Bulan Madu 4

6K 152 2
                                    

Hari ketiga mereka di Jepang, Rendi dan Dinda memutuskan untuk jalan-jalan walaupun Dinda masih sedikit sakit tapi tidak menyurutkan niatnya untuk membeli oleh-oleh untuk keluarga mereka.

"Ini bagus kan mas?" Tanya Dinda, dia menunjuk sebuah baju khas Jepang untuk anak laki-laki yang seumuran dengan Naren dan Gibran.

"Bagus, pilih yang sama saja. Kalau berbeda mereka pasti berebut." Ucap Rendi.

"Ok."

Mereka banyak membeli barang untuk dua anak kecil itu, mulai dari mainan, robot pesanan Naren, baju khas Jepang dan banyak lagi yang lain.

"Lelah?" Tanya Rendi.

Dinda menggeleng, dia tersenyum manis kala meletakkan belanjaannya dibagasi mobil yang Rendi sewa.

"Lihat? Anak bunda menelpon." Ucap Rendi, ponselnya berdering dan itu panggilan vc serta menunjukkan nama 'Ibu' dan Rendi yakin kalau itu adalah Naren.

"Saya yang angkat." Seru Dinda. Dia mengambil ponsel Rendi dari genggaman milik suaminya.

"AYAH." Seru Naren darisana.

"Ini bunda sayang." Ucap Dinda.

"Ouh bunda! Bunda cedang apa?" Tanya Naren, sepertinya dia sedang duduk bersama ayah dan ibu.

"Ayo tebak bunda sedang apa?" Ucap Dinda.

"Main, bunda dilual kan?" Tanya Naren.

"Iya bunda diluar, beli mainan untuk Naren." Ucap Dinda.

"Yeay! Telima kacih bunda." Ucap Naren.

"Kembali kasih sayang."

"Bunda, ayah mana?" Tanya Naren.

"Ini ayah."

Ponselnya dia beri kepada Rendi. Dinda sendiri menumpukkan dagunya pada bahu Rendi yang duduk dibagasi mobil.

"Ayah." Panggil Naren.

"Jagoan ayah sedang apa?" Tanya Rendi.

"Duduk ayah, nenek dan kakek juda."

"Naren tidak nakal kan?"

"Da, ayah ayah nenek buat kue, Nalen makan kue na enak kali, tapi Nalen inin kue yan buat bunda juda." Ucap Naren.

"Besok ayah dan bunda pulang sayang, nanti kita bantu bunda buat kue bagaimana?" Ucap Rendi.

"Ayo, bunda bunda nanti buat kue ya." Ucap Naren menatap bunda nya.

"Pasti sayang, nanti setelah bunda pulang, kita buat kuenya." Ucap Dinda.

"Oke bunda."

Tak lama Naren menguap, mengantuk sepertinya.

"Mengantuk ya sayang?" Tanya Dinda dan Naren mengangguk seraya mengucek matanya pelan.

"Eh tidak boleh dikucek matanya, nanti sakit." Rendi mengingatkan putranya agar tidak mengucek matanya, pernah sekali Naren mengucek matanya karna menguap dan setelahnya matanya merah, bahkan saat Naren bangun tidur pun matanya masih merah, dan itu membuatnya dan Dinda panik.

"Iya ayah." Dia berhenti mengucek matanya.

"Tidur ya sayang." Ucap Dinda.

"Iya bunda, Nalen tidul dulu ya ayah bunda." Ucap Naren.

"Iya sayangku." Akhirnya telpon itu berpindah pada sang ibu, karna Naren ingin tidur dengan sang kakek katanya.

"Wajahnya bersinar sekali ya." Ucap Ibu, dia terkekeh pelan.

Duda Tampan Itu Suamiku (Kookmin GS) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang