Suasana di kediaman Ara malam ini tampak ramai. Baik Luna maupun Abian menyambut hangat kedatangan calon besan serta calon menantu mereka.
"Wah, Nak Arsen, makin tampan saja sekarang," puji Luna sembari menepuk pelan lengan Arsenio. Sedangkan pria itu hanya tersenyum tipis dan mengangguk.
"Apa kabar, Tante?" tanya Arsenio.
Luna tersenyum menatap Arsenio. "Tante baik, Nak, senang bisa bertemu denganmu."
"Ayo, kita makan malam dulu, setelah itu baru kita lanjutkan pembicaraan mengenai putra-putri kita," ajak Abian dengan mempersilahkan tamunya untuk beranjak ke ruang makan.
Luna menggeleng pelan ketika tidak mendapati Ara turun dari kamarnya. Padahal ia sudah meminta asisten rumah tangganya untuk memanggil Ara agar segera turun. Rupanya gadis itu memilih tinggal, alih-alih berkenalan dengan calon suami serta calon mertuanya.
Setelah menemani tamunya menuju ke ruang makan. Wanita paruh baya itu bergegas menuju ke lantai atas untuk memanggil putrinya sebab makan malam akan segera dimulai.
Sampai di depan pintu kamar putrinya, Luna segera menekan handle pintu, dan langsung membukanya tanpa mengetuk terlebih dahulu.
"Astaga, Ara!" pekik Luna, ketika melihat Ara yang tengah tengkurap di atas kasur sembari memainkan ponselnya.
Sementara itu, Ara tampak terkejut dan langsung menoleh ke arah mamanya. Gadis itu mengulas senyum canggung karena telah mengabaikan panggilannya hingga mamanya secara langsung menemui dirinya di kamar.
"Eh, Mama ...," kata Ara, yang kemudian langsung beranjak dari berbaring, merapikan gaunnya yang sedikit terlipat, dan menghampiri sang mama yang sedang berkacak pinggang menatap tajam ke arahnya.
"Bagus, ya! Mama minta segera turun, Kamu malah enak-enakan mainin ponsel. Mau, Mama sita?" ancam Luna.
"Eh, Ya, jangan dong Ma! Iya-iya ... Ara turun sekarang!" serunya kemudian mulai berjalan keluar dari kamarnya dengan langkah gontai, membuat Luna hanya mampu menggelengkan kepalanya.
Keduanya bersama-sama menuruni anak tangga menuju ke lantai dasar. Luna beberapa kali memperingati putrinya untuk bersikap sopan agar calon mertuanya tidak hilang perasaan dengannya.
"Ingat pesan Mama, Ara. Jangan bikin malu!" tegas Luna, setelah mereka sampai di lantai dasar, kemudian berjalan menuju ke ruang makan.
Ara hanya mengangguk pasrah, tidak berani membantah mamanya, atau semua fasilitas yang ia miliki akan disita oleh mama dan papanya.
"Maaf ya, Mbak, Mas, sudah menunggu lama. Ini tadi Putri saya masih belum selesai bersiap-siap di kamar," kata Luna sungkan. Pasalnya mereka semua sudah duduk rapi melingkari meja bundar di ruang makan, sementara dirinya dan putrinya baru saja tiba di sana.
"Tidak apa-apa, Mbak Luna. Namanya juga anak gadis. Pasti ingin tampil cantik," kata Dinar tenang.
Luna segera duduk di samping sang suami, dan meminta Ara untuk duduk di samping pria yang sedari tadi hanya menunduk tanpa berbicara sepatah kata pun.
Bagai kerbau dicucuk hidungnya, Ara dengan hormat menuruti semua perkataan sang mama. Gadis itu lalu berinisiatif untuk menyapa pasangan paruh baya yang terasa asing di matanya.
"Selamat malam, Om, Tante," sapa Ara sembari tersenyum manis. Riasannya yang natural membuat gadis berkulit putih itu terlihat sangat cantik.
"Malam, Nak," kata Aldrich.
"Malam, Sayang. Oh iya, ini kenalin putra tante, namanya Arsenio. Arsen, kenalan sana sama calon istri kamu," kata Dinar menyenggol pelan Arsenio yang masih menunduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Marriage [TERBIT]
General FictionOPEN PO mulai tanggal 01 februari - 01 Maret 2024. Informasi pemesanan di instagram @nebulapublisher. "Mari batalkan rencana pernikahan ini!" "Kalau kamu mau menolak, silakan! Tapi saya tidak akan membatalkannya!" *** Arabella, gadis berusia 21 tahu...