3 - Malam Mencekam

219 59 11
                                    

.

.

"Halo anak-anak. Kalian mau ikut main petak umpet juga?"  

.

.

***

"Yunan --," Erika berdiri saat melihat Yunan datang. Para tetangga duduk bersila di lantai yang telah dilapisi oleh karpet. Di luar rumah, Adli sibuk mengatur orang-orang yang memasang terpal dan tenda. Haya mengkoordinir ibu-ibu tetangga yang menyuguhi pelayat dengan minuman dan camilan.

"Bu!" seru Yunan saat berlari menghampiri Erika. Nyaris ia memeluk Erika, tapi mereka berdua akhirnya hanya berhadap-hadapan sambil menangis.

"A-Aku mimpi Mbah Kakung, siang tadi, Bu," kata Yunan masih dengan air mata bercucuran.

Erika mengangguk. Mata wanita itu sembap sejadi-jadinya. "Bagaimana keadaan Mbah Kakung dalam mimpimu?" tanya Erika dengan suara bergetar.

"Mbah Kakung disuguhi makanan dan minuman, di sebuah pendopo di atas awan putih, bersama Syeikh Abdullah dan kedua orang tua kandungku."

Jawaban Yunan membuat Erika terkejut, sebelum menangis lagi. Itu adalah mimpi yang sama dengan yang dialami Mbah Kakung, yang diceritakan oleh Mbah putri.

"Mungkin ... itu bukan mimpi," kata Erika menggigit bibir sebelum air matanya berderai lagi.

"Semoga Allah kasih Ibu keikhlasan. Yang tabah, Bu. Insya Allah kita akan menyusul mereka di tempat yang baik, insya Allah," ucap Yunan yang kembali basah pipinya tanpa sempat diseka.

"Insya Allah, amin. Kamu sudah ketemu Elaine?"

"Belum."

Erika melihat sosok Elaine yang muncul di pintu. Gadis itu mengenakan gamis dan jilbab hitam. Begitu melihat Abinya datang, Elaine mencium tangan Yunan. Keduanya saling mengucap salam sebelum berangkulan.

"Raesha dan anak-anak belum ada di sini?" tanya Yunan celingukan.

"Belum. Eh -- belum, 'kan, Elaine?" tanya Erika yang nampak tidak yakin. Berhubung dirinya baru tersadar dari pingsan. Masih agak linglung.

"Belum, Eyang. Tante Raesha tadi sempat telepon ke hapeku, tapi tadi hape kutinggal di kamar, jadi aku gak sempat angkat," jawab Elaine.

"Dia telepon kamu juga?" tanya Yunan pada Elaine.

"Iya, Bi. Aku kirim chat ke Tante Raesha tapi pending."

Yunan terdiam. "Aku pamit dulu, Bu. Mau jemput Raesha dan anak-anak," kata Yunan sambil mendekapkan tangannya di dada.

"Iya. Hati-hati, sayang. Kamu sudah makan malam?" tanya Erika.

"Belum. Nanti saja," jawab Yunan. Mana bisa dia makan dengan tenang, dalam keadaan janggal yang membuat perasaan tidak nyaman seperti saat ini?

Yunan bergegas ke luar rumah. Bertemu Adli yang sedang super sibuk mengurus tenda agar para pelayat tidak kehujanan.

"Mau ke mana, Kak?" tanya Adli saat melihat Yunan nampak terburu-buru.

"Mau jemput Raesha dan anak-anak. Aku khawatir. Sepertinya ada yang aneh. Dia menelepon aku, kamu, Elaine juga. Tapi begitu ditelepon, nomornya tidak aktif. Dikirimi chat juga pending semua."

Adli berkerut keningnya. Sepertinya kekhawatiran Yunan beralasan. Dia juga bingung kenapa dengan ponsel Kak Raesha? Kenapa tidak ada yang bisa menghubungi dia?

"Tunggu di sini, Kak. Biar supir menepi tepat di sini, supaya Kakak gak kehujanan," kata Adli sebelum menghubungi supir.

Mobil sedan hitam mewah datang menghampiri. Pintu belakang mobil terbuka. Yunan masuk ke dalamnya.

ANXI EXTENDED 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang