Sebulan setelah kejadian itu, Dinda dan Naren selalu pergi bersama Rendi kecuali jika Rendi sibuk sekali. Rendi tidak mau kejadian itu kembali terulang, dia tidak suka jika istri dan anaknya dituduh yang tidak-tidak, apalagi oleh orang yang Rendi tidak kenal.
Pagi ini, Dinda terbangun lebih awal karna suaminya muntah-muntah sejak semalam. Jadi Rendi pulang kerumah larut malam, lembur bersama sekretaris nya. Dan semalam Rendi juga mengeluh kepalanya pusing, ingin muntah tapi yang keluar hanya air liurnya saja, dan itu bukan hanya malam ini saja tapi sudah hampir empat hari Rendi mengalaminya.
Dan sekarang, dia sedang dikamar mandi ditemani istrinya.
"Huek.. Huek." Rendi hanya mengeluarkan cairan bening saja.
"Masih mual?" Tanya Dinda setelah dia membersihkan mulut Rendi.
"Masih."
"Kita kedokter ya, aku takut mas kenapa-kenapa." Raut wajah Dinda sangat cemas.
"Tidak perlu, mas ingin tidur saja." Ucap Rendi, dia menatap istrinya lembut.
"Tapi mas."
"Mas tidak apa-apa sayang, kamu peluk mas saja setelah ini ya." Ucap Rendi.
Dinda hanya mengangguk, dia menuntun Rendi untuk kembali ke ranjang.
Setelah keduanya naik dan posisi sudah nyaman, Rendi segera memeluk istrinya. Menenggelamkan wajahnya diceruk leher Dinda, tangannya memeluk pinggang istrinya. Sedangkan Dinda yang sudah menggenggam minyak kayu putih segera mengoleskannya dileher bagian belakang Rendi.
"Ini baru pukul enam pagi, mas tidur lagi ya." Ucap Dinda.
Rendi mengangguk, dia memejamkan matanya, rasa kantuk menyerangnya saat kepalanya dielus lembut oleh Dinda.
"Cepat sembuh ya mas." Gumam Dinda.
Dinda terjaga sampai pukul delapan, dia masih setia mengelus kepala suaminya lembut, sesekali mengecup pucuk kepala Rendi.
"Bunda, ayah." Pintu kamar terbuka, dan muncullah kepala kecil seorang anak lucu bernama Narendra.
Dinda tersenyum manis melihatnya.
Tangannya dia lambaikan, memberikan tanda kalau Naren boleh masuk.Naren masuk dan menutup pintunya pelan sekali. Dia berjalan kearah bundanya dan berdiri dipinggir ranjang.
"Ayah macih cakit bunda?" Tanya Naren pelan.
"Iya sayang, sini naik." Ucap Dinda.
Naren dengan susah payah naik dan duduk disamping ayahnya yang menghadap Dinda.
Dinda terkekeh melihat Naren yang susah payah menaiki ranjang mereka.
"Ayah belum banun?" Tanya Naren.
Dinda menggeleng.
"Nalen bobo cini ya bunda." Ucap Naren, dia menepuk ranjang samping Rendi.
"Iya sayang." Ucap Dinda.
Naren sepertinya memang masih mengantuk, karna tidak butuh waktu lama, bocah lucu itu tertidur nyenyak.
Tiga puluh menit kemudian, Rendi terbangun, dia ingin muntah lagi dan buru-buru turun dari ranjang, Dinda yang ikut tersentak juga mengikuti Rendi yang kembali muntah-muntah dikamar mandi.
"Kita kedokter saja ya mas." Sekarang wajahnya hampir menangis. Dia memijat tengkuk suaminya.
"Huek...hah..hah..hah.." Rendi terus saja muntah. Dia memijat pelipisnya sendiri.
"Sudah?" Tanya Dinda.
Rendi mengangguk, agak berkurang mualnya.
"Ayo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Duda Tampan Itu Suamiku (Kookmin GS)
FanficRendi Mahendra Pratama, seorang duda tampan yang memiliki seorang putra yang manis. Rendi harus merasa puas kala pengadilan memutuskan bahwa mantan istrinya lah yang memenangkan hak asuh anak mereka. Rendi sempat menggugat lagi ke pengadilan namun d...