1. Awal

2.6K 48 5
                                    

Dering alarm mengembalikan kesadarkan Arabella yang tengah terlelap dalam buaian mimpi indahnya. Gadis itu tampak mengerjapkan matanya sembari menguap panjang. Sungguh, pagi ini dirinya masih sangat mengantuk karena semalam ia pulang sangat larut.

Dengan mata yang masih setengah terbuka, gadis itu meraba nakas di samping tempat tidur, mengambil ponselnya untuk mematikan alarmnya.

Suara ketukan pada pintu membuat gadis berkulit putih itu segera beranjak dari peraduannya yang empuk, menuju ke arah pintu dan membukanya pelan. Dilihatnya sang mama yang sudah berdiri dengan tangan terlipat di depan dada.

"Ada apa, Ma?" tanya Arabella, atau yang biasa disapa, Ara, dengan muka bantalnya. Tangan kanannya terangkat untuk menutupi bibirnya yang kembali menguap.

Luna membolakan matanya ketika melihat putrinya yang masih berantakan. "Kamu, belum mandi? Sudah jam berapa sekarang, Ara! Cepat mandi, cepat turun ke bawah. Papa ingin bicara dengan kamu!" perintah Luna menahan kekesalan di dalam hatinya.

Ini bukan kali pertama Ara bangun kesiangan, ditambah semalam Ara pulang sangat larut, membuat wanita yang tidak lagi muda itu pun menjadi sangat murka. Setelah sedikit mengomeli putrinya, Luna berlalu menghampiri sang suami yang masih bersiap-siap di dalam kamarnya.

Sementara Ara, gadis itu segera berlari menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Ia tidak ingin membuat kedua orang tuanya menunggu atau dirinya akan mendapatkan siraman kalbu sepagian ini dengan kedua orang tuanya.

***

Suasana di ruang makan saat ini tampak hening, hanya terdengar denting suara sendok dan garpu yang beradu dengan piring keramik memecah keheningan.

Tidak menunggu waktu yang lama, mereka telah menyelesaikan sarapannya. Ara segera beranjak dari kursinya, berpamitan untuk pergi ke kampus–melupakan pesan sang mama–yang sayangnya sang papa lebih dulu memintanya untuk duduk kembali.

"Kamu lupa dengan perkataan Mama tadi, Ara?" tegur Luna, ketika melihat sang suami meminta Ara untuk kembali duduk di kursinya.

Ara mengusap lehernya, merasakan aura di ruangan itu tampak dingin dan mencekam, membuat bulu tengkuknya meremang.

"Ada apa, Pa?" tanya Ara setelah kembali duduk di kursinya.

Abian menatap kearah Ara yang tampak salah tingkah, sesekali gadis itu melirik ke kanan dan ke kiri dengan gelisah, untuk menghindari tatapan langsung dari papanya.

"Semalam, kamu pulang jam berapa, Ara? Mau sampai kapan kamu main-main dan keluyuran tidak jelas seperti itu? Ingat! Kamu sudah dewasa sekarang. Seharusnya sudah lebih bisa memilah mana yang baik dan mana yang tidak baik untuk kamu!" tegas Abian menatap tajam kearah putrinya.

Suasana yang awalnya sudah mencekam, kini tampak semakin menggelap ketika Ara mendengar suara menggelegar yang terlontar dari bibir papanya. Gadis itu tampak salah tingkah, bingung ingin menjawab apa.

Ara akui jika memang dirinya bersalah karena tidak pernah mendengar perkataan kedua orang tuanya, tetapi Ara tidak menyangka jika pada akhirnya ia akan di sidang sedemikian rupa karena ini adalah kali pertama baginya.

"Ara, 'kan cuma–"

"Cuma apa? Cuma main-main sama geng cowok-cowok itu, iya? Kamu itu perempuan, Ara … bisa-bisanya kamu bergaul dengan mereka. Apa kamu melupakan kekhawatiran Papa dan Mama?" Menghembuskan napasnya pelan pria paruh baya itu kembali menatap putrinya dengan tajam.

"Dengarkan Papa! Kamu akan Papa jodohkan dengan anak sahabat Papa. Besok keluarga mereka akan datang ke rumah untuk makan malam bersama. Papa minta, kamu tetap diam di rumah, dan jangan kabur-kaburan lagi, paham!" tegas Abian. Membuat Ara langsung membelalakkan matanya.

Secret Marriage [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang