mangsanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
ZION (HIATUS)
Novela Juvenil"Aku, Usha Aiba bersumpah dengan menetesnya darah ini, jika Ayah menikah lagi! Aku bukan anak Ayah dan semua aset perusahaan dan harta warisan akan berbalik nama menjadi Usha Aiba! Bukan lagi atas nama Donald Muller ataupun Yolanda Quinn!" ucap Aiba...