Rencana Ulang

10 4 0
                                        


Ian dan Irene yang melihat penampilan berantakan Aiba, berlari dengan cepat untuk mendekat. Ian langsung sadar dengan luka yang ada di tangan Aiba.

"Ahk! Lo habis ngapain?!" tanya Ian panik yang melihat tangan kanan Aiba yang masih meneteskan darah segar. Zion yang tersadar dengan lukannya juga, langsung bangkit dan mengambil kotak P3K yang ada di salah satu lemari kecil yang ada di sudut aula Phentra Hitam. Semuanya kini mengelilingi Aiba yang diam mematung di tempatnya dengan darah yang menetes dari tangan kanannya.

"Aiba! Jawab gue?!" tanya Ian lagi, karena tidak mendapatkan jawaban.

"Udah! Bawah dia ke ruangan gue dulu!" pinta Zion. Ian yang tengah menutup tangan kanan Aiba dengan bajunya, berdecak dengan keras dan langsung mengangkatnya menuju ruangan Zion.

Setelah masuk ke dalam ruangan Zion, Ian mendudukkan Aiba di atas sofa yang ada di dalam ruangan itu. Aiba masih diam dan tangan kirinya terus memegang sepatu putihnya.

"Aiba jawab gue, lo habis ngapain?" tanya Ian lagi.

"Lah! Lo habis ngapain woy! Beling sebanyak ini kok bisa nancap di kaki lo?!" tanya Zion yang melihat kaki Aiba yang terus mengeluarkan darah segar juga.

"Sha! Sayang, Sha abis ngapain?" tanya Ian lembut. Zion hanya diam dan mengambil alih kaki Aiba. Natan, Jean, Naisa, dan Irene, hanya diam mengelilingi Aiba, Ian dan Zion.

"Ayah mau nikah, An," jawab Aiba pelan sambil menyandarkan kepalanya di sandaran sofa. Tanpa sadar, air matanya mulai luruh. Semuanya yang mendengar ucapan Aiba, terkejut bukan main.

"Hah! Aiba, becanda," balas Irene yang tidak percaya. Ia menggelengkan kepalanya tidak percaya dengan ucapan Aiba. Semuanya tidak masuk akal menurutnya.

"Gue gak becanda. Parahnya lagi dia mau nikah sama perempuan gak tau diri itu," ucap Aiba sambil menutup wajahnya dengan tangan kirinya. Ia berusaha menahan air matanya agar tidak terus mengalir. Namun, itu hanya sia-sia. Wajah Ibunya perlahan muncul dalam benaknya.

"Ayah gak mungkin ambil tindakan segegabah itu, Sha," balas Ian yang beberapa saat terdiam, karena tidak percaya dengan ucapan Aiba.

"Gue gak becanda, An," balas Aiba lagi. Zion yang diam dari tadi, hanya mendengarkan dan fokus membersihkan luka di kaki Aiba. Aiba bahkan tidak merasakan sakit, saat Zion menarik semua beling yang tertancap di kakinya. Mungkin karena hatinya lebih sakit saat ini.

"Nangis aja, gak usah ditahan," ucap Natan yang melihat Aiba menahan tangisnya sejak tadi. Yang ada di dalam pikiran Jean saat ini, adalah mencari cara agar membuat Zion tenang nantinya. Ia tahu, Zion tengah menahan segala hasrat membunuhnya saat ini. Untung saja, sebelum pergi ke markas Phentra Hitam, Zion pergi menemui Psikolog Alex.

"Kak Aiba, sabar ya, Kak," ucap Naisa dengan wajah sedihnya. Ia tidak menyangka dan tidak paham dengan jalan pikiran Ayah Aiba. Bisa-bisanya ia ingin menikah lagi, padahal Ibu Aiba meninggal baru sepuluh hari lebih berlalu.

"Lo gak lakuin hal-hal yang aneh 'kan, Sha?" tanya Ian.

"Selain luka ini, lo gak ngelakuin yang lain 'kan?" sambung Ian bertanya.

"Gak ada, cuma sumpah darah di depan Ayah!" jawab Aiba.

"Hah? Usha! Gak harus sampai kayak gitu, Sha!" balas Ian. Bagi mereka, sumpah darah adalah sesuatu yang paling mereka hindari. Karena itu berarti, mereka mempertaruhkan segalanya milik mereka, bahkan nyawa sekalipun.

"Gue udah gak bisa tahan lagi!" ucap Aiba mengangkat kepalanya dan menatap Ian dalam. Kini Zion sudah selesai membersihkan dan membalut luka Aiba. Kini ia duduk di sofa yang ada di dekat Aiba. Ia hanya diam dan mendengarkan semuanya.

"Gue gak bisa kehilangan lo, Sha. Seharusnya gak sampai sumpah darah!" balas Ian yang sudah selesai membalut luka Aiba.

"Seharusnya gue ada di sana tadi!" sambung Ian lagi.

"Irene juga gak bisa kehilangan, Sha. Cuma lo yang jadi tempat gue pulang, Sha!" ucap Irene juga. Tanpa sadar, air matanya luruh, sejak tadi ia sudah berusaha keras untuk menahan air matanya.

"Kak Aiba!" ucap Naisa yang sudah terisak. Ia memeluk kepala Aiba dari arah belakang. Aiba hanya berdecih dan mengusap tangan Naisa yang melingkar di lehernya.

"Itu lebih baik, dari pada gue langsung bunuh diri!" ucap Aiba.

"Mati juga mereka bertiga kalau sampai lo mati!" balas Zion cepat, setelah mendengar ucapan Aiba. Aiba hanya tersenyum miring mendengar ucapan Zion. Dalam benaknya itu tidak mungkin. Jean hanya memutar otaknya dengan keras, saat mendengar ucapan Zion.

"Sha! Itu sama aja lo bunuh diri secara perlahan!" balas Ian pula.

"Udahlah, lupain aja. Jadi, rapat gak?" tanya Aiba mengalihkan pembicaraan.

"Kalau luka lo belum sembuh, penyerangannya ditunda!" jawab Zion bangkit dari duduknya dan keluar dari ruangannya.

"Kalau penyerangannya di tunda! Vodafone akan nyerang sendiri!" balas Aiba keras. Zion yang saat itu sudah keluar, masih bisa mendengar ucapan Aiba.

"Dari dulu sampai sekarang, lo gak pernah berubah, Sha! Tetap aja keras kepala," ucap Zion pelan.

Setelah beberapa menit, akhirnya mereka semua berkumpul di ruang rapat. Mereka kembali menyusun rencana baru dan taktik penyerangan mereka. Dalam benak Zion hanya ada kata-kata Aiba tadi. Ia tidak akan membiarkan gadisnya sendirian lagi, semuanya berawal dari dirinya. Semua masalah tercipta karena dirinya yang tiba-tiba menghilang entah ke mana.

'Gue udah pulang, Sha. Gue udah pulang buat lo! Semua yang udah rebut kebahagiaan lo, akan gue lenyapin, meskipun itu diri gue sendiri!' batin Zion.

'Ahk! Kangen banget gue sama lo, Zee!' batin Aiba pula.

'Entah perasaan gue masih sama atau udah berubah. Tapi, gue tetap kangen sama lo! Kepercayaan dan perasaan gue dihancurin, Zee! Lo kapan pulang?!' sambung batin Aiba lagi.

"Jadi, taktik kita kali ini, kita kepung Black Wolf dari arah yang berlawanan dan jangan biarin mereka tahu, kalau kita kerja sama!" ucap Irene menjelaskan. Ia yang memimpin rapat hari ini bersama Naisa. Karena, Lara hari ini tidak ikut rapat. Itu juga membuat pertanyaan besar untuk Jean.

"Oke, udah pastiin korbannya belum?" tanya Natan.

"Tenang aja, taktik kali ini kalau berhasil, tidak akan makan banyak korban. Itu pun kalau ada korban, mereka tidak akan terluka parah seperti sebelumnya!" jawab Naisa. Bukan hanya di Markas Vodafone Irene menjadi penyusun rencana. Tetapi, ia juga menjadi strategi untuk Markas Phentra Hitam.

"Oke, bagus. Natan, sama Ian pimpin pasukan Vodafone. Gue sama Jean, bakal pimpin pasukan Phentra Hitam!" ucap Zion membagi dua kelompok.

"Aiba, lo di depan, di tengah-tengah Ian ama Natan!" sambung Zion lagi.

"Hmm," balas Aiba singkat.

"Inget! Kalau luka lo gak mendingan! Lo pindah dipasukan gue!" ucap Zion memperingati.

"Gue gak bisa tinggalin mereka! Mati ya, mati! Menang ya, menang!" balas Aiba tidak setuju.

"Udah, Aiba aman kok sama gue!" lerai Ian cepat.

***

"Tunggu. Tunggu sebentar lagi, aku akan pulang. Setelah semua ini selesai, aku akan kembali untukmu!"

~ Zion Beckham ~

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 31, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ZION  (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang