Setelah pertemuan Aiba dan Zion, bel masuk ke dalam kelas untuk pelajaran pertama pun berbunyi. Aiba masuk ke kelasnya dan duduk di tempatnya. Meja ke dua dari belakang dan berada di dekat jendela. Orang yang duduk di bangku sampingnya adalah Jean Allison. Jika keduanya bertemu, maka hawa di sekitar keduanya akan berubah. Aiba yang dingin dan acuh tak acuh, bertemu dengan Jean yang memiliki sifat lebih dingin darinya dan ditambah lagi, ia tidak peduli terhadap orang lain, kecuali orang itu penting baginya.
Setelah guru jam mata pelajaran pertama masuk, seisi kelas menjadi senyap. Aiba terheran, ketika melihat seseorang yang ikut di belakang Bu Grace. Grace Dyson adalah guru yang mengajar dimata pelajaran Matematika.
"Selamat pagi!" sapa Bu Grace.
"Pagi, Bu!" balas seluruh murid yang ada di dalam kelas. Mata siswa dan siswi yang berada di dalam kelas tersebut, tidak pernah teralihkan dari sosok yang berada di samping Bu Grace saat ini.
"Hari ini kita kedatangan siswa baru, ya," ucap Bu Grace. Semuanya terdiam menunggu Bu Grace melanjutkan ucapannya.
"Nah, silahkan perkenalkan diri kamu," sambung Bu Grace terhadap siswa baru tersebut.
"Ahk! Baik, Bu," balas orang itu. Aiba hanya diam dan membuang wajahnya tidak peduli.
"Perkenalkan nama saya Eric Gordon, saya pindahan dari SMA Flamdeish!" ucap Eric memperkenalkan dirinya.
"Lah! SMA yang itu?" tanya salah satu teman kelas Aiba kepada teman sebangkunya.
"Ya, itu. Yang mana lagi," jawab teman sebangkunya pula.
"Walaupun dia dari SMA sana, tapi dia ganteng banget," ucap salah satu siswi yang duduk di bangku kedua. Aiba yang mendengar coletehan teman sekelasnya, hanya memutar bola matanya malas.
"Baiklah, Eric, kamu duduk di kursi yang ada di belakang Jean," pinta Bu Grace.
"Jean, yang mana, Bu?" tanya Eric karena tidak tahu. Jean yang mendengar namanya pun, langsung mengajungkan tangannya. Eric pun tersenyum manis dan berjalan ke arah Jean. Saat tengah berada di tengah-tengah antara Jean dan Aiba, Eric merasakan suasana yang berbeda.
"Ehk!" ucap Eric dan melanjutkan langkahnya.
Tringg! Tringg! Tringg!
Bel istirahat telah berbunyi, Naisa yang selalu bersemangat, sudah ada di depan kelas Aiba. Ia melewati kelas Irene dan langsung menuju kelas Aiba. Jean juga cepat menghilang. Entah mengapa kelasnya berbeda dengan sahabatnya yang lain.
"Kak Aiba!" ucap Naisa bersemangat. Aiba yang masih duduk di kursinya, langsung menatap ke arah pintu kelasnya, setelah mendengar suara Naisa.
"Ehk! Iya," balas Aiba bangkit dari duduknya.
"Kantin, Kak!" ajak Naisa bersemangat.
"Yaudah ayo," balas Aiba. Naisa pun semakin bersemangat dan keduanya pun turun ke lantai bawah. Rupanya Irene juga sudah menunggu di depan kelasnya. Jadi, ketiganya pun pergi ke kantin bersama.
"Gimana? Ada siswi baru, 'kan?" tanya Naisa kepada Irene.
"Bener, cukup cerdas juga," jawab Irene. Posisinya terancam dengan kehadiran siswi tersebut. Posisinya sebagai peringkat pertama di dalam kelas dan mungkin juga posisinya peringkat dua umum di kelas XI.
"Gak papa, gak usah terlalu berambisi. Lakuin aja sebisa lo," ucap Aiba menyemangati. Apapun itu, jika terlalu berambisi maka, semuanya tidak akan tercapai seperti yang diinginkan.
"Iya, pasti," balas Irene. Setelah beberapa menit berjalan, akhirnya mereka sampai di kantin. Suasana kantin sudah sangat ramai saat ini. Aiba, Naisa dan Irene mengambil tempat duduk mereka yang ada di pojok sebelah kiri kantin.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZION (HIATUS)
Teen Fiction"Aku, Usha Aiba bersumpah dengan menetesnya darah ini, jika Ayah menikah lagi! Aku bukan anak Ayah dan semua aset perusahaan dan harta warisan akan berbalik nama menjadi Usha Aiba! Bukan lagi atas nama Donald Muller ataupun Yolanda Quinn!" ucap Aiba...